JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan telah dua investor asing yang berminat membeli PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Keputusan untuk menjual Merpati diambil pemerintah setelah berbagai upaya menyelamatkan perusahaan penerbangan plat merah ini gagal. Penjualan juga telah memperoleh persetujuan Komite Privatisasi yang diketuai Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Bisnis Kementerian BUMN Aloysius K.Ro mengatakan ada dua investor asing yang berminat membeli Merpati. Kedua investor itu merupakan perusahaan maskapai asing. Seharusnya Kementerian BUMN mendapatkan persetujuan Komite Privatisasi beberapa waktu lalu. Namun hal itu tertunda karena pemerintah fokus pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dijelaskannya, penjualan Merpati kepada asing merupakan program privatisasi yang dicanangkan oleh Kementerian BUMN. Selain Merpati, Kementerian BUMN juga akan melakukan privatisasi kepada PT Kertas Leces (Persero). Artinya, dengan program privatisasi tersebut kepemilikan saham pemerintah akan menjadi minoritas.

Untuk penjualan ini pemerintah telah melakukan berbagai hal. Diantaranya, kata Aloysius, agar investor tertarik membeli Merpati, untuk tahap awal gaji karyawan yang tertunggak selama dua tahun akan dibayarkan melalui dana yang dikucurkan oleh Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Kemudian setelah dibayarkan, Merpati akan melakukan rightsizing karyawan. Dimana Merpati akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurutnya cara seperti itu akan membuat investor tertarik membeli Merpati.

"Ya memang harus exit (keluar). Itu masuk privatisasi juga kan. Exit itu adalah Leces dan Merpati. Kita harus lakukan rightsizing sehingga investor tertarik untuk masuk," kata Aloysius di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (18/11).

Aloysius mengatakan meski aset Merpati masih dalam status digadaikan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset/PPA (Persero). Namun aset tersebut masih bisa digunakan oleh Merpati, tetapi jika Merpati tidak bisa membayar utang tambahan maka aset tersebut dijual oleh PPA. Dia mencontohkan seperti Merpati Training Centre (MTC), saat ini masih beroperasi bahkan sedang diupayakan bekerja sama dengan anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yaitu PT Garuda Maintenance Facility (GMF).

Dia mengatakan dalam perkembangannya setelah investor masuk, Kementerian BUMN akan melihat uang yang dikeluarkan Merpati. Sebab saat investor masuk, negara tidak akan ikut mencampuri internal Merpati. Negara hanya mengurusi pembayaran kewajiban atas tunggakan gaji karyawan Merpati.

"Jadi Merpati masih survive melalui Merpati Maintenance Facility (MMF) dan MTC," kata Aloysius.

TAK MASUK AKAL -  Namun mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines/MNA (Persero) Sardjono Djhony meragukan pernyataan pemerintah bahwa telah  ada dua investor yang bersedia membeli Merpati. Sebab saat ini kondisi Merpati diibaratkan pesawat bekas, yang hanya tinggal bagian kepala dan kursi. Sehingga tak masuk akal jika ada investor yang bersedia membeli Merpati.

Untuk itu, Sardjono melihat tak ada alasan Kementerian BUMN bisa menjual Merpati. Sebab rencana penjualan Merpati kepada investor sudah berlangsung sejak zaman Menteri BUMN Dahlan Iskan. Namun sejauh itu tak ada investor yang bersedia membeli.

"Kalau mau jual Merpati ya harus ada alasan, siapa yang mau beli. Ya it doesn´t make sense," kata Sardjono kepada gresnews.com.

HARUS IZIN DPR - Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan pemerintah tak bisa begitu saja menjual Merpati. Menurutnya sebelum menjual Merpati kepada investor, pemerintah harus membentuk tim penilai terhadap aset-aset yang dimiliki Merpati.

Tim penilai tersebut nantinya merekomendasikan aset-aset Merpati apa saja yang layak dijual dan tidak layak dijual. Menurutnya jika hasil tim penilai tersebut menyatakan bahwa aset milik Merpati di atas Rp100 miliar, maka harus meminta persetujuan dari Komisi VI DPR. Namun jika diantara Rp10 miliar sampai Rp100 miliar, maka hanya cukup meminta persetujuan Presiden.

Azam menilai pemerintah terlampau lambat menindaklanjuti rekomendasi Panja Merpati. Menurutnya dalam rekomendasi tersebut terdapat usulan-usulan strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah juga diminta memiliki road map, terkait pelayanan jalur-jalur perintis untuk tidak dibuka kepada pihak swasta.

Selama ini yang terjadi, saat Merpati sudah berhasil membuka rute-rute daerah perintis dan daerah tersebut sudah berhasil dibangun. Pemerintah justru membuka pihak swasta masuk, sehingga langsung beradu dengan Merpati. Sehingga perusahaan pemerintah kolaps bersaing dengan swasta. Seharusnya pemerintah tetap berpihak kepada penerbangan perintis BUMN.

"Kita tidak mengambil keputusan untuk penjualan Merpati. Pemerintah yang telat dalam menjalankan rekomendasi DPR," kata Azam kepada gresnews.com.


BACA JUGA: