JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah pakar hukum tata negara menilai bahwa Rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Outsourcing Komisi Tenaga Kerja DPR-RI mengikat dan harus dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai perusahaan negara. "Rekomendasi Panja mengikat, tidak ada alasan bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN untuk berkelit dan tidak melaksanakannya," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dihubungi Gresnews.com, Kamis (14/11).

Margarito mengingatkan bahwa proses perumusan rekomendasi tersebut tidak dilakukan secara sepihak oleh DPR. Rekomendasi tersebut merupakan hasil rapat antara Panja dengan pemerintah. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melaksanakan putusan tersebut termasuk di dalamnya adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

Jika ada BUMN yang berkelit dan mengatakan bahwa keputusan tersebut adalah keputusan politik dan keputusan korporasi maka logika berpikir orang-orang maupun petinggi BUMN yang mengeluarkan pernyataan seperti itu tentu perlu dipertanyakan.

DPR adalah lembaga negara dan BUMN adalah perusahaan negara. Jadi keputusan DPR sebagai lembaga negara tentu harus ditaati oleh BUMN yang merupakan perusahaan negara. "Semudah itu logika berpikir dan ketatanegaraannya jadi tidak usah dibuat rumit," katanya.

Pendapat yang sama sebelumnya diungkapkan sejumlah pakar hukum tata negara. Yusril Ihza Mahendra misalnya menilai rekomendasi Panitia Kerja Outsourcing Komisi IX DPR punya kekuatan hukum. Oleh karena itu rekomendasi Panja tersebut harus dilaksanakan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan-perusahaan BUMN yang berada di bawah naungan kementerian.

Sedang Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun juga menilai rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Outsourcing DPR itu mengikat DPR dan pihak-pihak yang menjadi pemangku kepentingan yang disebutkan di dalam rekomendasi.

Sebelumnya sejumlah Direksi Perusahaan BUMN menyatakan keberatan melaksanakan 12 rekomendasi Panitia Kerja Outsourcing Komisi IX DPR. Alasan perusahaan negara itu karena rekomendasi Panja isinya bertentangan dengan UU Perseroan Terbatas dan Undang-Undang tenaga Kerja. Selain itu karena alasan tidak semua tenaga outsourcing memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Dua belas butir Rekomendasi Panitia Kerja Outsourcing Komisi IX DPR itu sendiri  lahir setelah munculnya gejolak ketenagakerjaan alih daya, baik yang berada di lingkungan  perusahaan Badan Usaha Milik Negara maupun di perusahaan swasta.

Keresahan itu seiring keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang penggunaan tenaga outsourcing,   kecuali untuk lima jenis pekerjaan yang diperbolehkan seperti tenaga kebersihan, keamanan, transportasi, katering dan pemborongan pertambangan. Keputusuan MK  yang disusul Peraturan Menteri Tenaga Kerja tersebut berbuntut pada ancaman perumahan ratusan ribu buruh outsourcing.

Sehingga rapat kerja Komisi IX DPR dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Tenaga Kerja menyepakati pembentukan Panja Outsourcing. Belakangan Panja melahirkan 12 butir rekomendasi terkait penanganan tenaga kerja outsourcing.
Rekomendasi  itu diantaranya meminta perusahaan BUMN dilarang mem-PHK karyawan yang berstatus sebagai tenaga outsourcing. Mereka juga diminta membatalkan proses  rencana merumahkan para buruh outsourcing. Serta mengangkat buruh outsourcing yang ada jika perusahaan tersebut membuka lowongan pekerjaan.

Namun  Komisi VI DPR RI selaku mitra kerja Kementerian BUMN hingga saat belum menentukan langkah atas pembangkangan sejumlah perusahaan BUMN terhadap Rekomendasi Panja Outsoursing Komisi IX DPR.

Ketua Komisi VI DPR-RI Airlangga Hartarto mengaku belum bisa memberikan komentar terkait rekomendasi panja tersebut. Dihubungi secara terpisah politisi Partai Golongan Karya ini mengatakan dirinya belum mengetahui isi dari rekomendasi tersebut. "Saya perlu membaca dan mempelajarinya terlebih dahulu," katanya yang mengaku tengah dalam masa reses. Sehingga berjanji akan mengkaji rekomendasi tersebut pada masa sidang berikutnya. (Yudho Raharjo/GN-02)

BACA JUGA: