JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia mengkritik kebijakan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melakukan kerjasama dengan membuka data sistem pengawasan kapal perikanan (vessel monitoring system) tanpa ada pembatasan yang ketat. Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, langah tersebut mengancam proses industrialisasi perikanan Indonesia.

"Dengan dibukanya akses bebas terbuka terhadap data pergerakan kapal akan menyulitkan pengelolaan perikanan dengan pembatasan akses kapal terhadap sumber daya perikanan yang memiliki potensi tinggi tersebut," kata Marthin dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Senin (19/6).

Dia menegaskan, negara-negara maju hingga hari ini masih membatasi pembukaan data sistem pengawasan kapal perikanan (vessel monitoring system) namun dapat diakses untuk kepentingan tertentu. "Kepentingan tertentu termasuk digunakan untuk pengelolaan perikanan, penegakan hukum, ilmu pengetahuan, dan untuk pengembangan, penerapan, perubahan dan/atau upaya pemantauan konservasi dan pengelolaan perikanan dengan ketentuan hukum yang tepat," paparnya.

Negara seperti Amerika Serikat yang memiliki industri perikanan yang besar dengan sistem pengelolaan kuota berdasarkan jenis yang detil mengkategorikan data VMS adalah rahasia (confidential) dan membatasi akses tertentu berdasarkan the Magnuson-Stevens Fishery Conservation and Management Act (UU Konservasi dan Perlindungan Perikanan Amerika/MSA). Data VMS wajib dibuka dan dikumpulkan untuk investigasi dan penegakan hukum berdasarkan the Freedom of Information Act Exemption Seven (UU Keterbukaan Informasi Amerika Pengecualian Tujuh).

Karena itu, kata Marthin, membuka data VMS sama saja membuka seluruh potensi perikanan Indonesia yang berada dalam kondisi perbaikan dengan situasi overfishing. Dengan tanpa dibatasi keterbukaan sehingga usaha perikanan akan berlomba-lomba untuk mengakses wilayah yang banyak didatangi oleh kapal perikanan.

"Di sisi lain status tingkat eksploitasi sumber daya perikanan yang semakin memburuk. Walaupun angka stok ikan meningkat menjadi 9,9 juta ton, namun status tingkat eksploitasi sumber daya ikan di WWP RI tahun 2015 menunjukkan kondisi sebaliknya dimana telah banyak terjadi overfishing yang berada dalam kondisi kritis," paparnya.

Seharusnya pemerintah bisa melakukan hal-hal yang lebih strategis dan mendesak seperti melaksanakan Insturksi Presiden No. 7/2016 tentang industrialisasi perikanan dan Perpres No. 3/2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Utamanya permasalahan besar menyangkut ribuan nelayan seperti alih alat tangkap yang dianggap merusak.

Permasalahan lain juga terkait upaya penegakan hukum terhadap kapal-kapal skala besar yang diduga melanggar hukum berdasarkan hasil analisis evaluasi KKP terhadap 769 kapal eks-asing yang dinilai melakukan pelanggaran berat. "Hingga hari ini tidak ada tindak lanjut upaya penuntutan pidana maupun gugatan ganti kerugian atas sumber daya perikanan yang diduga dicuri," tegas Marthin.

Sebelumnya, diberitakan aktor dan aktivis lingkungan, Leonadro DiCaprio, memuji langkah Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, dalam memberantas pencurian ikan dan mengelola perikanan secara transparan. DiCaprio menyampaikan pujiannya itu dalam video yang ditayangkan di acara World Oceans Day 2017 di kantor PBB, New York, pada Kamis (8/6).

"Beberapa waktu lalu, sekitar 10 ribu kapal secara ilegal masuk ke Indonesia dan mengambil ikan di perairan Indonesia. Ini membuat nelayan lokal terkena dampak buruknya. Namun Menteri Perikanan Susi melakukan usaha memberantas kegiatan ilegal itu, dan menjadi pemimpin ke era pengelolaan perikanan yang transparan," kata Leonardo.

Pujian itu dilontarkan karena Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang memberikan data kapal (Vessel Marine System) agar bisa diakses oleh Global Fishing Watch (GFW). Dengan memberikan data ini, kapal-kapal ikan bisa dilacak pergerakannya secara langsung.

Dengan aplikasi GFW, setiap penduduk dunia yang memiliki jaringan internet bisa memantau kapal-kapal penangkapan ikan yang sedang beroperasi. Kesediaan Indonesia menyediakan data VMS pada platform GFW membuat setidaknya 5000 kapal ikan terpantau di peta pergerakan. (gresnews.com/dtc/mag)

 

BACA JUGA: