Pro dan kontra tentang hukuman mati selalu ada. Setelah Mahkamah Agung menjatuhkan vonis mati kepada 13 pembunuh sadis, Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru, Riau juga menjatuhkan vonis mati kepada Ibrahim (48) diduga pengedar 8 ton ganja dari Aceh, sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Minggu (30/8/2015).

Hukuman mati sebagai suatu hukuman maksimal diatur dalam berbagai undang-undang di Indonesia. Setiap saat hukuman mati selalu menjadi polemik di masyarakat ketika terjadi eksekusi mati. Tentu kita masih ingat ketika presiden Jokowi membuat kebijakan untuk mengeksekusi terpidana mati tindak pidana narkotika, pro dan kontra menghiasi topik di pelbagai media massa. Terlepas dari pelbagai pro kontra tersebut, mari sedikit kita telaah dimana diletakkan dasar hukum hukuman mati tersebut.

Hukuman mati di Indonesia adalah salah satu jenis sanksi pidana pokok yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana). Dalam Pasal 10 KUHPidana mengatur tentang jenis-jenis sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada seseorang yang melakukan suatu tindak pidana, dimana salah satunya adalah hukuman mati. Adapun jenis-jenis pidana yang diatur dalam pasal 10 KUHPidana adalah sebagai berikut:

A.      PIDANA POKOK:
1.      pidana mati;
2.      pidana penjara;
3.      pidana kurungan;
4.      pidana denda;
5.      pidana tutupan.

B.      PIDANA TAMBAHAN
1.      pencabutan hak-hak tertentu;
2.      perampasan barang-barang tertentu;
3.      pengumuman putusan hakim.

Salah satu bentuk tindak pidana yang dapat dikenai sanksi pidana hukuman mati adalah bentuk pidana yang diatur dalam pasal 340 KUHPidana, yaitu tentang pembunuhan berencana. Pasal ini memberikan ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah hukuman mati.

Di dalam beberapa pasal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur pidana mati. Pasal 118 dan  Pasal 121 ayat (2) menyebutkan ancaman hukuman maksimal bagi yang melanggar pasal tersebut adalah pidana mati. Beberapa aturan perundang-undangan yang masih memberikan hukuman pidana mati telah beberapa kali diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) salah satunya dapat kita cermati dalam putusan No. 2-3/PUU-VI/2007, dengan pemohon Edith Yunita Sianturi dan Rani Andriani yang Warga Negara Indonesia (WNI), serta tiga warga negara Australia, Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan Scott Anthony Rush. MK menyimpulkan bahwa “hak untuk hidup” yang termuat di dalam Konstitusi (UUD 1945) tidak melarang hukuman mati yang diatur berdasarkan undang-undang. Hukuman mati tetap dapat dijatuhkan setelah menjalani proses hukum yang adil serta hanya untuk kejahatan serius.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum.

BACA JUGA: