GRESNEWS.COM - Wamenkumham Denny Indrayana sempat sejenak menjadi penyebar virus ketakberdayaan aparat, saat curhatnya kepada Ketua KPK Abraham Samad, terkait ulah koruptor kakap yang bisa pulang dan jalan-jalan ke mal diekspos media. Rakyat akan mudah melihat, Wakil Menteri yang selama ini dianggap kompeten saja sudah merasa dirinya nyaris impoten. 

MASIH ADA WAKTU - Tak seperti kuman yang butuh media untuk berpindah, virus menular lewat udara. Salah satu motivator terbaik di negeri ini, Jamil Azzaini, pernah bilang, mengantuk adalah salah satu virus yang menyebar di udara dan dengan mudah menular dari satu ke lain orang. Satu saja menguap, yang lain bisa ikut merasakan kantuk. Nah, ketakberdayaan itu mirip virus ngantuk. Sekali diucapkan, energi negatifnya bisa dirasakan serentak oleh banyak orang.

Jadi, keputus-asaan Denny Indrayana menghadapi ulah para koruptor kakap di Lapas, sesungguhnya virus menular yang berbahaya buat insan penegak hukum di negeri ini. Energi negatif itu bisa menular dengan cepat dan melemahkan sendi-sendi yang tadinya bersemangat, termasuk sendi-sendinya Abraham Samad. Bahkan mungkin juga sendi-sendi kalangan masyarakat antikorupsi. 

Untunglah, Denny "meralat sebagian" curhatnya. Beruntung dia cepat menyadari, betapa berbahayanya jika virus ketakberdayaan penegak hukum itu telanjur menyebar. 

KIBARKAN BENDERA PUTIH - Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad kepada wartawan mengungkapkan, hasil penelaahan KPK menunjukkan, banyak koruptor kelas kakap leluasa keluar-masuk sel tahanan. Tak hanya pulang ke rumah masing-masing, terpidana bahkan bisa jalan-jalan ke mal. Abraham lalu menelepon Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.

Cerita itu diangkat oleh Abraham usai berbicara di sebuah seminar di Jakarta, Kamis (9/5). "Kemarin Pak Denny sempat menelepon saya. Dia juga sangat tidak punya kemampuan lagi untuk bisa menangani yang seperti itu," ucap Abraham. Kata Samad, Denny juga curhat, penyimpangan itu sangat sulit dipantau. Oknum sipir dan penjaga di dalam Lapas sulit dikontrol agar tidak mudah memberi izin tahanan maupun narapidana keluar dari Lapas.

Statement Abraham Samad ini langsung jadi hits dan mendapat banyak tanggapan, baik yang bernada positif maupun negatif. Sampai akhirnya, Denny sendiri menampik sebagian cerita Samad, terutama yang mengesankan Kementerian Hukum dan HAM kewalahan menghadapi ulah para koruptor kelas kakap. "Atas statement tersebut, saya langsung menelepon ke Abraham Samad. Saya minta Ketua KPK menjelaskan napi siapa dan lapas mana yang napi korupsinya sering keluar malam," ujar Denny dalam siaran pers yang diterima Kamis (9/5) malam.

Namun, Denny menambahkan, Abraham mengaku belum memiliki data dan akan segera memberitahukan setelah data terkumpul. Denny juga mengklarifikasi pernyataan Abraham yang menyebut dirinya meminta bantuan KPK untuk menampung perkara koruptor karena sudah kewalahan. "Perlu juga diluruskan terkait pemberitaan bahwa kami kewalahan menangani napi. Dengan segala hormat, pernyataan Ketua KPK tidak akurat," ucap Denny.

Denny mengakui menghubungi Abraham untuk membahas tentang penempatan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin di Rutan Guntur. "Tapi konteksnya untuk pengamanan. Nazar pernah berkirim surat untuk ditempatkan kembali di Rutan Mako Brimob. Pak Amir dan saya tidak setuju," sebut Denny. Kementerian menilai lebih tepat jika Nazaruddin ditempatkan di Rutan Guntur. 

MENYOAL JABATAN RANGKAP - Di tengah kontroversi pernyataan Samad dan tangkisan Denny, politisi dari Partai Golkar Poempida Hidayatulloh mencoba melihat dari sisi lain. Kata Poempida, curhat Wamenkumham itu menunjukkan pekerjaan rumah Denny yang sudah sedemikian banyak, dan tak kunjung selesai, menyebabkan sang Wakil menteri pusing sendiri. 

Dan ketakberdayaan itu, menurut Poempida, salah satunya disebabkan lantaran Denny juga merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama PT. Jamsostek. Masih menurut Poempida, Jamsostek kini sedang dalam proses transformasi menuju BPJS Ketenagakerjaan. Jamsostek pun melakukan manajemen uang simpanan para pekerja yang jumlahnya ratusan triliun rupiah. Jelas manajemen seperti ini bukan bidang kompetensi seorang Denny Indrayana.

Poempida menambahkan, untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan jabatan utamanya (Wamenkumham) dan bidang yang menjadi kompetensinya (hukum) saja, Denny sudah berkeluh kesah seperti itu. Bagaimana mungkin Denny bisa menyelesaikan berbagai masalah di Jamsostek yang juga menjadi tanggungjawabnya?

"Saya melihat, Denny tidak akan dapat fokus mengurus Jamsostek. Terlebih lagi ini bertentangan dengan Kebijakan Menteri Negara BUMN mengenai larangan jabatan rangkap di jajaran Komisaris dan Direksi BUMN, yang bertujuan membuat para Pejabat Komisaris dan Direksi BUMN dapat lebih fokus dan bekerja maksimal untuk BUMN yang dipimpinnya," tegas Poempida kepada Gresnews.com, hari ini Jumat (10/5). 

MASIH BELUM TERLAMBAT - Denny diduga sempat curhat ke Abraham Samad, dan Samad tanpa filter langsung menjadikan itu sebagai statement di depan wartawan. Beruntung, siaran pers Denny menunjukkan, sang Wamenkumham tidak benar-benar terserang "virus ketakberdayaan". Denny masih bisa menyemangati dirinya sendiri, dengan melawan sebagian statement Samad. Pernyataan Abraham Samad bak obat yang membuat Denny kelak lebih waspada dalam mengeluarkan jurus curhat.

Di samping itu, jika ingin fokus membabat mafia Lapas, anjuran Poempida agar Denny melepaskan jabatannya di Jamsostek patut dipertimbangkan. Denny juga perlu darah segar agar program perbaikan Lapas yang dulu pernah ia canangkan, bergulir kembali. 

TINDAK MAFIA LAPAS - Jangka pendek, ucapan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Hanura Syarifudin Suding yang menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak Lapas harus dipertanggungjawabkan, perlu didengar. "Ketika ada tahanan terpidana bisa keluar dari tahanan, ini namanya penyalahgunan oleh pihak Lapas. Mereka harus bertanggung jawab," tandas Syarifudin kepada Gresnews.com, Jumat (10/5). Dia juga mengusulkan agar menempatkan koruptor di Lapas Nusa Kambangan. "Saya sih dari dulu minta supaya koruptor dibawa ke Nusa Kambangan, biar kapok," imbuh Syarifudin. 

Sementara anggota Komisi III lainnya, Eva Sundari dari PDIP menyayangkan, siapapun yang punya uang bisa bertransaksi di Lapas. "Mentalitas petugas lapas kacau semuanya, banyak Lapas bermasalah, laporan dari berbagai daerah sama," katanya kepada Gresnews.com. Solusi untuk hal itu, menurut Eva, harus ada reformasi total di bidang kelapasan, di semua daerah di Indonesia. (LAN/GN-02)

BACA JUGA: