GRESNEWS.COM - Peredaran uang palsu memprihatinkan. Memanasnya suhu politik jelang Pemilihan Umum (2014) diperkirakan memicu peningkatan politik uang. Pada saat bersamaan, trend beredarnya uang palsu juga makin marak. Apalagi jika harga BBM bersubsidi jadi naik. Para pemain uang palsu bakal "bermain" juga di tahun politik.

TRANSAKSI LANGSUNG - Hati-hati bertransaksi tunai dengan orang yang sama sekali belum Anda kenal. Dua tahun terakhir, trend beredarnya uang palsu cukup mengkhawatirkan. Bahkan bank pun bisa kecolongan, terutama bank-bank di daerah. Terlihat ada peningkatan drastis dari sisi jumlah uang yang beredar. Meski penangkapan demi penangkapan dilakukan Kepolisian terhadap para pengedar uang palsu tersebut. Namun aksi mereka seperti cendawan di muism hujan, hilang satu tumbuh seribu. Jaringan mafia uang palsu ini belum tersentuh.

Aksi paling akhir terjadi kemarin, saat Kepolisian Gunung Kidul menangkap pengedar uang palsu yang tengah membelanjakan duit haramnya di sebuah warung, pinggiran kota. Kasat Reskrim Polres Gunung Kidul AKP Suhadi menyatakan, pelaku yang ditangkap itu bernama Yayan Wahyu Herawan (34), warga Kecamatan Rongkop, Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Di tangan Yayan, polisi menemukan 24 lembar uang palsu pecahan Rp20.000.

"Pelaku saat ini masih dimintai keterangan guna pengembangan lebih lanjut," ungkap Suhadi. Akibat perbuata menyebarkan uang palsu ini, pelaku dijerat dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 miliar.

TOTAL 1,2 TRILIUN - Sekitar lima hari sebelumya, anggota sindikat pengedar uang palsu ditangkap Kepolisian Resort Ciamis, Jawa Barat. Dari tangan tersangka, petugas menyita uang palsu pecahan Rp100 ribu sebesar Rp120 juta dan puluhan juta rupiah mata uang asing Brasil, Real. Tiga pelaku itu ialah ER, H, dan TH, warga Mangunjaya, Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ditangkap saat mengedarkan uang palsu di wilayah Padaherang, Kecamatan, Kabupaten Ciamis. Dua pelaku lain berhasil kabur.

Sehari sebelum itu, Sabtu (4/5) pihak Kepolisian mengungkap jaringan peredaran uang palsu di Bogor, tak tanggung-tanggung, senilai Rp1,2 triliun yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga. Saat ini polisi masih mengejar dua tersangka lain di antaranya Eyang Aswong yang diduga merupakan otak jaringan tersebut. Jaringan ini terbongkar berkat kecurigaan warga. Dari hasil pengembangan yang dilakukan Satreskrim Polres Bogor Kota, petugas menggerebek rumah salah satu tersangka, Nuriyah di Kampung Legok Muncang, Kelurahan Cipake, Kecamatan Bogor Selatan.

Di rumah tersebut polisi menemukan satu koper berisi ribuan uang palsu. Uang palsu rupiah dan sejumlah mata uang asing seperti Real Brasil, Dolar Singapura, dan Yuan China, tersebut berjumlah 59.847 lembar dengan nilai total sekitar Rp1,2 triliun. Namun hasil sitaan diduga baru 30% dari total uang palsu milik pelaku. Uang 1,2 triliun itu terdiri atas 27 lembar pecahan seratus ribu dengan total nilai Rp 2,7 juta, 50.549 lembar uang Brazil pecahan 5.000 senilai Rp252 juta lebih, serta 7.000 lembar Yuan atau mata uang Cina.

Kapolres Bogor Kota AKBP Bahtiar Ujang Purnama menegaskan, pihaknya masih terus menyelidiki asal-muasal uang tersebut. "Penyelidikan masih terus berjalan," ucap Bachtiar di Polres Bogor Kota Sektor Bogor Selatan. Tersangka Nuriyah yang berusia 45 tahun, setelah diselidiki ternyata pernah menjalani hukuman serupa di Sukabumi. Jadi, pengedar yang satu ini memang bisa disebut sebagai pengedar uang palsu kambuhan.

Untuk memuluskan aksi kejahatanya, perempuan ini tak segan-segan mengaku sebagai Perwira Tinggi (Pati) Kepolisian RI, berpangkat inspektur jenderal. "Dari tangan tersangka kami menyita barang bukti satu koper uang palsu sebanyak 59.847 lembar pecahan mata uang asing dan rupiah senilai Rp1,2 triliun lebih,” kata Kapolres Bogor Kota Ajun Komisaris Besar Bahtiar Ujang Purnama. Perinciannya: 27 lembar uang rupiah pecahan Rp 100 ribu, 50.549 lembar Real Brasil, 7.000 lembar Yuan Cina, 400 Real Brasil, dan 15.300 dolar Singapura.

BUKAN MARAK, TAPI LEBIH CANGGIH, KATA BI - Bank Indonesia mengakui, para pembuat uang palsu kini lebih canggih dalam memanfaatkan teknologi. Namun BI menolak jika dikatakan, peredaran uang palsu makin marak memasuki tahun politik ini. Ketika dikonfirmasi wartawan soal ini, mantan Gubernur BI Darmin Nasution awal tahun ini menjelaskan, modus peredaran uang palsu memang kian beragam, tapi belum bisa disebut marak. "Sebetulnya tidak bisa dibilang peredaran uang palsu makin marak, tapi ada metode pembuatan dan peredaran uang palsu lebih canggih. Kita akan antisipasi itu, namun jangan kemudian dianggap peredaran uang palsu sudah marak," kata Darmin.

FAKTANYA MARAK - Bank Indonesia (BI) boleh menyanggah maraknya peredaran uang palsu, tapi fakta di lapangan menunjukkan, dua tahun terkahir temuan uang palsu meningkat pesat. Bank Indonesia di Riau misalnya, sepanjang 2012 menemukan uang palsu Rp26,51 juta atau meningkat sekitar 86% dibandingkan dengan tahun 2011. "Dibandingkan dengan tiga tahun terakhir, temuan uang palsu di Riau pada 2012 meningkat drastis," ujar Peneliti Ekonomi Madya BI Pekanbaru, Abdul Majid Ikram, Kamis (14/3).

Di Medan, selama Januari-Maret 2013, perbankan di Sumatera Utara berhasil menjaring uang palsu senilai Rp60,565 juta. Temuan uang palsu di sistem perbankan ini, meningkat sekitar 100% dibandingkan dengan periode Januari-Maret 2012, yang hanya sekitar Rp34,065 juta. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan temuan uang palsu pada bulan Maret 2013, yang mencapai Rp29,265 juta. Sementara pada Januari dan Februari 2013, meski juga naik, namun masih terbilang belum mengalami lonjakan.

Di Riau, Kepala Bidang Moneter Kantor Perwakilan Bank Indonesia Riau, Muhammad Abdul Madjid Ikhram, pada Kamis (2/5) menyatakan bahwa dalam dua tahun belakangan ini temuan uang palsu di Riau meningkat. Data Bank Indonesia menyebutkan, temuan uang palsu meningkat sejak triwulan I 2011 lalu yang hanya Rp 1,82 juta, triwulan I 2012 sebanyak Rp 5,43 juta hingga triwulan I 2013 yang sebanyak Rp 8,17 juta. Khusus temuan uang palsu pada triwulan I 2013, tercatat sebanyak Rp8,17 juta rupiah. Uang palsu temuan tersebut terdiri dari 64 lembar uang pecahan Rp 100 ribu senilai Rp 6,4 juta, 35 lembar uang pecahan Rp 50 ribu senilai Rp 1,75 juta dan 1 lembar uang Rp 20 ribu senilai Rp 20 ribu.

Di Yogyakarta, jumlah uang palsu yang ditemukan beredar di awal 2013 ini juga mengalami peningkatan. Bank Indonesia mencatat sudah lebih dari 379 lembar uang dengan nominal mencapai Rp33,35 juta. Kepala Seksi Kas Kantor Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta Suyatno mengatakan dominasi uang palsu ini adalah pecahan besar. Pecahan Rp100.000 telah ditemukan 295 lembar dan pecahan Rp50.000 sebanyak 975 lembar. Adapun pecahan Rp20.000 sebanyak 10 lembar dan Rp10.000 hanya satu lembar. "Trennya memang mengalami peningkatan,” ungkapnya.

TERTIPU DUA KALI - Sudah saatnya Pemerintah, khususnya Bank Indonesia memberi perhatian lebih terhadap peredaran uang palsu. Kewaspadaan tetap perlu, terutama menjelang Pemilu dan di tengah isu naiknya harga BBM bersubsidi. Jangan sampai semangat untuk melakukan transaksi malah membuat dua kali tertipu. Sudah kena janji palsu politisi jelang Pemilu, masih dibayar pakai uang palsu pula. (GN-02)

BACA JUGA: