JAKARTA, GRESNEEWS.COM - Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (FSP BUMN) menyatakan rekomendasi Panja Outsourcing BUMN jangan diberlakukan secara keseluruhan pada perusahaan BUMN, karena kemampuan keuangan dan manajemen dari perusahaan BUMN memiliki kondisi berbeda-beda.

Ketua FSP BUMN Abdul Latif Algaff mengatakan dari 12 rekomendasi yang diterapkan seharusnya ada pengecualian bagi BUMN yang secara finansial belum mapan.

"Jadi dalam hal outsourcing BUMN, pemerintah harus mempunyai standar. Jadi kami tidak bisa hitam putih dalam menanggapi permasalahan outsourcing di perusahaan BUMN," kata Latif kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (11/11).

Menurut Latif, permasalahan outsourcing seharusnya DPR juga harus memikirkan level kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan BUMN. Jadi bila hendak mengangkat pegawai outsourcing tetap melalui proses seleksi mengingat perusahaan BUMN adalah perusahaan milik negara.

Latif mengungkapkan masalah outsourcing ini tidak sebatas direksi mengikuti atau tidak mengikuti rekomendasi panja outsourcing BUMN saja. Tapi ada persoalan lain yang lebih mendasar seperti dalam hal batasan pekerjaan outsourcing.

Latif mengatakan pemerintah seharusnya juga memperluas batasan pekerjaan outsourcing. Jika mengacu kepada Permenakertrans yang membatasi pekerja outsourcing hanya lima jenis pekerjaan saja. Padahal kenyataannya banyak pula outsourcing yang di luar lima pekerjaan yang telah ditentukan pemerintah. Misalnya pekerja outsourcing di sektor migas dan di administrasi sektor jasa.

Menurut Latif, kalau pemerintah tetap mengelompokkan outsourcing dalam lima pekerjaan nantinya akan mengundang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Tetapi jika diperluas batasan pekerja outsourcing tentunya bisa menimbulkan daya saing dan penciptaan tenaga kerja.

"Jadi permasalahan outsourcing ini memang rumit, di satu sisi ada solusinya tetapi juga dapat menimbulkan problem baru, selain itu pembatasan outsourcing juga membatasi bagi BUMN. Kemudian pemerintah juga harus mencegah adanya PHK massal," kata Latif.

FSP BUMN ini adalah serikat pekerja yang membawahi seluruh serikat pekerja BUMN. Didirikan atas prakarsa dari Sofyan Djalil selaku Sekretaris Menteri Negara BUMN saat itu yang melakukan konsolidasi terhadap serikat pekerja di lingkungan BUMN pada 10 Juni 1999.

Sementara itu anggota Panja Outsourcing Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatulloh mengancam para Direksi BUMN yang tidak mengikuti rekomendasi panja outsourcing Komisi IX DPR. DPR akan memanggil para direksi BUMN untuk dimintai penjelasan.

Poempida mengungkapkan bila tidak ditaati maka DPR akan terus memanggil para direksi BUMN itu setiap minggunya. Kalau perlu dipanggil paksa hingga berujung pada interpelasi kepada pemerintah.

"Bisa interpelasi, bisa mempertanyakan kepada Presiden yang tidak pro kepada kepada UU Tenaga Kerja," kata Poempida kepada Gresnews.com.

Bahkan Poempida mengungkapkan jika sudah melayangkan interpelasi dan pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertanggungjawabkan pemerintahannya, bisa saja DPR menolak karena Menteri BUMN dan Direksi BUMN dibawah naungan Presiden tidak mendukung keinginan rakyat khususnya menyangkut tenaga kerja.

"Jadi silahkan pilih bagi Direksi BUMN yang ingin bermain-main dengan DPR. Bahkan DPR bisa saja meminta mundur Presiden akibat Menteri BUMN dan Direksi BUMN tidak mengikuti apa yang menjadi keinginan rakyat," kata Poempida.

Poempida mengatakan bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPR merupakan keputusan yang mengikat bagi perusahaan BUMN. Poempida menjelaskan bahwa BUMN terbentuk dikarenakan adanya keputusan politik bahkan Indonesia juga terbentuk dikarenakan adanya keputusan politik.

"Jadi bagi Direksi yang mendikotomikan keputusan politik dengan keputusan korporasi, agar berhenti. Itu Direksi bego, tidak tahu kehidupan tata negara yang baik," kata Poempida.

(Heronimus Ronito/GN-04)

BACA JUGA: