JAKARTA.GRESNEWS.COM - Setelah mengajukan draft masukan bersama untuk membangun poros maritim dan tol laut kepada Presiden terpilih Joko Widodo melalui tim transisi pada 6 September lalu, koalisi masyarakat sipil dan organisasi lingkungan juga berencana mengajak Jokowi-JK berdialog langsung bersama masyarakat pada bulan November nanti untuk mengritisi dan merumuskan ide tersebut lebih lanjut.

Menurut catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) beberapa tahun terakhir pembangunan yang terus dilaksanakan pemerintah hanya mengatasnamakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan mengesampingkan sisi kemanusiaan. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM karena sama sekali tidak memperhatikan sisi sosial masyarakat.

"Jangan sampai pembangunan tol laut melanjutkan perilaku buruk pembangunan di masa lalu yang menggusur dan mengkriminalisasi warga," ujar Bahrain, Direktur Advokasi YLBHI dalam diskusi Poros Maritim dan Tol Laut Harus Ramah Lingkungan dan Sosial di Kantor YLBHI, Menteng, Selasa, (23/9).

Pembangunan tol laut diprediksi sangat memungkinkan terjadinya banyak benturan dan konflik jika hanya memperhatikan aspek bisnis to bisnis. Bukan hanya masyarakat yang terus terdiskreditkan namun juga kerusakan lingkungan yang bertambah.

"Kami belum melihat adanya jaminan yang diberikan Jokowi terkait penyelamatan pesisir dan laut, tanpa adanya itu semua ide ini hanya kan menjadi ancaman lingkungan dan sosial yang lebih besar lagi," ucap Juru Kampanye JATAM Bagus Hadi Kusuma.

Diharapkan pemerintah Indonesia bisa tegas menerapkan bahwa laut bukanlah pembuangan limbah dan jalur distribusi tambang. Terdapat fakta pencemaran tiga sungai besar di Indonesia akibat dijadikan jalur distrubusi tambang, khususnya batu bara. Longgena Ginting, Kepala Greenpeace Indonesia mengatakan, konsep tol laut tidak diperuntukkan agar mendukung aktivitas barang tambang semakin lancar.

"Karena jika hal tersebut dilakukan, aktivitas seperti transfer barang tambang di laut, muatan kapal tambang yang berlebih dan terjadi pembuangan di laut akan semakin merusak ekosistem laut. Ditambah lagi dengan adanya klaim wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh asing yang kerap dialami Indonesia," ujar Longgena.

Edo Rakhman, Manager Kampanye Nasional WALHI memberikan masukan peraturan agar tol laut ini tidak berimplikasi buruk, salah satunya dengan diberlakukannya batasan produksi bagi perusahaan yang akan mendistribusikan barang tambangnya melalui laut. Dengan begini aktivitas transfer barang tambang dan pembuangan di tengah laut bisa diminimalisasi.

"Karena selama ini aktifitas peredaran laut dari batu bara saja yang legal per Juli 2014 mencapai 397 juta kubik, belum yang ilegal," ujarnya kepada Gresnews.com, sesaat setelah diskusi.

Kedua, transparansi aset vital perusahaan, jangan sampai sarana dan prasarana yang dijadikan hanya untuk bisnis diklaim dan dibebankan kepada negara sebagai aset Nasional.

Ketiga, memilih transportasi, bahan bakar, dan infrastruktur yang ramah lingkungan dengan kajian AMDAL yang harus dikedepankan dan dikoordinasi pemerintah. "Bukan oleh perusahaan yang selama ini mengakibatkan pengabaian kajian AMDAL," ujar Edo.

BACA JUGA: