JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) sejak Juni lalu meminta peningkatan kinerja pelayanan perizinan perdagangan ekspor-impor di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat itu Jokowi marah besar lantaran proses bongkar muat alias dwelling time tak sesuai dengan target 4,7 hari.

Tak tanggung, Menteri Koordinator Maritim Indroyono Soesilo pun kena tendang saat pembentukan Kabinet Kerja jilid 2. Indroyono digantikan oleh Rizal Ramli, pengamat ekonomi kontroversial yang sebelumnya kerap mengkritik tajam kebijakan pemerintah Jokowi.

Sepak terjang Rizal saat membenahi pelayanan pelabuhan pun dimulai. Setelah membawa media massa dan beraksi dengan membawa mesin penghancur beton yang menghalangi rel kereta api masuk ke pelabuhan Tanjung Priok, Rizal yang kini menjadi Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya itu membuat gebrakan baru.

Sasaran Rizal lewat kebijakannya kali ini adalah para importir bandel yang suka menimbun barang di pelabuhan. Pemerintah akan segera memberlakukan denda Rp 5 juta/hari untuk para importir yang menimbun barang di Pelabuhan Tanjung Priok lebih dari 3 hari. Adanya denda tersebut akan membuat kontainer cepat keluar dari pelabuhan.

Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa‎, Kemenko Maritim dan Sumberdaya, Agung Kuswandono menuturkan, dengan kebijakan ini, importir tidak akan mau lagi menyimpan barang di pelabuhan terlalu lama. Sehingga membuat waktu bongkar muat atau dwell time di pelabuhan bisa berkurang.

"Siapa yang mau lagi nimbun di pelabuhan kalau sudah ada denda. Sekarang kita berikan denda Rp 5 juta per kontainer per hari‎," ujar Agung, Rabu (23/9).

IMPORTIR NAKAL - Menurut Agung, selama ini praktik penimbunan barang di Pelabuhan Tanjung Priok sudah lama terjadi. Penyebabnya adalah, banyak importir yang sebenarnya tidak memiliki gudang penyimpanan untuk barangnya sendiri. ‎Banyak perusahaan yang sifatnya zero inventory, nggak punya gudang. Ditaruh saja itu barang terus di pelabuhan," ujarnya.

Mereka melakukan itu lantaran biaya yang dikenakan dari pihak pelabuhan untuk penyimpanan barang sangat rendah. Pada tiga hari pertama (setelah izin dikeluarkan) dikenakan biaya Rp 27.000 per hari‎. Kemudian pada hari keempat denda sebesar 500 persen.

"Makanya kan kalau cuma segitu mendingan simpan saja di pelabuhan. Kalau pas perlu, baru kontainernya dikeluarkan dari pelabuhan. Akhirnya terjadi yang namanya dwell time," ujarnya.

Agung menjelaskan, tiga hari‎ pertama setelah izin dari bea cukai dikeluarkan, importir atau pemilik barang tidak dikenakan biaya sama sekali. Namun pada hari keempat, maka akan dikenakan denda sebesar Rp 5 juta per kontainer per hari.

"Kami beri batas maksimum 3 hari, nah pada hari keempat dikenakan Rp 5 juta per kontainer‎. Begitu selanjutnya di hari ke 5 dan seterusnya, per hari dihitung Rp 5 juta," ungkapnya.

‎Pertimbangan selama tiga hari tersebut, menurut Agung karena sulitnya importir untuk menyediakan truk pengangkut kontainer. Sebab di pelabuhan sendiri tidak menyediakan jasa angkut kontainer keluar pelabuhan. Saat ini sangat sulit mencari truk pengangkut kontainer di Pelabuhan Priok. Biasanya para importir memesan truk dari luar untuk mengangkut barang mereka.

Agung menekankan, bahwa fungsi dari sebuah pelabuhan hanya sebagai area bongkar muat barang, bukan sebagai tempat penimbunan barang. Paradigma tersebut yang menurutnya seringkali terbalik di pelabuhan. "Maka Priok tidak akan lagi jadi tempat penimbunan, karena fungsi sebenarnya adalah bongkar muat," tukasnya.

BENAHI PERHITUNGAN TARIF - Agung ‎menjelaskan, awalnya ada opsi untuk menaikkan denda Rp 1 juta per hari. Namun bila denda yang dikenakan hanya berkisar Rp 1 juta per hari, maka tidak akan berpengaruh bagi importir. Sebab sewa gudang logistik di luar pelabuhan bisa mencapai Rp 3-4 juta per hari.

Menurutnya dalam hal penetapan harga itu dengan asumsi awal jangan sampai importir masih menghitung menyimpan kontainer itu lebih murah. Jadi perlu dihitung dengan benar agar mendekati perhitungan para importir. "Maka pakai patokan menyakitkan yang tidak mungkin melewati," katanya.

Agung menambahkan tadinya usulan denda yang akan diberikan adalah Rp 10 juta per hari. Angka tersebut pasti bisa sekaligus memberikan efek jera untuk importir nakal. Namun, melihat berbagai pertimbangan lainnya, maka diturunkan menjadi Rp 5 juta per hari.

"Saya inginnya Rp 10 juta per hari. Tapi setelah dilihat-lihat, seperti Rp 5 juta per hari sudah cukup," terangnya. Aturan ini akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan.

Pihak dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menjadi pengawas barang dan penarikan denda. Nantinya denda tersebut akan masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Aturan tersebut juga akan dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub). Menko Maritim Rizal Ramli sudah mengirimkan surat kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk segera mempercepat pemberlakuannya. "Permenhub, karena Menko nggak boleh melakukan peraturan implementatif," tegas Agung.

Agung menambahkan, aturan ini nantinya juga hanya diberlakukan di Pelabuhan Tanjung Priok, karena pada pelabuhan lain tidak ada permasalahan dwell time. Bisa dimaklumi karena 70 persen arus barang keluar masuk di Indonesia melewati Tanjung Priok.

Ia pun optimistis waktu bongkar muat, atau dwell time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta akan semakin cepat, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari posisi 4,67 hari per hari ini menjadi 2-3 hari pada akhir Oktober 2015. "Pak Menko (Rizal Ramli) targetkan 2-3 hari pada akhir Oktober 2015," ungkap‎ Agung. (dtc)

BACA JUGA: