JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pemerintah akan mengurangi pengiriman TKI sektor nonformal atau Pekerja Rumah Tangga (PRT) karena selama ini dianggap sering memicu persoalan dan kekerasan di luar negeri.  Pemerintah melalui lembaga legislatif berencana memprioritaskan program pemberdayaan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sektor formal seperti pabrik dan industri.

"Pemerintah akan memprioritaskan pekerja formal agar menghindari persoalan dan kekerasan yang dialami TKI selama ini," kata anggota Komisi IX DPR Irma Suryani kepada Gresnews.com, Minggu (29/3).

Secara bertahap, pemerintah akan meminimalisir insiden kekerasan TKI diluar negeri. Salah satu langkah yaitu memposisikan program-program TKI sebagai salah satu prioritas atau agenda utama dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di tahun 2016.

Menurut Irma, apabila UU sudah diterbitkan maka Indonesia akan mempunyai dasar hukum yang kuat terkait penanganan TKI.  

Irma menilai, Indonesia harus mempertinggi martabat dan derajat bangsa di mata dunia internasional melalui sektor tenaga kerja.

Atas dasar itu, para pekerja yang dikirm keluar negeri sudah dipastikan memiliki skil dan kompetensi di bidang formal seperti perusahaan, pabrik dan industri.

"Kita tidak mau lagi jadi negara pengirim pembantu rumah tangga. Jadi kita pastikan tenaga kerja yang dikirim masuk kategori atau level ekspert (ahli). Pemerintah akan mengirim tenaga kerja yang memiliki keahlian misalnya kerja di pabrik atau industri bukan di rumah tangga," ujar Irma.

Dalam rangka mewujudkan kualitas pelayanan TKI, Irma meminta adanya jalinan koordinasi secara masif dan komprehensif bersama sejumlah instansi atau lembaga terkait lainnya dibidang penanganan persoalan TKI yaitu seperti Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Imigrasi dan Kepolisian.

Berdasarkan keterangan Irma, pemerintah kini sedang dalam proses mengembalikan TKI bermasalah di luar negeri. Irma menyebut, target pemulangan lebih ditujukan pada TKI informal. Rencananya, para TKI akan dikembalikan dan didik di Indonesia sebelum diizinkan kembali ke luar negeri.

"Mereka harus paham aturan hukum, memahami bahasa atau komunikasi, dan punya dasar terkait tata cara kelola pelayanan yang baik. Pemerintah akan kembalikan mereka ke luar negeri bilamana sudah memenuhi persyaratan atau lulus proses edukasi tersebut," ujar Irma.

Berdasarkan data yang dikelola oleh Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri, sejak tanggal 1 Januari s.d. 30 September 2014 tercatat sejumlah  12.450  kasus WNI. Pemerintah sejauh ini berhasil menangani kasus sebanyak 9.290  kasus sementara  3.160  lainnya masih dalam proses penyelesaian.

Dari jumlah tersebut, lebih kurang 92,43% atau sejumlah  11.507  kasus merupakan permasalahan yang dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, 460 (3,69%) Kasus oleh Anak Buah Kapal dan 483 (3,88%) oleh WNI lainnya.

Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengatakan saat ini banyak TKI bermasalah di negara tertentu seperti Arab Saudi, Malaysia. Nusron menilai, perlu ada langkah mediasi dan koordinasi pemerintah terkait proses mediasi kasus para TKI.

"Pemerintah perlu menyusun strategi penyelesaian hingga pemulangan para TKI bermasalah yang masih berada diluar negeri," kata Nusron.

Nusron berharap pemerintah tetap konsisten memberikan bantuan dan pendampingan hokum keopada TKI agar proses pemulangan bisa semakin cepat.

BACA JUGA: