JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memutuskan akan melakukan moratorium terhadap Ujian Nasional (UN). Alasannya, kata Muhadjir, karena kualitas pendidikan belum merata di seluruh Indonesia. Dia berjanji, moratorium akan dicabut jika kualitas pendidikan sudah merata di seluruh negeri.

Muhadjir mengatakan, selain karena masih banyak sekolah di bawah standar nasional, pelaksanaan UN yang menyedot APBN hingga Rp500 miliar per tahun juga menjadi salah satu alasan moratorium. Muhadjir menjelaskan, biaya untuk pelaksanaan UN lebih baik digunakan untuk mengawasi dan membimbing 70% sekolah yang masih di bawah standar serta merevitalisasi sekolah.

Menurutnya, 70 persen sekolah, saat ini kualitasnya di bawah standar nasional. Sedangkan, hanya 30 persen sekolah yang kualitasnya di atas standar nasional. "Jika mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo, Moratorium akan berlaku 2017," ujar Muhadjir Effendy, Kamis, (24/11).

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi X DPR Ferdiansyah menyatakan, setiap kebijakan yang bersifat nasional hendaknya dilakukan kajian yang mendalam. UN memiliki dasar yang jelas, yaitu PP No 13 tahun 2015 tentang standar nasional pemerintah sehingga apabila pemerintah ingin meniadakan atau moratorium UN maka PP tersebut harus dicabut terlebih dahulu.

Selain itu, jika moratorium jadi untuk diadakan, maka pemrintah juga perlu memikirkan sistem seperti apa yang nantinya akan menggantikan UN. Apakah ada sistem pengukuran kualitas yang sudah diriset dengan baik dan bagaimana cara pengukurannya juga mesti dilakukan oleh pemerintah. "Moratorium silahkan saja, tapi itu semua perlu dihitung ulang," ujar Ferdiansyah, Jumat, (25/11).

Lebih lanjut ia menyatakan, apabila suatu sekolah yang dianggap masih di bawah standar nasional kelulusan dalam hal ini nilai UN-nya di bawah rata-rata yang telah ditetapkan pemerintah, maka harus dicari solusi bagaimana memperbaiki sekolah tersebut agar mendapatkan nilai sesuai dengan standar Nasional. "Sedangkan UN sebagai alat pengukur standar itu sendiri ditiadakan," ujarnya.

Menurut dia, UN memiliki manfaat sebagai pemetaan hasil belajar. Ia sendiri setuju jika UN tidak dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa, akan tetapi bukan serta merta UN dapat dihilangkan begitu saja. Apalagi jika belum ada sistem untuk menggantikan UN, maka menurutnya UN harus tetap berlanjut dan difungsikan sebagai pemetaan.

UN tidak digunakan untuk menentukan kelulusan atau sebagai penentu dalam melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. "UN bukan penentu kelusan itu harga mati," tegasnya.

Ferdiansyah mengaku, dalam waktu dekat ini Komisi X akan segera mengadakan rapat kerja dan memanggil Menteri Pendidkan. Nantinya, Komisi X akan mempertanyakan lebih detail terkait rencana moratorium UN. Selain itu, Ferdiansyah juga menyatakan akan mempertanyakan kebijakan kebijakan lainnya seperti Full day School maupun revitalisasi SMK. "Kita akan selipin waktu, selambat-lambatnya Januari," ujarnya.

SESUAI PUTUSAN MA - Terkait dasar hukum moratorium UN, Muhadjir Effendy menegaskan pemerintah punya alasan. Menurut Muhadjir, moratorium UN juga dilakukan dalam rangka melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2009. Dalam putusan MA disebutkan bahwa pemerintah telah diperintahkan untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah dan juga akses informasi di seluruh Indonesia.

Peningkatan Kualitas guru serta sarana dan prasarana yang memadai dibutuhkan dalam pelaksanaan UN. Putusan MA ini juga memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007. Muhadjir juga menyampaikan, Kemendikbud saat ini akan mendongkrak sekolah-sekolah sehingga dapat melampaui standar nasional, hal tersebut akan dilakukan secara bertahap.

Nantinya, pemerintah Provinsi dan juga pemerintah daerah akan memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan mutu serta kualitas sekolah yang berada di daerahnya. "Provinsi mengawasi SMA dan SMK, sedangkan Kabupaten akan Mengawasi SD dan SMP," ujarnya.

Dengan demikian, nantinya negara akan bertugas mengawasi secara keseluruhan. Selain itu, pemerintah juga akan membuat regulasi yang tepat sehingga sekolah di Indonesia dapat mencapai standar target nasional. Standar Nasional tersebut akan diterapkan di masing masing sekolah baik di daerah maupun di perkotaan.

Terkait putusan MA soal UN, putusan itu diketok oleh ketua majelis kasasi hakim agung Abbas Said dengan anggota hakim agung Mansyur Kertayasa dan Imam Harijadi, pada 14 September 2009. Dalam putusannya, MA menyatakan pemerintah dianggap telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, baik sarana maupun prasarana, hingga pemerintah diminta untuk memperhatikan terjadinya gangguan psikologis dan mental para siswa sebagai dampak dari penyelenggaran UN.

Putusan MA itu menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 6 Desember 2007 dan putusan PN Jakpus pada 21 Mei 2007. Kala itu, PN Jakpus menyatakan pemerintah telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap warga negaranya yang menjadi korban UN, khususnya pada hak-hak atas pendidikan dan hak-hak anak.

Duduk sebagai ketua majelis yaitu Andriani Nurdin, dengan anggota Makkasau dan Heru Purnomo. "Memerintahkan kepada para tergugat untuk meninjau kembali sistem pendidikan nasional," ucap Andriani dkk.

Tergugat yang dimaksud adalah: Presiden RI, Wakil Presiden RI, Mendikbud, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan. Meski putusan MA itu telah benderang, tetapi pemerintah tetap menggelar UN. Tujuh tahun berlalu, akhirnya pemerintahan Jokowi akan menghapus UN.

AKAN DIBAHAS - Keputusan untuk melakukan moratorium UN ini sendiri, menurut Preside Joko Widoo akan dibahas dalam rapat terbatas yang melibatkan beberapa kementerian terkait. Jokowi menegaskan, dia akan memanggil sejumlah menteri untuk rapat terbatas (ratas) terkait opsi penghapusan UN itu.

"Masih proses, belum diratas-kan. Belum. Memang dari Menteri Pendidikan menyampaikan itu, tapi tentu saja harus ada rapat terbatas dulu yang nantinya akan kita putuskan," kata Jokowi saat ditemui usai sosialisasi Tax Amnesty di Hotel Clarion, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (25/11) malam.

Jokowi ingin tahu lebih lanjut sejauh mana efektifnya sistem UN tersebut. Dia akan meminta lebih lanjut laporan dari Muhadjir. "Kalau itu memang perlu untuk mengetahui standar-standar dari ujian, dari kualitas pendidikan kita bila itu diperlukan dilakukan, kalau tidak, saya belum tahu laporannya seperti apa, datanya seperti apa," kata Jokowi. (dtc)

BACA JUGA: