-
Aturan Penenggelaman Kapal Ilegal
Jum'at, 12/01/2018 07:00 WIBKadin: Saatnya Menteri Susi Fokus Bangun Industri Perikanan
Kamis, 11/01/2018 13:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mendukung pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang memerintahkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti untuk fokus membangun industri perikanan pada 2018. Kadin menilai, setelah tiga tahun menenggelamkan kapal, Menteri Susi sebaiknya fokus mengatasi ancaman deindustrilisasi perikanan serta meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian.
"Era marketing kebijakan di kementerian sebaiknya diakhiri saja. Sudah tiga tahun, ikan melimpah ruah di laut. Dunia sudah tahu kita tegas. Mau diapakan kalau tidak ada industrilisasi dan pelibatan swasta," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Kawasan Timur Indonesia H. Andi Rukman Karumpa, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (10/1).
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Luhut mengadakan rapat koordinator bersama dengan sejumlah menteri yang berada di bawah koordinasinya. Rapat koordinasi sendiri membahas berbagai isu di sektor maritim, mulai dari soal perhubungan, pariwisata, hingga kelautan. Yang paling menonjol dalam rapat tertutup itu ialah pembahasan di sektor kementerian yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti.
Pasalnya, usai rapat, Luhut mengatakan bahwa dirinya telah memerintahkan kepada Susi agar tidak lagi menenggelamkan kapal pencuri ikan. Hal itu diminta Luhut setelah tiga tahun Susi melakukan aksi penenggelaman kapal. Andi mengatakan, pihaknya setuju dengan usulan Luhut kapal-kapal yang melanggar akan disita untuk dijadikan aset negara. "Era marketing sudah selesailah, lebih ada manfaatnya kapal dikasih ke nelayan yang butuh kapal-kapal modern," ujar Andi.
Andi mengatakan, saat ini kawasan timur Indonesia paling terpukul dan terjadi deindustrilisasi perikanan dalam tiga tahun terakhir akibat dari munculnya berbagai kebijakan yang tidak memberi solusi kepada pelaku usaha. "Andalan perekonomian KTI itu ada di laut. Tapi ini yang terpukul dan susah bangkit. Banyak kapal nelayan sekarang jadi bangkai dan besi tua," ujar dia.
Andi mengatakan, industri perikanan Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dari Vietnam. Padahal lautan negara tersebut tak seluas Indonesia. Sepanjang 2017, mampu mengekspor ikan dan olahannya senilai US$ 8,3 miliar sedangkan Indonesia hanya separuhnya. Dia mengatakan, bahkan Vietnam mampu membangun industri makanan olahan berbasis kelautan dan kemudian diekspor ke mancanegara.
"Asosiasi pengusaha seafood-nya Vietnam (VASEP) bilang ke kita untuk ekspor seafood bahan baku udang saja sebesar US$ 3,8 miliar nilai ekspornya tahun lalu. Artinya, industrilisasi negara yang jauh lebih kecil dari Sumatera ini sudah jalan dan kita makin ketinggalan," terang Andi.
Tak hanya dengan Vietnam, Indonesia juga tertinggal dari Papua Nugini untuk ekspor ikan tuna. Padahal, tahun 2012 ekspor ikan tuna Indonesia tiga kali lipat dari Papua Nugini. "Saat ini ekspor Tuna Papua Nugini delapan kali lebih besar dari Indonesia. Tahun 2016 saja, dia ekspor 872.744 ton, sedangkan kita hanya 115.953 ton. Kita kalah karena peralatan kapal kita bobotnya 1.372 GT sedangkan kita hanya 91,5 GT," ucap Andi.
Sebab itu, pihaknya meminta agar Susi segera fokus menjalankan Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. "Sudah hampir dua tahun Inpres ini muncul tapi belum mampu membangkitkan optimisme pelaku industri perikanan di berbagai daerah. Hal ini disebabkan berbagai aturan dibawahnya di kementerian perikanan tidak mengalami relaksasi sebagaimana diinginkan Presiden kita," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, guna percepatan pembangunan industri perikanan nasional, Presiden Joko Widodo pada 22 Agustus 2016 telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Inpres tersebut ditujukan kepada 25 (dua puluh lima pejabat), yaitu Menko Polhukam, Menko Kemaritiman, Menko Perekonomian, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Mendagri, Menlu, Menteri Keuangan, Menhub, Menperin, Mendag, Menteri ESDM, Menteri PUPR, Menteri BUMN, Menristek Dikti, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menkop dan UKM, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala Bakamla, Kepala BKPM, Kepala BNPP, Kepala BPOM, para gubernur, dan para bupati/walikota.
Andi mengatakan, meski telah hampir dua tahunan Inpres ini berjalan, dunia usaha belum merasakan manfaatnya. "Kebijakan Pak Jokowi sudah sangat bagus. Pelaksanaan dibawahnya ini belum jelas dan pengusaha pun sudah banyak yang tidak ingat," ujar dia. (mag)Luhut dan Susi "Adu Kuat" Soal Penenggelaman Kapal
Selasa, 09/01/2018 12:53 WIBSebelumnya Susi pernah mengungkapkan ada pihak yang ingin agar penenggelaman kapal asing dihentikan. Bahkan, mereka menginginkan agar kapal-kapal asing itu boleh digunakan kembali dengan cara dilelang lebih dulu.
Susi Bakal Rebut Pasar Ekspor Ikan Uni Eropa
Selasa, 31/10/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertekad untuk merebut pasar ekspor produk perikanan dari dalam negeri ke Uni Eropa, yang selama ini dikuasai oleh Vietnam. Dia menegaskan, peluang itu sangat besar menyusul kartu kuning yang dikenakan ke Vietnam oleh Uni Eropa lantaran telah melanggar perjanjian illegal fishing yang telah disepakati.
"Vietnam sudah kena kartu kuning, dia baru dikenakan kartu kuning minggu kemarin dari Uni Eropa karena nyuri terus. Dia tidak menunjukkan komitmen yang kuat untuk memberhentikan orang-orangnya yang melakukan illegal fishing," kata Susi saat ditemui di Jakarta, Senin (30/10).
Menurutnya, kartu kuning yang diberikan kepada negara tersebut berpeluang membuat produk perikanannya yang selama ini diekspor ke Uni Eropa akan diboikot untuk masuk. "Kalau mereka (Vietnam) nanti dapat merah kan bisa diblok, kalau kartu kuningnya enggak ada perbaikan, langsung merah. Biasanya orang Eropa patuh karena marketnya bisa boikot," terang Susi.
Salah satu produk Vietnam yang sudah dilarang masuk ke Uni Eropa fillet ikan Dori (Patin) yang memiliki kandungan tripolyphosphate yang melebihi ambang batas. Hal ini juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengambil pasar ekspor ikan patin yang selama ini diambil oleh Vietnam ke Uni Eropa dan juga Amerika Serikat (AS).
"Vietnam kan kena banned (boikot) Amerika Serikat produknya yang pangasius atau ikan patin. Jadi dia enggak boleh lagi ekspor ke AS karena kebanyakan chemical content," ucapnya.
"Kita ingin kerahkan ramai-ramai nih ngawasin, supaya penyelundupan tidak terjadi lagi di Indonesia, sehingga nanti petani Patin kita bisa bermanfaat dan bisa ekspor ke Amerika Serikat," tegas Susi.
Sebelumnya, Susi memastikan, langkah memerangi illegal fishing bukan untuk sekedar gagah-gagahan, namun membuktikan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat. Susi menegaskan, laut sudah lama tidak diperhatikan. Ini terlihat dari data sensus terakhir, selama 2003-2013 ada penurunan jumlah rumah tangga nelayan sampai 50%. Stok ikan turun lebih dari 100%.
"Ini yang menunjukkan bahwa laut telah lama tidak kita perhatikan dan telah lama tidak menjadi sumber kesejahteraan warga Indonesia," ungkap Susi saat persiapan penenggelaman kapal di Selat Lampa, Natuna, Minggu (29/10).
Data lainnya, kata Susi, Indonesia kehilangan 115 eksportir legal pada periode yang sama. Sementara negara tetangga terus mengalami peningkatan ekspor, padahal sumber dayanya tak sebanyak Indonesia.
"Melihat dari angka-angka ini tentu sudah saatnya kita bangkit. Kita tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Namun kondisi ke depan harus kita betulkan dan jadikan momen merebut kembali kemenangan kedaulatan ekonomi kemaritiman kita," jelasnya.
Laut juga garis terdepan Indonesia, sebab berbatasan langsung dengan banyak negara. Maka Susi selalu mengingatkan pentingnya menjaga laut Indonesia. "Sisi maritim harus merubah mindset kita semua. Keamanan laut, penjagaan laut daripada kejahatan-kejahatan baik pencurian ikan maupun lainnya jadi salah satu prioritas utama. Angkatan udara dengan kekuatan patrolinya juga kepolisian dengan polair-nya, semua bahu membahu, bakamla, kejaksaan, dengan dibentuknya satgas 115 itu menunjukkan komitmen presiden kepada bangsa kita," terang Susi
"Bahwa laut harus kita amankan. Bahwa laut adalah milik kita. Dan hasilnya dengan penenggelaman kapal selama dua tahun ini sejumlah 317 kapal plus kita tambahkan hari ini simbolik 17 dan akan dilanjut dengan 30 lainnya, dan juga nanti tambahan lagi yang kita tangkap dari pencuri ikan di wilayah laut kita," paparnya.
Dalam tiga tahun terakhir, stok ikan yang tadinya di 2014 hanya 6,5 juta sekarang menjadi 12,5 juta. Konsumsi ikan juga naik 7 kg per kapita per tahun. Artinya, Susi menjelaskan, rakyat Indonesia sudah makan ikan dalam satu tahun terakhir mencapai 1 juta 750 ton. "Bila itu dinilai dengan satu dolar per kilogram, itu adalah nilai ekonomi sebesar US$ 1,75 miliar kalau dirupiahkan itu lebih dari Rp 3.000 triliun," tegas Susi.
Dalam semester I-2017 kenaikan ekspor ikan mencapai 30% dari yang rata-rata per tahun US$ 4,6 miliar. Sampai dengan akhir tahun diproyeksi bisa di atas US$ 5 miliar. Susi meminta seluruh pihak mengubah persepsi. Industri perikanan dan kelautan bukan tentang kapal raksasa yang selama ini menjadi penyebab hancurnya terumbu karang dan mengangkut bibit-bibit ikan.
"Kita kelola wilayah laut kita dengan berkelanjutan. Karena kita ingin laut menjadi masa depan bangsa, bukan hari ini, bukan anak kita saja, bukan cucu kita, tapi juga cicit cicit dari cicit kita," pungkasnya. (dtc/mag)Susi Targetkan Tenggelamkan 100 Kapal Pencuri Ikan
Minggu, 17/09/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti punya target spektakuler tahun ini. Dia mengatakan, bakal menenggelamkan 100 kapal pencuri ikan hingga akhir tahun. Saat ini, kata Susi, yang sudah ditenggelamkan mencapai 317 kapal.
"Kita menenggelamkan 317 kapal, dan kita masih ada 100 kapal lebih yang siap ditenggelamkan tahun ini," kata Susi saat di Universitas Halu Oleo, Kendari, Jakarta, Sabtu (16/9/2017).
Menurut Susi, penenggelaman akan terus dilakukan. Apalagi, menurut Susi, terdapat 1.300 kapal ikan berizin, namun 1 izin itu ternyata digunakan untuk 5 kapal sampai 10 kapal.
Penyelesaian kapal pencuri ikan mulai dari penenggelaman hingga meminta pemerintah dari negara-negara tempat kapal tersebut terdaftar mencegahnya masuk kembali ke Indonesia.
"Kalau tidak diselesaikan, mau pemberdayaan nelayan tidak bisa, stok ikannya tidak ada, pada 2014 hanya 6,5 juta ton stok ikan, satu jumlah memprihatinkan, turun banyak sekali, dari dulu pencurian sudah ada," jelas Susi.
Susi menambahkan, maraknya pencurian ikan justru terjadi saat kapal-kapal mendapat izin operasi. Pasalnya, 1 izin justru dipakai untuk beberapa kapal penangkap ikan.
Misalnya, satu izin digunakan untuk 5 kapal dengan kapasitas yang sama dan cat yang sama sebagai modus. Para nakhoda kapal memegang juga foto kopi izin tersebut.
"Kapal-kapal ini besar sekali, Vietnam terkecil 70-150 GT, Thailand, Tiongkok, Taiwan, dari negara lainnya besar 200 GT, 500 GT. Trawl mereka jaringanya 50 km, long linenya beribu mata pancing, dan itu akan cepat menghabiskan SDA (Sumber Daya Alam). Dengan penegakan hukum yang sangat keras, pemerintah bersinergi, bersatu dalam Satgas 115 dan KKP menjadi komandan," tegas Susi. (dtc/mag)
KNTI: Pemerintah tak Serius Bangun Industri Perikanan
Senin, 17/07/2017 13:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai pemerintah tak serius membangun industri perikanan. Hal itu terlihat dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 yang tidak terlihat menapaki jalan menuju Industrialisasi Perikanan Indonesia.
Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwijaya mengatakan, Peta Jalan Industrialisasi Perikanan telah dijelaskan lebih lanjut dalam Perpres No. 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional sebagai tindak lanjut dari Inpres No.7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Marthin menambahkan, beberapa program strategis untuk membangun industri perikanan seperti revitalisasi galangan kapal nasional, dan upaya Pemberdayaan koperasi nelayan tidak diusulkan pemerintah dalam RKP 2018.
Menurut Marthin dari berbagai program nasional yang diusulkan, titik berat dari arah kebijakan kelautan dan perikanan nasional masih tidak jauh berubah dari kebijakan sebelumnya yaitu untuk mendorong tingkat produksi. "Hal ini terlihat dari program prioritas mengenai peningkatan produksi pangan yang mendorong produksi ikan 17,3 juta ton," ujarnya dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Senin (17/7).
Produksi ikan yang dipatok mencapai 17,3 ton, lanjut Marthin, tidak realistis mengingat berbagai permasalahan pada pengelolaan perikanan yang belum diselesaikan. Beberapa masalah yang muncul hingga kini yaitu terkait masalah alih alat tangkap, pengelolaan sumber daya perikanan yang dinilai telah overfishing, pemberdayaan nelayan seperti pengelolaan usaha perikanan berbasis koperasi dan akses terhadap permodalan, serta restorasi sumber daya pesisir dan laut yang penting sebagai pendekatan ketersatuan ekosistem belum juga menjadi perhatian utama pemerintah.
Wasekjen KNTI Niko Amrullah menjelaskan lebih lanjut, terdapat empat catatatan penting dari RKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2018. Pertama, perbaiki tata kelola implementasi kegiatan pengadaan kapal terutama kapal dibawah 30 GT yang memakan anggaran hingga Rp. 182,68 Milyar. Karena, kegiatan sejenis untuk tahun 2017 saja belum terselesaikan secara tuntas.
"Kedua, perbaikan tata kelola asuransi nelayan , terkhusus pada mekanisme pencairan asuransi oleh nelayan yang masih rumit dan diperlukan pendampingan intensif kepada nelayan," kata dia.
Ketiga, lanjut Niko, kegiatan untuk lembaga pengelolaan perikanan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) harus jelas orientasinya yakni untuk mempercepat implementasi Perpres Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Lebih bagus, dibuat pilot project di 3 lokasi unggulan, agar dapat terpantau secara optimal dan menjadi cerita sukses untuk wilayah lainnya. Daripada hanya sekadar festivalisasi launching kegiatan atau sejenisnya.
"Terakhir, diperlukan sinergi lokus kegiatan antar direktorat teknis, agar tercipta intervensi hulu-hilir secara terintegrasi," pungkas Niko. (mag)
Operasi Illegal Fishing Diklaim Tingkatkan Stok Ikan
Senin, 08/05/2017 10:00 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengklaim upayanya melakukan pemberantasan illegal fishing telah meningkatkan ketersediaan stok ikan yang bisa ditangkap di Indonesia hingga 4 juta ton, dari sebelumnya hanya 6,5 juta ton menjadi 9,5 juta.
Untuk itu Susi mendorong para nelayan agar beralih ke manajemen tata kelola yang berkelanjutan, untuk menjaga kedaulatan perikanan nasional. Langkah itu untuk mengantisipasi rezim eksploitasi yang selama ini dilakukan oleh nelayan. Pola tersebut menurut susi telah banyak merugikan, baik nelayan maupun masyarakat Indonesia. Ditandai dengan kondisi tangkapan ikan yang semakin lama semakin menurun.
"Rezim eksplotatif sudah tidak boleh lagi dipakai dalam manajemen Sumber Daya Alam (SDA) kita. Saya mohon bantuan bapak/ibu semua, kita tinggalkan rezim eksploitasi, kita menuju rezim penataan SDA yang sustainable," ujarnya saat acara bakti sosial Peduli Kanker oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Minggu (7/5).
Susi juga menyampaikan, pengetahuan yang minim nelayan kerap membuat mereka memiliki anggapan yang keliru pada kebijakan yang canangkan pemerintah. Padahal, tanpa upaya keberlanjutan, industri perikanan akan terhenti.
Terbukti dengan dengan berkurangnya kapal asing, sekarang stok ikan yang boleh ditangkap Indonesia sudah meningkat dari 6,5 juta ton menjadi 9,9 juta ton. Kenaikan 4 juta ton itu kalau dihargain US$ 1 saja Rp 13 ribu, itu sudah US$ 4 miliar," tuturnya.
Susi menegaskan larangan eksploitasi di dunia perikanan, bertujuan untuk menghasilkan produksi ikan yang lebih besar. Hal ini menurutnya harus dipahami seluruh nelayan. " Tahun ini saja hampir mendekati 12 juta ton potensi tangkap perikanan Indonesia. Begitu cepat laut recovery kalau kita jaga," katanya. (dtc/rm)Industri Perikanan Mandek karena Polemik Cantrang
Kamis, 04/05/2017 15:50 WIBPolemik soal larangan penggunaan alat tangkap cantrang atau trawl bagi para nelayan masih terus berkepanjangan.
Kegagalan Poros Maritim Lindungi Nelayan
Kamis, 13/04/2017 20:00 WIBVisi Poros Maritim Jokowi-JK dinilai gagal melindungi nelayan, khususnya perempuan nelayan. Kegagalan ini terjadi akibat Poros Maritim menjadi komoditas bisnis dan orientasi pembangunan hanya fokus pada pembangunan semata.
Hari Nelayan dan Pertanyaan Soal Kesejahteraan Nelayan
Kamis, 06/04/2017 09:00 WIBKarena itu, momentum Hari Nelayan tahun ini harus dijadikan sebagai momentum pemerintah dan organisasi nelayan, pembudidaya ikan, dan perempuan nelayan untuk saling membuka diri dan bergotong-royong guna mengembalikan kebangkitan perikanan nasional.
Komitmen Rendah Pemerintah Soal Perlindungan Nelayan
Minggu, 11/12/2016 18:00 WIBPemerintah diminta tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomis lalu mengabaikan persoalan serius seperti perlindungan hukum terhadap nelayan tradisional.
Berhitung Ulang Libatkan Asing di Industri Penangkapan
Kamis, 11/08/2016 17:00 WIBPembukaan keran investasi ini hanya kedok bagi kapal asing untuk kembali mengeruk kekayaan perikanan Indonesia.
Membedah Putusan Mahkamah Arbitrase Hukum Laut China Selatan
Kamis, 14/07/2016 17:00 WIBPembangunan pulau-pulau buatan di Laut China Selatan sejatinya punya dua fungsi, yakni memperkuat klaim kedaulatan China dan menjadi wadah keberadaan China di ranah militer dan sipil.
Slogan Kosong Poros Maritim Dunia
Minggu, 12/06/2016 21:00 WIBBeberapa kebijakan di bidang kelautan dan pesisir dianggap tidak memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain pemberian izin reklamasi di sejumlah kabupaten/kota di wilayah pesisir Indonesia dan masuknya pengaturan kegiatan pertambangan laut dalam revisi UU Minerba.
KKP Ungkap Perdagangan Biota Laut Dilindungi
Jum'at, 27/05/2016 19:30 WIBDalam praktik illegal fishing itu juga kerap terjadi pencurian biota laut yang dilindungi untuk dijual secara gelap dan disuplai ke wahana hiburan laut atau sea world di seluruh dunia.