JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perhatian pemerintah pada para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terjerat kasus hukum masih minim, terutama TPI yang sudah divonis mati. Salah satunya minimnya akses keluarga para TKI tersebut mengetahui kondisi persidangan maupun kasus yang dihadapi.

Wakil Ketua Serikat Pekerja Luar Negeri (SPILN) Imam Syafi´i  mengatakan seharusnya pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri memfasilitasi keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ketika ingin mengetahui informasi terkini hingga kunjungan pendampingan ke luar negeri. "Pihak keluarga bisa difasilitasi pemberangkatannya ke luar negeri untuk bertemu langsung dengan korban," kata Imam kepada Gresnews.com, Selasa (19/5).

Ia mengungkapkan, selama ini keluarga para TKI tidak difasilitasi oleh informasi yang jelas sehingga banyak keterangan yang kerapkali simpangsiur. Terkait hal itu, Imam menyebut persoalan itu yang kini tengah dialami beberapa TKI yang kini turut di tangani SPILN diantaranya TKI Wanipah di Cina, Siti Komariah dan Ato Suprapto di Arab Saudi.

Misalnya keluarga Wanipah saat ini membutuhkan keterangan dan salinan putusan pengadilan setempat. Sementara, keluarga Siti dan Ato membutuhkan hasil putusan sidang secara update.

"Pihak keluarga ingin tahu siapa lawyer yang ditunjuk dan upaya pembelaan apa saja yang telah dilakukan," ucap Imam.

Imam mengungkapkan, sesuai pengalaman kasus yang ditangani, minimnya informasi dan perkembangan dari pemerintah telah membuat keluarga TKI yang divonis mati maupun terjerat kasus panik. Hal itu terjadi pada keluarga TKI Ato yang kini menjalani hukuman karena terindikasi terjerat kasus pembunuhan.

"Akibat minim informasi, keluarga menganggap Ato sudah resmi menjalani vonis mati. Padahal, sesuai keterangan Kemlu, Ato ternyata belum final divonis mati atau masih ada kemungkinan dibebaskan," katanya.

Sebelumnya, pihak pemerintah telah sepakat menyiapkan langkah khusus mengurangi kekerasan dan angka hukuman mati TKI di luar negeri. Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani.

Irma mengatakan, pemerintah melalui lembaga legislatif berencana memprioritaskan program pemberdayaan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sektor formal seperti pabrik dan industri.

Irma menuturkan, pemerintah akan segera mengurangi pengiriman TKI sektor non formal atau Pekerja Rumah Tangga (PRT) karena selama ini dianggap sering memicu persoalan dan kekerasan di luar negeri.   

"Pemerintah akan memprioritaskan pekerja formal agar menghindari persoalan dan kekerasan yang dialami TKI selama ini," kata Irma kepada Gresnews.com.

Irma melanjutkan, pemerintah secara bertahap akan meminimalisir insiden kekerasan TKI diluar negeri termasuk mencegah para TKI kena vonis hukuman mati. Salah satu langkah yaitu memposisikan program-program TKI sebagai salah satu prioritas atau agenda utama dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di tahun 2016.

BACA JUGA: