JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menggabungkan sejumlah bank syariah milik perbankan BUMN, diantaranya Bank Mandiri Syariah, Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah dan Unit Usaha Syariah BTN. Penggabungan bank syariah milik BUMN itu dilakukan untuk menciptakan bank syariah yang besar agar dapat bersaing dalam ajang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Lainnya Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan proses penggabungan perbankan syariah itu sedang dalam tahap kajian oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, total ekuitas yang dimiliki bank syariah itu masih kurang dari Rp9 triliun, besaran nilai tersebut terbilang kurang untuk bersaing di tingkat global yang memiliki ekuitas di atas Rp9 triliun.

Gatot menilai perkembangan ekonomi syariah sangat lambat, terlihat penetrasi bank syariah dari sisi aset hanya sekitar 4 persen dibandingkan dengan bank konvensional. Maka itu untuk mempercepat pertumbuhan bank Syariah, selain menata kembali regulasinya, juga harus dipercepat dengan pertumbuhan non organic.

Salah satu alternatifnya dengan menggabungkan tiga bank syariah yang merupakan anak perusahaan bank BUMN, yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah serta unit usaha syariah Bank BTN. Gatot mengatakan induk usaha dari masing-masing bank syariah sudah memiliki komitmen untuk menggabungkan anak usahanya tersebut.

"Komitmennya sudah ada. Kita akan detailkan dengan OJK dan koordinasikan dengan Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha," kata Gatot, Jakarta, Senin (14/12).

Menanggapi rencana penggabungan bank syariah BUMN itu, pengamat perbankan Deni Daruri mengatakan pemerintah seharusnya lebih fokus menggabungkan induk usaha bank BUMN ketimbang penggabungan bank syariah BUMN. Menurutnya sangat aneh ketika penggabungan hanya dilakukan di tingkat anak usaha ketimbang induk usaha. Apalagi karakter perbankan syariah BUMN hanya seperti ´sampah´ bagi induk usahanya karena ketika ada permasalahan di induk usaha, maka masalah nasabah akan diserahkan kepada bank syariah.

Dia menilai penggabungan bank syariah BUMN tidak akan memiliki dampak signifikan bagi persaingan perbankan dalam menghadapi MEA. Menurutnya untuk meningkatkan daya saing, pemerintah harus meningkatkan kinerja perbankan. Diantaranya dengan melakukan konsolidasi perbankan.

"Gak ada signifikannya penggabungan bank syariah. Bank syariah sudah seperti ´sampah´ saja," kata Deni kepada gresnews.com.

RESIKO KELINCAHAN BANK- Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan resiko dari penggabungan bank adalah fleksibilitas atau kelincahan perusahaan dalam mengelola keuangan. Menurutnya perusahaan lebih kecil tergolong lebih lincah karena tidak dibebani dengan biaya overhead yang lebih besar. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar cenderung memiliki beban biaya operasional, misalnya biaya gedung yang cenderung lebih besar.

Apalagi, khusus bisnis syariah memiliki sifat bisnis yang masih unik, segmennya lebih spesifik dan segmentasinya membutuhkan fleksibilitas. Menurutnya argumentasi pemerintah untuk melakukan merger bank BUMN syariah masih tergolong masuk akal, apalagi dalam menghadapi persaingan masyarakat ekonomi ASEAN. Sebab dalam persaingan masyarakat ekonomi ASEAN yang paling menentukan adalah daya saing.

"Kalau banknya masih kecil-kecil menghadapi persaingan konteks global, bank-bank kita jadi kurang greget," kata Hendrawan kepada gresnews.com.


Namun menurut Kepala Bidang Komunikasi Publik Kementerian BUMN Teddy Poernama jika digabungkan aset 3 bank syariah dan 1 unit usaha Syariah milik Bank Pelat merah itu nilainya mencapai106 triliun.

"Kelayakan penggabungan bank BUMN syariah, masih adanya peluang bank syariah untuk tumbuh mengingat pasar dalam negeri, yang masih terbuka dan tren peningkatan global syariah banking," katanya.

Kementerian BUMN optimis perbankan syariah pelat merah ini bisa menjadi lokomotif pengembangan ekonomi syariah ke depan. Selain itu, target lainnya adalah mengejar market share, atau pertumbuhan perbankan syariah yang masih kalah dibandingkan perbankan konvesional.

"Dengan sinergi ini diharapkan akan menurunkan cost of fund, funding mix yang lebih seimbang dan perluasan jaringan cabang," ungkapnya.

Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan program merger bank BUMN syariah akan tetap berjalan. Alasannya, Indonesia belum memiliki bank syariah yang aset dan kemampuan pembiayaan besar. Padahal Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
 
BUTUH SUNTIKAN MODAL - Sementara menurut Direktur Perbankan Syariah OJK, Dhani Gunawan Idhat‎ penggabungan bank BUMN syariah itu akan membutuhkan modal yang besar. Sebab penggabungan Bank Syariah tanpa ada tambahan modal yang kuat, dikhawatirkan penggabungan itu justru bakal menyusutkan kapasitas usaha. Untuk itu ia berharap pemerintah memberikan dukungan, berupa tambahan permodalan.

"Jika hanya merger dikhawatirkan hanya akan terjadi penciutan, bisa ada pengurangan karyawan dan lainnya," katanya.

Dhani yang berbicara saat diskusi di Rancamaya Hotel, Bogor, Sabtu (21/11) lalu menambahkan merger tanpa permodalan yang kuat akan membatasi kegiatan usaha yang bisa dilakukan perbankan itu sendiri dan justru dapat mengakibatkan penurunan pangsa pasar perbankan syariah nasional alias ditinggal nasabah.

Berdasarkan catatannya dalam tiga tahun terakhir pangsa pasar bank syariah turun menjadi 4,57% pada Mei 2015 dibanding akhir 2014 sebesar 4,89%. Jika tidak ada penambahan modal ia memprediksi pangsa yang tadinya 4,8% bisa menjadi 4,5%,.

Penambahan modal yang memadai diharapkan bank syariah hasil merger bisa naik kelas menjadi bank kategori BUKU III atau BUKU IV, sehingga bisa bersaing dengan bank-bank konvensional yang secara permodalan lebih kuat.

Ia menuturkan bank yang masuk kategori BUKU IV atau bank dengan modal Rp 30 triliun ke atas. Di Indonesia bank kategori ini hanya ada 4 yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA) dan Bank Negara Indonesia (‎BNI‎). Sementara dari 12 bank syariah yang ada saat ini, tak ada satu pun yang masuk kategori BUKU III apa lagi BUKU IV.

‎Jika memiliki modal yang memadai Bank Syariah ini nantinya kegiatan bisnisnya akan lebih luas dari sebelumnya. Sehingga ada roda penggerak bagi perbankan syariah dalam menjadi penggerak roda ekonomi. (dtc)

BACA JUGA: