Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, pihaknya terus memburu para mafia beras. Terakhir, pengungkapan beras oplosan di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur.

Menurut Agung, kasus tersebut adalah tindakan penyelewengan beras cadangan pemerintah. Beras tersebut adalah beras impor yang dikelola Bulog dengan dana APBN.

Beras itu, katanya, dialokasikan untuk operasi pasar guna menstabilkan harga beras nasional sekaligus menjaga stok beraa dalam negeri. Kemudian terungkap terjadi penyelewengan dengan adanya perusahaan distributor yang tidak terdaftar sebagai penyalur beras cadangan tersebut.

"Kasus penyelewengan beras cadangan berawal dari kecurigaan mengenai data Bulog Divisi Regional Jakarta-Banten. Dari data, diketahui ada pengiriman 400 ton beras dari Bulog ke PT DSU. Padahal, perusahaan itu bukan distributor yang ditunjuk untuk menerima beras impor," kata Agung.

Hal itu dikatakannya pada acara Dialog Polri yang bertema "Menguak Mafia Beras Indonesia". Acara ini digelar di Harlow Brasserie, H Tower, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (2/11/2016).

Dari situ, penyidik Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan. Kemudian, lanjut Agung, diketahui beras PT DSU mengalir ke gurang milik TI dan AS. Selain itu, penyidik juga menyita ratusan ton beras yang telah dicampur di Pasar Induk Beras Cipinang. Polisi pun menemukan ratusan ton beras di lokasi tersebut.

"Ada sebanyak 152 ton beras subsidi Bulog, 10 ton beras curah merek Palm Mas dari Demak dan 10 ton beras yang sudah dicampur," tutur Agung.

Polisi juga melakukan penggerebekan di gudang Bulog yang ada di Jakarta Utara. Di sana, ditemukan beras oplosan antara beras impor Thailand dengan beras lokal Demak yang kemudian dijual sebagai beras premium.

"Kemudian tiga beras cadangan pemerintah itu dicampur dioplos satu beras lokal. Lalu dibungkus lagi dengan merek lokal harga Rp11.000 padahal harganya Rp7.000," ujarnya. (mon/dtc)

BACA JUGA: