JAKARTAKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang gonjang-ganjing setelah pengesahan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh DPR. Penanganan kasus pun diprediksi semakin berat seiring dengan kewenangan KPK yang diamputasi.

Dalam kasus korupsi migas, KPK baru saja menetapkan Managing Director Pertamina Energy Services (PES) 2009-2013—selanjutnya menjabat Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd 2014-2015—Bambang Irianto sebagai tersangka. Bambang disangkakan menerima uang sebesar US$2,9 juta (setara Rp40,6 miliar) dari pihak PT Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) Indonesia yang diduga berkaitan dengan kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk PES/PT Pertamina (Persero).

Masalahnya semakin pelik lantaran kasus migas seperti itu kerap kali melibatkan pihak asing atau luar negeri. Menurut ahli hukum pidana Chairul Huda, salah satu jalan untuk mengejar tersangka korupsi yang melibatkan pihak asing/luar negeri adalah melalui Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistances/MLA). "Tapi ini harus Government to Government (G to G)," kata Chairul kepada Gresnews.com, Rabu (18/9).

Untuk diketahui, Pemerintah dan DPR bersepakat mengesahkan perjanjian MLA antara Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) dalam Rapat Paripurna DPR pada Rabu, 13 Februari 2019. Sebelumnya Pemerintah Indonesia juga menandatangani kesepakatan yang sama dengan pemerintah Swiss. Salah satu kesepakatan dalam perjanjian itu adalah tentang pelacakan, pembekuan, penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana. Selain Swiss dan UEA, Pemerintah Indonesia juga memiliki perjanjian kerja sama dengan Korea Selatan, Australia, Hongkong, China, India, Vietnam, dan Iran.

Namun bagaimana bila tersangka KPK itu warga negara Singapura atau negara lain yang tidak memiliki perjanjian MLA dengan Indonesia? "Nggak terjangkau, karena suatu negara pasti melindungi warganya," tutup Chairul.

PIHAK PENYUAP
Dalam penjelasannya pekan lalu, KPK menyatakan pihak yang diduga menyuap Bambang adalah dari Kernel Oil. Bambang mendirikan perusahaan cangkang bernama SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island. Tujuannya untuk menampung dana yang diduga hasil suap tersebut selama 2010-2013. KPK menduga peran Bambang adalah berkaitan dengan penentuan peserta tender yang menjadi rekanan PES—yang seharusnya termasuk dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT). Ada satu perusahaan yang sering diundang mengikuti tender: Emirates National Oil Company (ENOC). Perusahaan ini diduga ‘dipinjam benderanya’ oleh pihak Kernel Oil untuk mengikuti tender pengadaan minyak mentah.

ENOC mengikuti lelang di PT Pertamina (Persero). Fakta itu termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Pemeriksaan Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero) dan Petral/PES Tahun 2012, 2013, dan 2014 (Semester 1) di Jakarta, Batam, Cilacap, Surabaya, Singapura, Hongkong, Aljazair, dan Dubai, tanggal 13 Januari 2015.

Pengadaan minyak mentah Saharan pada 2012-2013 melalui PES menunjukkan alpha untuk kargo CFR rata-rata adalah US$3,9/bbl. Secara formal, pengadaan tersebut telah dilakukan melalui National Oil Company (NOC). Namun, menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), NOC tersebut bukanlah pemilik yang masuk dalam kategori produsen minyak mentah Saharan. Produsen Saharan adalah Sonatrach, CEPSA, Adanarko, Lasmo, Maersk Oil, dan Talisman.

Berdasarkan Akta Perusahaan PT KOPL Indonesia tertanggal 5 Agustus 2016, kedudukan perusahaan di Gd. Equity Tower Lt. 35 Unit B, SCBD Lot 9, Jl. Sudirman Kav. 52-53, Senayan, Jakarta Selatan. Jumlah modal disetor Rp10,5 miliar. Pengurus dan pemegang saham adalah:

  • Simon Gunawan Tanjaya (Direktur) sebanyak 4.725 lembar (Rp4,725 miliar);
  • Nicholas Sarasta (Komisaris) sebanyak 5.775 lembar (Rp5,775 miliar).

Pada 2013, Simon pernah divonis tiga tahun penjara karena terbukti menyuap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. BACA: Terbukti Menyuap Rudi Rubiandini, Simon Divonis 3 Tahun

Dalam pertimbangan majelis hakim dinyatakan, “Terdakwa (Simon) melaksanakan keinginan atasannya Widodo Ratanachaitong, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang didakwakan oleh JPU.” Widodo diduga mengendalikan Kernel Oil Pte Ltd dari Singapura—serta Fossus Energy Pte Ltd, Fortek Thailand Pte Ltd, dan World Petroleum Pte Ltd. BACA: Widodo Ratanachaitong Sulit Disentuh Hukum Indonesia?

Gresnews.com mengecek ke lokasi kantor PT KOPL Indonesia seperti tertera dalam akta perusahaan di Gd. Equity Tower Lt. 35 Unit B, SCBD Lot 9, Jl. Sudirman Kav. 52-53, Senayan, Jakarta Selatan. Tak ada kantor Kernel Oil di situ. Sejumlah petugas dan karyawan yang ditanyai juga mengaku tidak tahu mengenai Kernel Oil. (G-2)

BACA JUGA: