JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gonjang-ganjing harga garam lokal dan terbukanya kran impor selama ini telah menghambat kesejahteraan petani garam. Kondisi harga garam lokal yang semakin tidak menentu dan belum setaranya Harga Pokok Pembelian (HPP) sebagaimana diatur Kementerian Perdagangan, memunculkan dorongan dari himpunan petani garam untuk membangun Bulog atau badan penyangga stabilitas harga.

Kualitas produksi petani yang belum mampu setara dengan garam luar negeri, sering dijadikan alasan para importir mendatangkan garam impor. Walaupun, dalam peraturan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, telah diatur skema periodik impor garam, yakni satu bulan sebelum musim panen dan dua musim pascapanen.

Harga garam di level petani ternyata juga cukup ironis. Menurut data yang dihimpun, harga petani saat ini masih berkisar di bawah HPP, seperti jenis geoisolator berkisar Rp 500/Kg dan non geo isolator Kualitas I kisaran Rp 400/Kg. Sementara, di daerah-daerah lain di luar Jawa Timur lebih parah yaitu di kisaran Rp 300/Kg. Padahal HPP sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2012, harga garam kualitas I (95 persen) di harga Rp 750 /Kg, kualitas II Rp 550, sementara kualitas III Rp 400/Kg.

Kepala Divisi Penyerapan Garam Rakyat PT Garam Budi Sasongko menilai, badan penyangga stabilitas yang diusulkan himpunan petani merupakan tindakan wajar. "Bagus saja, perlu, agar ada lembaga atau badan penyangga seperti Bulog agar harga petani tetap berlaku wajar sesuai aturan HPP," kata Budi saat dihubungi gresnews.com, Sabtu (24/10).

Menurutnya, lembaga atau badan semacam itu penting untuk menyejahterakan petani garam lokal. Sebab, musuh terbesar yang dihadapi selama ini adalah tidak menentunya nominal yang layak sesuai produksi yang dihasilkan petani.

Sebagai perwakilan PT Garam, Budi menilai, dalam proses membangun badan penyangga itu, perlu keterlibatan pihak terkait khususnya petani dan badan koperasi sebagai unit produksi di daerah-daerah. Alasannya, koperasi dinilai sebagai elemen penting karena cukup sentral dalam hal memfasilitasi usaha petani.

Terkait soal teknis pembentukannya, ia menilai, perlu kejelasan prosedural apabila lembaga penyangga itu nantinya dibangun pemerintah. "Membentuk atau tidak itu hak pemerintah, namun butuh prosedur dan bagaimana mekanisme serta aturannya," kata Budi.

PROTEKSI HARGA - Sejumlah petani di wilayah Jawa Timur dapat disebut sebagai pihak yang paling terkena dampak dari permainan harga garam. Kesejahteraan petani belum terwujud, walaupun wilayah Jawa Timur dikenal strategis sebagai lumbung penghasil garam dengan total kontribusi hampir 70 persen produksi nasional.

Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur mendesak pemerintah segera mengambil langkah pengawasan dan perlindungan harga garam agar tidak dipermainkan importir. Sebab, pihak spekulan dan importir telah dianggap sebagai pelaku yang membuat pendapatan petani semakin tidak menentu.

Ketua HMTG Mohammad Hasan mengusulkan agar lembaga penyangga menjadi elemen penting dalam menjamin pendapatan dan produksi petani. Mata rantai permainan importir, kata Hasan, terjadi akibat tidak adanya suatu lembaga yang mengatur distribusi garam secara intensif. "Petani membutuhkan lembaga penyangga agar stabilitas harga garam terjamin," katanya.

Dengan adanya badan penyangga, diyakini dapat secara mudah mencegah permainan pihak-pihak tertentu. Hasan menjelaskan, nantinya produksi dari petani bisa langsung dialirkan ke badan penyangga tersebut untuk menampung hasil petani di sentra-sentra produksi.

PERSOALAN KUALITAS - Namun Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi justru melihat pembentukan Bulog garam bukanlah strategi yang jitu. Sebab masalah harga garam dalam negeri merupakan persoalan yang kompleks.

"Untuk jangka pendek mungkin bisa, tapi untuk membangun basis yang kuat bukan begitu. Intinya, tidak bisa semua persoalan dilempar ke Bulog," katanya kepada gresnews.com.

Berbicara soal harga,  menurutnya, perlu penguatan kualitas produksi garam melalui kesiapan dan perencanaan jangka panjang. Pembentukan Bulog atau badan penyangga tidak sepenuhnya membantu petani apabila negara belum berperan meningkatkan kualitas produksi.

"Peningkatan kualitas merupakan hal penting yang perlu didukung pemerintah. Diharapkan, harga petani tidak hanya marketable tetapi juga bisa diekspor ke luar negeri," jelasnya.

Kemudian, menurutnya,  juga ada tantangan tersendiri membangun badan penyangga karena membutuhkan dana cukup besar dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, juga ada risiko tanggungan terhadap kerugian apabila roda produksi terganggu.

"Karena masing-masing kebutuhan atau permintaan punya spesifikasi tertentu. Pertama, harus menjamin pengolahan produk petani," katanya.

Penguatan produksi menuju persaingan harga dinilai sebagai sasaran utama dan target prioritas pemerintah. Dengan begitu, pengurangan impor garam dapat terwujud dan spesifikasi kebutuhan garam yang dibutuhkan industri dapat dipenuhi petani dalam negeri.

BACA JUGA: