JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebhinekaan merupakan realitas kehidupan sosial. Dalam konteks Indonesia, secara natur dan kultur, bangsa ini adalah bangsa yang bhineka, terdiri dari ribuan pulau dengan penduduk yang beragam secara etnik, agama, strata sosial-ekonomi, dan sebagainya. Namun demikian, kenyataan tentang keragaman ini tidak serta merta mampu dipahami, dimaknai, dan dipraktikkan secara memadai.

Hal itu bisa dibuktikan dengan, misalnya, menguatnya gejala sektarianisme, baik dalam kehidupan beragama maupun kehidupan secara umum. Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, kelompok-kelompok masyarakat sipil Islam memiliki tanggung jawab dan pekerjaan rumah untuk mendorong pemahaman utuh tentang realitas keragaman.

Untuk merespons hal itu, selama 24-26 Februari lalu MAARIF Institute menggelar Halaqah Fikih Kebhinekaan di Hotel Alia, Cikini Jakarta Pusat. Acara ini dibuka dengan seminar mengenai Fikih dan Tantangan Kepemimpinan dalam Masyarakat Majemuk yang menghadirkan Ahmad Syafii Maarif (pendiri MAARIF Institute) dan Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI).

Halaqah ini dibuka secara resmi oleh Prof. Dr. Syamsul Anwar selaku ketua tim pengarah. Dalam sambutan pembukanya, Prof. Dr. Syamsul Anwar yang juga adalah ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyampaikan apresiasinya atas digelarnya Halaqah ini. "Majelis Tarjih PP Muhammadiyah mendukung upaya yang telah dilakukan oleh MAARIF Institute ini sebagai sebuah ihtiar untuk mencari formula Fikih yang sensitif terhadap isu kebhinekaan" jelasnya.

Halaqah Fikih Kebhinnekaan ini menghadirkan dan menghimpun para ulama, akademisi, dan aktifis di lingkungan Muhammadiyah. Tak hanya itu, Forum ini juga menghadirkan para praktisi kepemimpinan masyarakat majemuk yakni Halidja Marding dan Susan Jasmine Zulkifli. Halidja Marding adalah seorang Muslim yang terpilih selama dua kali sebagai kepala desa Moreah Satu, Ratatotok, Minahasa Tenggara yang merupakan kepala desa Muslim di lingkungan mayoritas Kristiani.

Fikih kebhinekaan adalah sebuah rumusan fikih yang berpijak pada fenomena keragaman di masyarakat. Tujuannya adalah  untuk memberikan panduan filosofis, teoretis-metodologis, dan praksis di kalangan umat Islam Indonesia dalam  mendorong hubungan sosial yang harmonis, menghilangkan diskriminasi, memperkuat demokratisasi, dan memberikan landasan normatif-religius  bagi negara dalam memenuhi hak-hak warga masyarakat secara berkeadilan.
Dalam halaqah ini, terdapat tiga isu utama yang dikaji. Pertama, konsep ummah yang lebih terbuka dan egaliter. Kedua, hubungan mayoritas-minoritas. Ketiga, kepemimpinan dalam masyarakat majemuk.

Berkaitan dengan kepemimpinan dalam masyarakat majemuk,pPeserta Halaqah memandang dalam konsep keummatan yang inklusif, setiap individu berhak dipilih menjadi pemimpin atau memilih pemimpin. Kesetaraan hak ini tidak dapat dibatasi oleh perbedaan identitas dan latarbelakang (gender, strata sosial, keagamaan, dan etnis).

Islam mengakui kehadiran seorang pemimpin yang berasal dari kalangan minoritas. "Oleh karenanya sangat terbuka kemungkinan memilih pemimpin non-Muslim di tengah masyarakat Muslim  sepanjang tidak mengancam kebebasan beragama," demikian disampaikan oleh Ust. Wawan Gunawan Abdul Wahid, M. Ag yang juga anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Secara lebih khusus, Halaqah Fikih Kebhinekaan merumuskan rekomendasi penting. Pertama, merekomendasikan pentingnya pendalaman Fikih Kebhinekaan oleh ormas Islam seperti Muhammadiyah, terutama melalui forum yang lebih luas seperti forum Munas Tarjih Muhammadiyah hingga melahirkan produk pemikiran berupa fatwa yang sensitif terhadap kebhinekaan.

Kedua, mendorong masyarakat umum, khususnya ormas Islam, untuk melihat keragaman sebagai realitas sosial yang tidak bisa dinafikan dan karena itu dalam bersikap, bertindak dan mengeluarkan fatwa keagamaan untuk selalu mempertimbangkan realitas ini. Ketiga, mendorong pemerintah daerah untuk mempertimbangkan kebhinekaan dalam proses pembuatan legislasi dan regulasi di tingkat daerah.

Keempat, mendorong pemerintah Republik Indonesia dan berbagai lembaga kenegaraan untuk menjaga kehidupan yang harmonis dan mencegah adanya konflik dengan menggunakan fakta keragaman masyarakat.

Sebagai tindak lanjut, MAARIF Institute akan menyusun naskah publikasi pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam Halaqah ini dalam bentuk buku dan akan disosialisasikan kepada masyarakat umum. "kami akan publikasikan hasil Halaqah ini dan didiskusikan beberapa kota di Indonesia. Hal ini sebagai upaya untuk menyebarkan semangat kebhinekaan, toleransi dan anti-diskriminasi," terang Direktur Riset MAARIF Institute Ahmad Fuad Fanani.

BACA JUGA: