JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Demi menghadirkan harga obat yang murah, pemerintah berencana membuka masuknya investasi asing di sektor hulu  farmasai hingga 100 persen. Langkah tersebut dilakukan agar perusahaan asing bisa membuat bahan baku produksi obat-obatan di dalam negeri, sehingga bahan baku obat bisa lebih murah.

Dengan harga bahan baku obat murah, maka diharapkan harga produksi obat akan menjadi lebih murah. Sebab hingga saat ini Indonesia masih mengimpor produk bahan baku obat dari luar negeri dalam jumlah besar, karena bahan baku obat impor ini, harga obat menjadi melangit.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan rencana membuka peluang bagi asing untuk menguasai 100 persen saham di sektor hulu farmasi karena produk obat di dalam negeri masih cukup mahal. Menurutnya mahalnya obat di Indonesia karena lebih dari 90 persen bahan baku obat dalam negeri berasal dari impor.

Pemerintah pun berpikir, agar bisa memproduksi bahan baku obat di dalam negeri,  maka pemerintah membuka peluang bagi asing untuk memiliki saham sampai 100 persen agar asing dapat memproduksi di dalam negeri sehingga bahan baku bisa lebih murah.

Menurutnya jika asing bisa masuk dan memproduksi sektor hulu farmasi untuk bahan baku, tentunya akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Secara otomatis pemerintah bisa mengurangi importasi bahan baku obat tersebut.

Untuk itu, kebijakan membuka kepemilikan asing 100 persen saham di sektor hulu farmasi akan dimasukan dalam paket kebijakan ekonomi jilid IX. Menurutnya dengan cara tersebut pemerintah dapat menurunkan importasi bahan baku obat yang selama ini mencapai lebih dari 90 persen.

Dia menuturkan kajian terhadap kebijakan tersebut akan selesai pada minggu ini, dan minggu depan pemerintah akan mengumumkan kebijakan tersebut.  "Kalau asing bisa masuk untuk memproduksi hulu untuk bahan baku obat kan lebih bagus," kata Saleh, Jakarta, Rabu (13/1).

Kebijakan pemerintah bukan hanya akan membuka peluang bagi asing memiliki saham 100 persen di sektor hulu farmasi. Pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan subsidi proteksi bagi perusahaan BUMN di sektor farmasi.

Selama ini industri farmasi dalam negeri kalah bersaing dan bergantung kepada subsidi serta perlindungan yang diberikan oleh pemerintah. Ketergantungan industri farmasi terhadap subsidi dan perlindungan itu kemudian menyebabkan harga produk obat-obatan menjadi lebih mahal karena sebagian besar bahan bakunya masih impor.

TOLAK PENGHAPUSAN SUBSIDI - Namun Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mempertanyakan kebijakan Menteri Perindustrian tersebut. Menurutnya masyarakat justru akan kesulitan mendapatkan obat-obatan murah jika tidak disubsidi dari pemerintah.

Ia mengatakan saat ini masyarakat yang dalam posisi rentan miskin jumlahnya mencapai 17 juta jiwa, dimana hidupnya masih bergantung dengan subsidi. Untuk itu pemerintah diminta jangan mengambil kebijakan sesaat yang dapat membahayakan hidup masyarakatnya.

Disatu sisi, Azam  menilai masyarakat juga selama ini tidak merasakan subsidi yang diberikan pemerintah di sektor farmasi karena masyarakat masih merasa harga obat mahal. Jika dirasa biaya obat mahal, pemerintah seharusnya memberikan subsidi untuk bea masuk atau biaya PPN untuk obat-obatan.

Untuk itu, Azam meminta pemerintah mengkaji secara mendalam kebijakan tersebut, karena menghilangkan subsidi di sektor farmasi akan sangat membahayakan bagi kesejahteraan masyarakat. Ia menilai kebijakan tersebut sama dengan kebijakan pemerintah menghapuskan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), dampaknya daya beli masyarakat menurun dan target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga tidak tercapai.

"Jangan sebelum dikaji sudah lemparkan statemen berbahaya kepada masyarakat," kata Azam kepada gresnews.com.




BACA JUGA: