JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nasib para petani garam kian tak menentu akibat terpuruknya  harga garam lokal. Pemerintah didesak  segera mencari solusi mengatasi permasalahan tersebut. Terutama upaya mengendalikan merembesnya garam impor  ke pasaran.

Mengatasi persoalan ini, muncul usulan untuk mengubah tata niaga garam, agar dapat melindungi petani garam. Serta deregulasi aturan yang selama ini dinilai belum memihak pada petani.

Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Mohammad Hasan mengatakan, petani garam kerap menjadi korban permainan harga akibat ulah spekulan dan oknum importir. Permainan harga itu secara nyata memberatkan petani,  sebab harga pembelian saat ini belum menyentuh level Harga Pokok Pembelian (HPP) yang ditetapkan pemerintah.

"Harga garam di level petani masih di bawah HPP. Misalnya jenis geoisolator saat ini harganya 500 dan non geo isolator Kualitas I kisaran 400. Parahnya, di luar Madura angkanya lebih rendah lagi, Rp 300. Ini sangat ironis," kata Hasan kepada gresnews.com, Senin (12/10).

Situasi ini mencemaskan petani apalagi hasil produksi mereka dalam beberapa waktu ini dihargai dengan nominal yang minim dan terus menyusut tanpa ada kepastian. Padahal HPP sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2012 harga garam kualitas I (95 persen) dipatok  Rp 750 per kilogram, garam kualitas II Rp 550, sementara kualitas III Rp 400.

"Harapannya, pemerintah bisa menguasai pasar melalui pembentukan badan penyangga atau Bulog," tuturnya.

Tanpa ada proteksi dan perlindungan, Hasan menilai, nasib petani akan semakin sulit ke depan. Perlindungan ini, lanjutnya, guna menjaga stabilitas produksi seperti di wilayah Jawa Timur yang telah dikenal sebagai lumbung penghasil garam, dengan total kontribusi hampir 70 persen produksi nasional.

USUL BENTUK BULOG GARAM - Para asosiasi maupun masyarakat petani berkeinginan ada penentuan harga yang wajar dan adil. Hasan menjelaskan, saat ini wujud konkret dari aksi tersebut dilakukan melalui upaya membentuk Badan Urusan Logistik Garam (Bulog) oleh pemerintah.

Dengan begitu, pemerintah diharapkan mampu menguasai pasar dalam rangka melindungi petani garam. Bulog garam dimaksud, kata dia, dapat efektif menstabilkan harga di level petani dengan pola one gate distribusi tata niaga. Untuk itu, dalam usaha mengelola komoditas garam, ia menilai perlakuan harus sama dengan beras dan pangan lainnya.

"Artinya, dari petani, aliran hasil produksinya langsung ke Bulog. Kemudian, pihak industri dapat mengambil produksi di Bulog. Dalam hal ini, Bulog dimaksud sebagai stabilisator sekaligus berfungsi sebagai basis informasi data dan produk," terangnya. Keberadaan Bulog, juga dapat berfungsi menyerap stok produksi di sentra-sentra garam guna memutus mata rantai permainan kartel dan tengkulak.

Terkait siapa pihak yang ditunjuk, Hasan menyerahkan kepada pemerintah selaku pemilik kewenangan. Entah oleh PT Garam atau badan lainnya.  Namun, diperlukan koordinasi dan keterlibatan pihak terkait mendiskusikan pengelola atau operator Bulog. Intinya dengan adanya Bulog, pemerintah semakin berdaya mengontrol dan menguasai produksi garam petani dalam negeri.

AUDIT IMPOR GARAM - Pendataan produksi juga dinilai penting dan harus dilakukan. Agar tidak terjadi bias dan perembesan saat pemerintah melakukan impor.

Hasan menyarankan, kran impor jangan sampai terus dibuka.  Ketika kualitas garam petani lokal yang saat ini mulai membaik setelah ada bantuan teknologi impor harus distop. Sebab produksi petani telah mampu bersaing dengan produk impor bahkan menyamai kebutuhan yang diperlukan industri.

Perhitungan kebutuhan impor, jelas Hasan harus dikalkulasi secara cermat dan disesuaikan dengan 29 ribu hektar lahan garam yang telah didukung penggunaan teknologi geomembran dan geoisolator sumbangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sesuai target pemerintah, diharapkan separuh kebutuhan industri ke depan dipenuhi petani garam lokal.

"Jangan sampai doyan impor terus. Dari total luas lahan yang dimiliki, misalnya per hektar 150 ton bisa dihitung kekurangan dan kebutuhannya. Itu harus dilakukan pengawasan," tegasnya.

Terkait rencana audit impor garam, KKP turut aktif melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk memperketat jumlah impor garam dari luar negeri. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Riyanto Basuki mengatakan audit diperlukan mengingat persoalan pelemahan harga garam petani disebabkan oleh rembesan garam impor,  khususnya di sektor industri.

Menurutnya, dibutuhkan pola independen audit jumlah impor garam sesuai kebutuhan industri dalam upaya mencegah permainan harga. "Langkah penyusunan audit garam impor nanti segera dibahas," kata Riyanto kepada gresnews.com.

Permainan harga garam tidak hanya dirasakan petani saja,  namun juga merambat ke pedagang pasar. Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyebut pemerintah perlu mengontrol dan mengawasi rantai impor yang selama ini berlangsung.

Menurutnya, impor rawan akan masalah penyimpangan dan permainan. "Impornya harus dikendalikan sesuai kewenangan pemerintah," kata Ngadiran.

Namun, terlepas dari situasi impor yang masih bermasalah, Ngadiran berharap ada kebijakan yang pro terhadap petani dan pedagang. Menurutnya, disamping program pemberdayaan petani garam secara baik, pemerintah perlu menjamin penyerapan produksi garam lokal oleh pasar.

BACA JUGA: