JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya menghidupkan kembali PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang bangkrut terlilit utang sekitar Rp 15 triliun. Upaya penyelamatan Merpati tak mudah karena harus mencari investor strategis dalam program privatisasi BUMN 2016.

Pelaksanaan program privatisasi ini juga harus memperhitungkan banyak aspek. Salah satunya tentang jumlah saham yang dapat dijual dan siapa pembelinya asing atau lokal. Lantaran dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan) mengatur soal batas kepemilikan asing untuk maskapai Indonesia yakni hanya sebesar 49 persen.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan dalam UU Penerbangan menganut asas cabotage, dimana dalam proses divestasi asing hanya boleh memiliki saham sebesar 49 persen. Dia menambahkan meski Merpati sedang mengalami kondisi sulit, proses divestasi saham Merpati harus sesuai dengan UU Penerbangan. Jika Merpati dikecualikan, artinya UU Penerbangan harus direvisi oleh pemerintah.

Dia mengaku dalam pembahasan tentang penyelamatan Merpati bersama dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Koordinator Perekonomian tidak ada pembahasan mengenai perubahan UU. Bahkan untuk kesimpulan terhadap penyelamatan Merpati, Jonan enggan mengungkapkannya dan menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

"Tidak akan dikecualikan (Merpati). Kalau mau dikecualikan ya undang-undangnya dirubah," kata Jonan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (28/1).

UNDANG INVESTOR - Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K Ro mengatakan untuk menyelamatkan Merpati, Kementerian BUMN harus mengikuti aturan UU Penerbangan. Untuk itu, pemerintah belum bisa memutuskan penjualan Merpati mengingat benturan dengan UU Penerbangan.

Menurutnya untuk menghidupkan Merpati harus melalui strategic sale, dimana Kementerian BUMN melalui PT Perusahaan Pengelola Aset/PPA (Persero) mencari investor yang berminat untuk membeli Merpati. Jika disetujui oleh pemerintah, Kementerian BUMN akan meminta persetujuan kepada Komisi VI DPR RI.

Jika DPR memberikan restu langkah selanjutnya Kementerian BUMN baru menggelar proses tender kepada para investor yang berminat. Dia menargetkan persetujuan dari pemerintah dalam waktu minggu ini, kemudian akan dibahas dengan DPR di bulan Februari.

"Hal ini dilakukan karena penyelamatan dalam rangka urgensi," kata Aloysius.

Aloysius menjelaskan investor perlu mengajukan proposal sebelum melakukan pembelian. Tentunya, pemerintah akan menawarkan skema menarik untuk mengundang investor lantaran menjual BUMN sehat dengan yang sudah bangkrut berbeda.

Apalagi mengingat Merpati ini sudah berhenti beroperasi, jadi tak ada pembicaraan masalah value premium namun investor diundang untuk menghidupkan lagi Merpati. "Investor juga mengambil risiko, ekuitas Merpati saja negatif Rp 5,3 triliun, siapa yang bisa beli dan mengambil utangnya semua," ujarnya.

Aloysius mengungkapkan sudah ada tiga investor yang tertarik menyuntikkan modal atau membeli Merpati. Dua investor dalam negeri dan satu investor asing yang masih dirahasiakan identitasnya.

"Satu investor asing dari negara di Asia," katanya.

Ia mengatakan, rapat koordinasi Privatisasi BUMN pada hari ini belum membuahkan hasil atau keputusan. Sehingga rencananya pemerintah akan kembali melanjutkan pembahasan tersebut.

TAK MASUK AKAL - Sementara itu, mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines/MNA (Persero) Sardjono Djhony meragukan pernyataan Kementerian BUMN yang menyebutkan ada tiga investor yang tertarik membeli Merpati. Sebab saat ini kondisi Merpati seperti tak ubahnya seperti pesawat bekas yang tinggal kursi penumpang atau hidung pesawatnya saja. Sangat tak masuk akal bila ada investor yang berminta membeli Merpati.

Untuk itu, Sardjono melihat Kementerian BUMN tidak memiliki alasan yang kuat untuk menjual Merpati dan memiliki calon investor yang pasti untuk membeli Merpati. Apalagi selama ini, rencana penjualan Merpati kepada investor sudah berlangsung sejak zaman Menteri BUMN Dahlan Iskan hingga kini belum juga terealisasi.

"Kalau mau jual Merpati ya harus beralasan, siapa yang mau beli. Ya it doesn´t make sense," kata Sardjono kepada gresnews.com.

Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menilai opsi terbaik dalam penanganan masalah Merpati adalah menutup operasional perusahaan tersebut ketimbang mempertahankannya. "Dari dua opsi tersebut, opsi terbaik adalah menutup Merpati," katanya, Senin (15/12).

Rini beralasan lebih memilih menutup merpati dari pada mempertahankannya, karena kompetisi untuk bisnis airlines dinilai cukup keras. Sementara kondisi merpati tak mungkin bisa bersaing lagi dalam bisnis tersebut.

Kendati demikian, Rini mengaku sudah ada investor yang berminat untuk membeli Merpati. Namun Kementerian BUMN memiliki syarat mutlak kepada investor tersebut yaitu jika ingin membeli Merpati harus membayar gaji karyawan.

BACA JUGA: