JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menuding ada kartel impor garam yang  menjadi biang carut marutnya tata niaga garam tanah air. Kartel garam itu menurutnya terbentuk karena adanya sistem kuota.

"Kalau gula namanya 7 samurai. Demikian juga di garam ada 7, saya sebut 7 begal garam," ujar Rizal, Senin (21/9).

Kesimpulan itu disampaikannya setelah menggelar rapat bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Perindustrian Saleh Husin, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Kirshna Murti.

Menurutnya kartel adalah contoh klasik perdagangan yang diatur kuota langsung maupun tidak langsung. Kuota juga terjadi di gula, daging, dan banyak komoditi impor lain. Sistem kuota, kata dia,  hanya menguntungkan para importir pemegang kuota.

Ketika harga garam di luar negeri murah, masyarakat di dalam negeri tidak turut menikmati. Menurut Rizal saat ini ada 7 pemain garam impor yang memainkan harga garam di dalam negeri. ´Ke- 7 begal´ garam ini, kata dia, merusak harga  dari petani garam lokal, karena mereka menggelontorkan garam impor saat masa panen garam lokal.

"Kelompok penguasa kuota ini membuat kartel yang sistemnya predatory. Waktu panen mereka naikkan impor supaya petani hancur. Makanya kuota naik terus. Mereka naikkan harga ketika petani sudah mati," ungkapnya.

Ia pun menyimpulkan sumber masalahnya terletak pada sistem kuota (impor). Keuntungannya luar biasa dan bisa dipakai untuk menyogok pejabat (supaya kuota impor ditambah.

"Kalau kita ganti (sistem kuota) dengan sistem tarif, (importir) nggak bisa sogok (pejabat) lagi, maka mau nggak mau pejabat mengawasi (peredaran garam impor)," paparnya.

SISTEM KUOTA DIHAPUS - Memerangi adanya kartel garam impor ini, ia meminta sistem kuota diganti sistem tarif. Dengan begitu, siapa saja bisa mengimpor garam asal membayar tarif bea masuk. Petani  garam lokal juga tetap terlindung karena garam impor jadi mahal kena bea masuk. Bahkan Rizal mengusulkan agar tarif impor garam dikenakan sebesar Rp 200/kg.

"Sistem kuota itu nggak bagus, harus kita ubah jadi sistem tarif," seru Rizal.

Selain melumpuhkan praktik kartel, penggunaan sistem tarif juga bisa memberikan tambahan penerimaan negara. Penerimaan negara dari bea impor ini bisa dikembalikan untuk membantu petambak garam lokal.

Menurut data KKP, izin impor garam yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan kepada importir hingga medio 2015 sudah mencapai 75% dari kebutuhan impor garam industri tahun lalu. Tercatat Januari hingga 30 Juni 2015 telah diterbitkan izin impor garam sebanyak 1,506 juta ton.

Menteri Susi sempat mendesak Kemendag untuk mengurangi impor garam sejak awal 2015 sebesar 1 juta ton atau 50%. Tahun lalu realisasi impor garam sepanjang tahun 2014 hanya sekitar 2,2 juta ton.

Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dampak impor, telah menyebabkan harga garam lokal kualitas 1 (K1) yang harusnya Rp 750/kg, K2 sebesar Rp 550/kg, dan K3 Rp 400/kg. Kini jatuh menjadi hanya Rp 300-375/kg.

Rapat di Kemenko ini adalah tindak lanjut keluhan Susi baru-baru ini yang mengeluhkan kuota garam impor yang menggerus industri garam lokal. Karenannya KPP meminta kementeriannya dilibatkan dalam penentuan impor garam agar dapat melindungi petambak garam lokal. Selama ini KKP tak punya kewenangan terkait impor garam. Akibatnya, KKP tak bisa berbuat apa-apa ketika terjadi banjir garam impor yang mematikan petambak garam lokal.

TAK SETUJU IMPOR DIKURANGI - Namun Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin tak setuju pengurangan impor garam. Menurutnya dari hasil hitung-hitungan pihaknya total kebutuhan garam impor untuk industri tahun ini berada di kisaran 2 juta ton.‎ Sampai kuartal III-2015, izin impor garam yang diterbitkan Kementerian Perdagangan baru sebanyak 1,5 juta ton. Sehingga masih kurang 500 ribu ton lagi hingga akhir tahun.

‎Perhitungan Saleh jauh lebih besar dengan kalkulasi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurut Susi, harusnya impor garam tahun ini paling banyak 1,1 juta ton karena sebagian besar sudah bisa digantikan garam lokal. Apalagi industri aneka pangan sebenarnya bisa menggunakan garam lokal, tak perlu garam impor.

Kendati demikian, Saleh tetap tak setuju usulan Susi yang ingin mengurangi impor garam. Sebab, pengurangan impor garam menjadi hanya 1,1 juta ton akan menyebabkan industri kekurangan bahan baku. Ini bisa berdampak pada  pemutusan hubungan kerja (PHK), jika industri stop berproduksi. "Padahal sekarang kondisi ekonomi kurang baik," katanya.

‎Saleh berdalih, bahwa garam lokal kualitasnya masih rendah, belum bisa menggantikan garam impor yang dibutuhkan industri. Sebab menurutnya, banyak industri aneka pangan yang butuh garam dengan kadar NaCL (Natrium Chlorida) lebih dari 94%, sementara NaCL garam lokal rata-rata masih di bawah 92%.‎

 "Asahi Mas untuk industri kaca, pengeboran lepas pantai, butuh banyak garam industri dari impor setiap tahun," ungkap Saleh.

Contoh lainnya adalah Coca Cola dan Indofood sebagai industri yang butuh garam berkualitas tinggi.‎ Jika dipaksakan harus menggunakan garam lokal, Saleh khawatir industri-industri seperti Coca Cola dan Indofood terganggu produksinya.

"Nanti mereka tutup juga kalau nggak pakai garam industri," kata Saleh

Menurut Saleh saat ini konsen Kemenperin adalah jangan sampai industri kekurangan bahan baku. Sehingga mereka tetap bisa berproduksi.

Saleh, menyarankan sebaiknya kualitas dan produksi garam lokal digenjot dulu sebelum dilakukan pengurangan impor. Jika kualitas garam lokal sudah sesuai dengan kebutuhan industri, barulah impor garam boleh ditutup.‎

Diakui Saleh penggunaan garam industri untuk kebutuhan aneka pangan kerap merembes ke pasar garam konsumsi. Hal ini merugikan petambak garam lokal. Alasan ini menurutnya tak bisa menjadi alasan untuk mengurangi impor garam. Ia berjanji alam melakukan pengawasan ketat bersama Kemendag dan kementerian KKP.

LIMA SOLUSI - Menanggapi masukan dari sejumlah menteri itu untuk mengatasi persoalan garam, Menko Maritim akan mengambil 5 langkah pembenahan untuk memperbaiki tata niaga garam dalam negeri. Pertama, sistem kuota untuk impor garam dihapuskan dan diganti sistem tarif impor garam sebesar Rp 200/kg.

"Ini akan cukup memberi perlindungan. Ini lebih bagus daripada subsidi langsung ke petani," kata Rizal.

Kedua, pengawasan terhadap peredaran garam impor diperketat. Sebab selama ini ditengarai banyak garam industri aneka pangan merembes ke pasar garam konsumsi. Padahal, pasar garam konsumsi tertutup untuk garam impor. Industri-industri yang mengimpor garam tak lagi dibatasi kuota. Namun pemerintah melakukan post audit untuk mencegah rembesan.

Ketiga, dibangun industri garam yang memproduksi garam berkualitas tinggi untuk industri farmasi, kaca, dan sebagainya. Kebutuhan garam industri masih 2,2 juta ton per tahun, perlu industri garam modern.

Keempat, peningkatan kualitas garam lokal agar dapat bersaing dengan garam impor, dengan menciptakan alat-alat sederhana, mudah dipakai rakyat. Kelima, dibentuk Tim Monitoring terdiri pejabat eselon II Kemendag, Kemenperin, KKP, dan Sekretaris Menko Kemaritiman dan Sumber Daya akan bersama-sam  menghitung kebutuhan impor garam, mengawasi dan mengendalikan harga. (dtc)

BACA JUGA: