JAKARTA - Upaya untuk memperpanjang masa kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) terus dilakukan, kendati bila berhitung, negara lebih banyak dirugikan bila dilakukan perpanjangan kontrak. Salah upaya itu adalah dengan membuat payung hukum, yakni lewat pembahasan kembali revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP Minerba).

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menjelaskan ada potensi kerugian negara sekitar US$1 miliar per tahun bila kontrak diperpanjang. "Tentu sangat dahsyat dan mudah memancing penguasa berkolaborasi dengan pengusaha ini," kata Yusri kepada Gresnews.com, Selasa (28/1).

Ia menjelaskan kerugian itu berasal dari produksi delapan tambang pemegang kontrak Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yakni PT Adaro, PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal, PT Kendilo Coal, PT Multi Harapan Utama dan PT Tanito Harum. Dari delapan PKP2B tersebut, total produksi per tahun sekitar 200 juta metrik ton.

Dengan asumsi pesimistis keuntungan bersih US$5 per metrik ton saja maka didapat angka sekitar US$1 miliar per tahun. Bagaimana kalau keuntungannya selama ini sekitar US$8 sampai US$10 per metrik ton? "Sehingga dengan asumsi pesimistis saja, kalau diperpanjang dalam bentuk IUPK selama 20 tahun maka potensi kehilangan pemasukan bagi BUMN Tambang sekitar US$20 miliar," ungkapnya.

Menilik potensi kerugian negara yang sangat besar tersebut, kata dia, KPK perlu memanggil menteri ESDM lantaran telah berinisiatif untuk merevisi PP Minerba yang dilakukan sekarang ini. Padahal sudah jelas dan terang benderang pesan yang disampaikan oleh KPK kepada Presiden Joko Widodo sekitar Mei 2019 agar jangan meneruskan proses revisi PP Minerba sebelum dilakukan revisi UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 di DPR.

Begitu juga presiden bisa menegur semua menteri yang terlibat dalam proses revisi PP Minerba ini untuk mengindahkan rekomendasi KPK, yaitu melakukan upaya percepatan RUU Minerba di DPR atau presiden berani mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Minerba.

Namun kalau tetap dipaksakan revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 hanya untuk memperpanjang PKP2B menjadi IUPK kepada pengusaha ini maka kedua unsur tindak pidana korupsinya terpenuhi sesuai UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena sudah ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara mudah dihitung dengan kasat mata. 

"Hal itu penting dan perlu dilakukan segera. KPK dengan fungsi kewenangan melakukan pencegahan, harus bertindak agar publik tidak menduga ada menteri superior menyamai kekuasan presiden yang bisa mendikte menteri ESDM," imbuhnya. (G-2)

BACA JUGA: