Menilik kondisi belakangan ini dimana para penceramah di rumah ibadah kerap melontarkan hal yang berpotensi memecah belah sebagai suatu bangsa. Maka pemerintah menyerukan agar penceramah dalam menyampaikan ceramah ibadah di rumah ibadah mengikuti sembilan ketentuan.

"Seruan tentang ceramah di rumah ibadah sebenarnya adalah respons tanggapan atas sejumlah fenomena yang kita ikuti bersama," kata Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin pada jumpa pers di Gedung Kementerian Agama RI, Jalan MH Thamrin Nomor 6, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/4).

Lukman mengatakan hal ini terkait adanya masukan dan permintaan dari beberapa tokoh agama maupun masyarakat. Sebab, menurut Lukman, belakangan ini rumah ibadah bila tidak disikapi dengan penuh kearifan, kebijakan dapat menimbulkan konflik atau semacam ketegangan bahkan sengketa di tengah masyarakat.

Lukman mengaku banyak mendapat keluhan terhadap fenomena rumah ibadah belakangan ini yang berpotensi memecah bangsa. Karena itu, ia mengimbau melalui pendekatan pada penceramah.

"Oleh karenanya dalam rangka untuk menjaga keragaman, yang hakekatnya adalah anugerah dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, ini maka tentu kita perlu menyikapinya dengan bijak melalui pendekatan para penceramah agama yang melakukan atau menyampaikan ceramah-ceramahnya di rumah-rumah ibadah," imbuhnya.

Menurutnya, penceramah agama memegang peranan penting dalam rumah ibadah, terutama dalam rangka menjaga persatuan. Lukman juga menyampaikan bahwa penceramah juga mampu meningkatkan produktivitas bangsa untuk merawat kerukunan umat beragama serta mampu memelihara kesucian tempat ibadah.

Menteri Agama menyampaikan seruan agar ceramah agama di rumah ibadah hendaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan perdamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama manapun.

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi, dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan 4 konsensus bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras antar golongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan, dan praktek ibadah antar atau dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah.

Demikian seruan ini agar diperhatikan, dimengerti dan diindahkan, oleh para penceramah agama pengelola rumah ibadah dan segenap masyarakat umat beragama di Indonesia. (dtc/mfb)


BACA JUGA: