JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kunjungan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) ke Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dinilai sebagai upaya Ical untuk menggalang dukungan agar terpilih kembali sebagai ketua umum Golkar. Namun, secara tersirat,menurut anggota DPR dari Fraksi Golkar Siti Hediyati Haryadi atau Titiek Soeharto, tujuan kunjungan itu sebenarnya merupakan ajang mempererat kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) serta menjaga keutuhan dan keseimbaangan eksekutif dan legislatif.

"Kami berpikir KMP ini harus kuat, jadi dieratkan solidaritasnya," ucapnya sesaat setelah mengikuti rapat di ruang paripurna DPR RI, Senayan, Rabu (26/11).

Titiek menyatakan Golkar tak memanggil siapapun pihak luar untuk mengintervensi permasalahan internal mereka. Malah, ia heran kepada jajaran eksekutif melalui Menkopolhukam yang turut campur permasalahan Golkar dengan meminta Polri untuk tidak mengizinkan pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) pada 30 November di Bali nanti.

"Ical di KMP ini sebagai senior, jadi untuk menjaga keutuhan partai maka harus didukung," katanya.

Pelaksanaan Munas pada akhir bulan nanti dianggap sebagai permintaan dari beberapa pihak. Terutama kader-kader di tingkat bawah. "Jika bisa dipercepat, maka untuk apa ditunda?" begitu ujar Titiek.

Dugaan percepatan munas di Bali agar Ical terpilih secara aklamasi, dinilai Titiek, juga bukan hal yang salah. Menurutnya hal itu sah-sah saja apabila peserta Munas sebagian besar menginginkan memilih Ical secara aklamasi. Namun, untuk saat ini, Titiek menolak dikatakan ikut merancang sekenario kemenangan Ical. "Kita biarkan berjalan apa adanya," katanya.

Sementara itu, politisi senior Golkar Zaenal Bintang menyatakan perubahan munas yang dianggap mendadak dan tanpa persiapan inilah pemicu utama perpecahan internal Golkar. Pada munas-munas sebelumnya, minimal persiapan memakan waktu hingga 6 bulan lamanya.
Sedangkan sampai sekarang pun panitia persiapan belum dibentuk. "Partai sebesar Golkar mau munas tapi persiapannya hanya seminggu, logis tidak?" tanyanya.

Panitia persiapan biasanya bekerja selama enam bulan sebelum pelaksanaan munas. Mereka akan menyusun berbagai persoalan terkini negara, mempersiapkan perubahan AD/ART dan progran umum. "Dua atau tiga bulan sebelum munas, kesemua bahan itu harus sudah sampai pada daerah tingkat dua," kata Zaenal.

Terkait perizinan, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan, tidak perlu Golkar meminta izin melaksanakan munas, yang ada hanya pemberitahuan saja. Sebab rezim "memberi izin" sudah lama ditinggalkan sejak zaman orde baru. "Kami minta pemerintah untuk pelajari kembali perundang-undangan," katanya di Gedung Parlemen, Rabu (26/11).

Penggunaan alasan pelaksanaan Munas dikhawatirkan mengganggu wisatawan dianggap tidak logis. Sebab tugas pemerintah mengatur agar tidak ada keributan. Ia menyarankan penyerahan mekanisme pengamanan pada jalur yang sudah diatur undang-undang. "Jokowi saat naik ekonomi class bilang Indonesia aman. Mengapa berbeda dengan menkopolhukamnya?" tanyanya.

Ia berharap pemerintah tidak melakukan kesalahan yang sama, seperti tragedi pemberian SK pengesahan salah satu kubu PPP. Padahal putusan PTUN belumlah keluar. "Jangan pakai birokrasi negara ini untuk tujuan-tujuan yang menyeret pelanggaran hukum," kata Fahri.

Fahri berharap, Presiden Jokowi memiliki penasehat politik dan hukum yang canggih. "Mungkin, Jokowi boleh tidak mengerti banyak masalah, karena tidak terbiasa dengan politik nasional. Namun, penasehat-penasehat sekelilingnya jangan ikut-ikut tidak berkompeten," ujarnya.

BACA JUGA: