Pemimpin Redaksi tvOne Karni Ilyas menyatakan tulisan bernuansa suku, agama, ras, antargolongan (SARA) atas nama dia yang beberapa hari terakhir beredar di media sosial dan grup-grup percakapan selular adalah palsu.

Salah satu tulisan tersebut berjudul Karni Ilyas: Warga Jakarta Tak Bisa Lagi Melihat Laut ditayangkan oleh situs kabarislamia.com, yang tidak mencantumkan alamat redaksi dan susunan pengelola media, dalam laman situsnya itu.

"Bukan dari saya," kata Karni dalam pernyataan via Whatsapp yang diterima gresnews.com, beberapa waktu lalu.

Menurut Karni, tulisan yang bernuansa SARA dan sangat menghujat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu merupakan hasil dari penyuntingan (editing) dari tulisannya pada 10 April 2016, yang ditambah-tambahi sehingga menjadi kasar dan sangat menghujat.

"Sekali lagi saya nyatakan itu palsu," kata Karni.

Klarifikasi juga datang dari putra Karni, Romy Bareno. "Kami menjadi terganggu ketika kawan-kawan dan kerabat kami baik yang keturunan pribumi atau yang non-pribumi juga turut percaya atas tulisan tersebut," kata Romy.

Dia menegaskan Karni tidak melakukan fitnah dalam tulisannya itu. Menurut dia, ada oknum-oknum yang menambahkan nama etnis tertentu setelah kata "taipan" dalam tulisan Karni yang membuat maksud dari tulisan itu berubah.

"Jadi tidak ada sama sekali maksud dari kata taipan yang ditulis pada tulisan asli bapak saya untuk menyasar kepada etnis manapun," kata Romy yang menambahkan bahwa secara Kamus Bahasa Indonesia, taipan berarti konglomerat, tanpa merujuk pada etnis tertentu.

Berikut tulisan asli dari Karni Ilyas:

Saya tidak anti Ahok. Juga tidak masalah dia menambah kekayaan semua taipan yg dia senang. Tapi saya terusik melihat perlakuannya kepada orang miskin. Saya tdk bisa bayangkan penduduk Luar Batang, Pasar Ikan yg sudah empat generasi di lokasi itu digusur dari rumah dan tanah kelahiran mereka dan tempat mereka mencari nafkah.

Saya terusik ketika mendengar wejangan Menteri Susi bahwa 22 juta penduduk DKI yg lahir di negara berpantai terpanjang di dunia, di masa depan tidak punya tempat 1 meter pun dari berkilo-kilo meter pantai Jakarta hanya untuk memandang laut dg gratis. Mereka baru bisa melihat laut kalau membeli apartemen, rumah mewah, atau menyewa hotel dari para taipan yg dapat izin reklamasi dari Ahok, yang jumlahnya nggak lebih dari 10 orang.

Kenapa saya terusik. Karena saya bisa merasakan perasaan mereka. Karena saya pernah sangat miskin.

BACA JUGA: