JAKARTA - Masa kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) segera berakhir. Namun hingga kini belum ada payung hukum yang jelas untuk menetapkan menetapkan apakah kemudian diserahkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau masih ada peluang perpanjangan.

Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Gus Irawan Pasaribu menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) memang ada opsi diserahkan ke BUMN tapi ada peluang diberi perpanjangan 2x10 tahun. "Jadi masih ada kontradiksi dan debatable di sini. Ini mesti diselesaikan agar para pelaku usaha ada kepastian hukum," kata Gus Irawan kepada Gresnews.com, seusai sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (4/12).

Ia menjelaskan di sektor minerba masih ada semacam wilayah abu-abu (grey area), termasuk dalam hal kewajiban melakukan pemurnian atau hilirisasi dengan membangun smelter. Maka dari itu, lanjut Gus Irawan, Komisi VII DPR periode lalu telah mengambil inisiatif untuk merevisi UU Minerba, namun tidak sempat diselesaikan.

Menurut dia, lantaran ketiadaan kepastian hukum itulah, PT Tanito Harum sedang menuntut pemerintah atas pembatalan perpanjangan kontrak mereka. "Dalam Pasal 171 UU Minerba itu ada peluang perpanjangan, hingga Tanito gugat pemerintah," ujarnya.

Pada 11 Januari 2019, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat menerbitkan perpanjangan kontrak Tanito yang berakhir pada 14 Januari 2019. Kontrak Tanito diperpanjang hingga 20 tahun ke depan melalui surat bernomor 07.K/30/MEM/2019 dengan luasan 34.585 hektare

Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu Ignasius Jonan mencabut surat perpanjangan operasi PT Tanito Harum yang dikendalikan oleh taipan Kiki Barki Makmur tersebut, lantaran adanya surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas saran KPK itulah maka Jonan membatalkan izin PT Tanito pada 12 Juni 2019.

Pada periode 2019-2025 mendatang, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021. Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Energy Tbk (ADRO), yang masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.

Mengutip profil perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia, misalnya, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), untuk posisi Presiden Direktur dijabat oleh Garibaldi Thohir (Boy Thohir), yang merupakan kakak dari Menteri Negara BUMN Erick Thohir. Sementara itu posisi Presiden Komisaris diduduki oleh Edwin Soeryadjaya. 

Emiten dari Grup Bakrie juga menanti keputusan perpanjangan atau penghentian kontrak batu bara, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia yang merupakan entitas ventura bersama di PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Sebagai catatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar semasa Aburizal Bakrie (Ical) menjadi Ketua Umum Partai Golkar, namun ia mundur pada 2014. Luhut juga diketahui berbisnis batu bara melalui PT Toba Sejahtra. 

PT Toba Bara Sejahtera Tbk. (TOBA) mayoritas sahamnya saat ini dikuasai oleh Highland Strategic Holdings Pte. Ltd. Mengutip laman resmi perusahaan, sejak awal tahun 2017, Highland Strategic Holdings Pte Ltd, suatu perusahaan investasi yang berbasis di Singapura, melakukan pengambilalihan saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra Tbk (“Toba Bara”) sebesar 61,7% dari PT Toba Sejahtra, di mana kepemilikan Luhut Binsar Pandjaitan di TBS melalui TS menjadi 9,99%. (G-2)

BACA JUGA: