JAKARTA,GRESNEWS.COM - Ketua Populi Center Nico Harjanto mengatakan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) senang bila nilai tukar Rupiah anjlok. Dia mengamati pemberitaan di media massa yang sepi terkait serangan-serangan politikus Senayan terhadap pemerintah beberapa hari ini.

Dia menuding bahwa anggota DPR memiliki uang Dolar yang banyak sehingga saat nilai tukar Rupiah lemah, mereka mendapat keuntungan. Dia mencontohkan bahwa tertangkapnya para koruptor dari anggota DPR oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sering menerima suap atau gratifikasi berupa uang Dolar.

"Melihat berita-berita soal KPK menangkap koruptor (dari anggota DPR) kan biasanya suapnya itu Dolar, jadi mereka (anggota DPR) senang pasti (Rupiah anjlok), kebaca saat ini tidak banyak serangan para politisi terhadap pemerintah. Kita kan amati sepi pemberitaan, mungkin karena DPR sedang reses," katanya dalam acara diskusi Persepsi Indonesia di Gado-Gado Boplo, Menteng-Jakarta, Sabtu (20/12).

Dia menilai posisi tawar pemerintah saat ini di berada di atas saat berhadapan dengan DPR. Sebab, hal itu diakibatkan kisruh fraksi-fraksi partai politik seperti Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang belum selesai di DPR.

"Masalah akibat dari dampak politik kemarin, diperlukan formulasi menjaga kestabilan Rupiah, apalagi adanya dualisme partai-partai besar, nanti fraksi-fraksi di DPR tidak bisa bekerja dan mengeluarkan kebijakan politik," ujar dia.

Sementara itu, Pegiat Anti Korupsi dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa diam nya DPR saat ini adalah merupakan sebuah strategi politik. Menurutnya, pemerintah lah yang tidak mau bekerja sama dengan DPR dalam membahas program-program dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Saat ini pemerintah tidak peduli dengan DPR. Banyak program APBN jalan tanpa pengetahuan DPR jadi bagaimana DPR mau terima gratifikasi? Yang nyaman saat ini orang-orang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla," katanya saat dihubungi Gresnews.com, Sabtu (20/12).

Uchok menilai bahwa diamnya DPR ini penuh makna, yakni sedang mengumpulkan energi untuk mempersiapkan atau mengeksekusi hak interpelasi. Sebab, banyak kebijakan pemerintah melanggar Undang-Undang.

"Seperti tiga kartu sakti, penggabungan menteri atau lembaga kementerian yang baru, dimana anggaran belum disetujui DPR tapi sudah berjalan anggarannya," ujar dia.

Uchok melanjutkan, saat ini DPR membiarkan kejatuhan Rupiah dan membiarkan pemerintah yang tidak bisa menyelesaikan jatuhnya nilai Rupiah. Tujuannya agar masyarakat yang resah akibat jatuhnya nilai tukar Rupiah mendukung DPR untuk melakukan hak interpelasi.

"Dan nanti pada tahun 2015, saat masyarakat miskin merasa menderita akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Dan jatuh nilai Rupiah yang dirasakan kelas menengah ke atas, maka hak interpelasi mendapat dukungan dari publik," jelas Uchok.

BACA JUGA: