JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah melakukan penyatuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjalankan bisnis sejenis masih terus bergulir. Saat ini pemerintah tengah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Dengan adanya revisi itu, pemerintah berharap rencana holding pada enam sektor BUMN akan berjalan mulus dan bisa diselesaikan hingga akhir 2016. Yang menjadi perhatian adalah sektor energi (minyak dan gas), pertambangan, jalan tol, jasa keuangan, perumahan, dan pangan.

"Holding masih dalam proses. Sebagai bagian dari holding adalah ada usulan dan di-review bersama-sama di Kemenko dan kementerian terkait untuk ada sedikit tambahan pasal di PP 44. Jadi sekarang sudah ada di Mensesneg," kata Menteri BUMN Rini Soemarno dalam acara IBD Expo 2016 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (8/9).

Rini menegaskan, setelah revisi PP Nomor 44 Tahun 2005 selesai dilakukan, maka holding yang pertama kali dibentuk adalah holding minyak dan gas dengan menyatukan Pertamina dan PGN. Proses holding-isasi kemudian dilanjutkan oleh 5 sektor lainnya. Rini optimistis holding-isasi 6 sektor BUMN selesai akhir tahun 2016. "Itu rata-rata sebelum akhir tahun," ujar Rini.

Sebelumnya, Rini memang telah menegaskan akan mempercepat proses holding BUMN migas. Hanya saja, rencana tersebut belum bisa terealisasi dalam waktu dekat. Alasannya, pembahasan dari berbagai aspek masih terus dilakukan.

Dalam proses pembentukan holding migas ini, rencananya, Pertamina akan bertindak sebagai induk dan akan mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai anak usahanya. Namun pemerintah memilih untuk bersikap hati-hati.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, pemerintah tak mau tergesa-gesa mengeluarkan landasan hukum pembentukan holding berupa Peraturan Pemerintah (PP). "Masih dikaji betul-betul, pelan-pelan, dari aspek governance-nya, company-nya, hukumnya, semua masih dikaji. Pelan-pelan, slow but sure," sebutnya.

Perdebatan soal efektivitas holding BUMN energi juga masih terus bergulir. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, penyatuan BUMN energi melalui skema PT Pertamina (Persero) mengambil alih PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, dinilai akan menimbulkan masalah baru.

"Kita harus tahu tujuan dan akhirnya poin holding seperti apa, akan sia-sia saja jika membentuk holding kalau hanya menimbulkan distorsi lagi, apakah jika mereka tergabung menjadi holding akan lebih efisien atau malah buat kaya PLN yang mau-maunya sendiri," kata Hariyadi di Hotel Sahid, di Jakarta, Kamis (8/9).

Sebelumnya memang ada kekhawatiran akuisisi PGN oleh Pertamina akan membawa dampak negatif bagi PGN dan negara, salah satunya dari sisi finansial. Terkait perigkat utang misalnya, ada perbedaan peringkat utang antara PGN dan Pertamina yang signifikan. PGN memiliki peringkat utang AAA sementara Pertamina berada di bawah peringkat itu.

Dalam konteks ini, PGN sebenarnya lebih diuntungkan karena akan mudah mendapatkan pinjaman untuk investasi dibandingkan dengan Pertamina. Jika terjadi penggabungan, dikhawatirkan malah akan terjadi kesulitan bagi holding yang dipimpin Pertamina untuk mendapatkan dana segar bagi investasi. Selain itu penggabungan juga dikhawatirkan akan mempengaruhi pemberi kredit untuk memberikan bunga yang kompetitif.

Di sinilah negara berpotensi ikut dirugikan. Selain soal bunga pinjaman, nantinya dividen PGN tidak akan langsung masuk kas negara tetapi akan dikonsolidasikan dulu dengan laba Pertamina. Hal itu berpotensi menurunkan pemasukan ke kas negara.

LEBIH MENGUNTUNGKAN - Berbeda dengan Sukamdani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan P. Roeslani justru yakin rencana pemerintah untuk menyatukan Pertamina dengan PGN akan membuat perusahaan semakin efesien dan kuat. "Kalau kita lihat rencana penyatuan atau holding ini sejalan dengan rencana ketahanan energi. Sebab akan menjadi badan usaha yang besar dan yang perlu dilihat manfaat dari pembangunan holding ini, mana saja yang bisa dikembangkan untuk ketahanan energi kita ini," kata Roeslan di Hotel Sahid di Jakarta, Kamis (8/9).

Roeslan menyebutkan, adanya holding antara Pertamina dan PGN maka akan membantu pemerintah untuk mewujudkan ketahanan energi nasional. "Maka holding ini akan menjadi efesien, baik dari segi BUMN akan lebih sehat, tak hanya itu diharapkan kerjanya ada efeknya serta untuk bangun ketahanan energinya akan menjadi lebih baik," ujarnya.

Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara juga berpendapat senada. Holding BUMN migas menurutnya akan membuat BUMN energi menjadi lebih efisien, efektif, tumbuh besar dan kuat, serta mandiri. "Tapi aspek governance-nya harus  ditingkatkan. Masalah pricing harus di tangan pemerintah," kata Marwan dalam pesan singkat kepada gresnews.com, Kamis (8/9).

Terkait harga gas, Indonesia memang dinilai masih kalah kompetitif dibandingkan Vietnam dan Thailand. Harga gas industri di Indonesia menyentuh angka US$8-US$10 per Million Metric British Thermal Unit (MMbtu). Lebih mahal dibandingkan dengan harga gas industri di Singapura sekitar US$4-US$5 per MMbtu, Malaysia US$4,47 per MMbtu, Filipina US$5,43 per MMbtu, dan Vietnam sekitar US$7,5 per MMbtu.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan kondisi ini menempatkan Indonesia berada di peringkat yang tergolong buncit di antara negara dengan harga gas yang efisien. "Itu kalau kira-kira indeksnya 100, di kita itu 170. Nah kalau di Vietnam mungkin aja 120 jadi kita agak jauh ketinggalan," ujarnya.

Kondisi ini pula yang menempatkan peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia juga tergolong rendah. Meski telah membaik, tapi Indonesia masih berada di posisi 109. Kementerian Perindustrian, kata Airlangga, akan memperbaiki peringkat Indonsia menjadi posisi 40.

"Presiden minta dari kita menjadi nomor 40, nah ease of doing bussiness (kemudahan berusaha) ini yang kita kejar," kata Airlangga,

Karena itulah, pemerintah telah mengusulkan 10 sektor industri dan kawasan industri untuk mendapatkan harga penyesuaian gas.  Harga gas industri di Indonesia jauh tertinggal dari Vietnam dan Thailand. Namun, hingga kini harga gas belum ditentukan besarannya untuk 10 sektor industri dan kawasan industri.

Airlangga mengatakan nanti akan ada pembahasan lebih lanjut dengan Kementerian ESDM. "Harga gas lagi dibahas, nanti ada rapat ya," ujar Airlangga sambil berlalu.

PGN KEBERATAN - Terkait rencana ini, Serikat Pekerja PGN menolak konsep holding migas dengan alasan konsep itu hanya sebatas Pertamina mengakuisisi PGN. Ketua Umum Serikat Pekerja PGN, M. Rasyid Ridha mengungkapkan, akuisisi Pertamina terhadap PGN ujungnya hanya akan melemahkan atau mengkerdilkan PGN, karena bisnis PGN dengan Pertamina merupakan bisnis yang saling menggantikan (subsitusi).

"Bila PGN di bawah Pertamina maka akan terjadi conflict of interest. Pertamina tentu tidak ingin bisnis minyaknya berkurang karena penyaluran gas PGN terus meluas," kata Rasyid, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Rasyid mengatakan, pekerja PGN tidak menentang rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk holding energi. "Konsepnya yang kami tentang, karena hanya sebatas akuisisi," ujarnya.

Menurutnya, konsep holding yang tepat adalah konsep holding energi yang memperkuat BUMN-BUMN di bidang energi, seperti PLN yang diperkuat di sektor kelistrikan, PGN di sektor gas bumi, dan Pertamina diperkuat dari sisi produksi hulu minyaknya. Jadi semestinya Holding Energi harus meliputi PGN, Pertamina, dan PLN.

"Hal ini akan meningkatkan kedaulatan energi nasional melalui sinergi nyata dan menghilangkan friksi yang kerap terjadi di ketiga BUMN tersebut dan tentu akan memperlancar program andalan pemerintah yaitu 35.000 MW," tegas Rasyid.

Holding Energi, kata Rasyid Ridha, seyogyanya merupakan perusahaan baru seperti halnya Pupuk Indonesia dan Semen Indonesia, bukan hanya alih status dari salah satu BUMN saja. Hal itu juga untuk menjamin tidak adanya konflik kepentingan yang pada akhirnya justru menghambat atau malah bertolak belakang dengan tujuan awalnya yang mulia.

Untuk menjamin kendali negara di dalam badan usaha di dalam Holding Energi, Serikat Pekerja-PGN meminta agar status PGN tetap sebagai BUMN. Hal ini penting untuk menjamin kendali Negara di dalam tata laksana organisasi tetap setia pada tujuan Negara yaitu mensejahterakanseluruh rakyat Indonesia.

Ia menegaskan lagi, seluruh pekerja PGN menolak semua usaha untuk mengerdilkan dan menghilangkan peran PGN sebagai BUMN yang menyalurkan dan menyediakan gas bumi yang ramah lingkungan buat seluruh pelosok negeri, baik setelah holding energi terbentuk maupun tidak.

"Kami menyayangkan pernyataan pihak-pihak yang seolah-olah ingin menjadikan PGN sebagai jaminan untuk memperkuat permodalan Pertamina dalam skema holding Migas di mana Pertamina sebagai Holding dijalankan," tegasnya lagi.

Hal tersebut susah diterima karena akan mempengaruhi struktur pendanaan PGN untuk terus berkembang dan hanya memperlihatkan kesan bahwa Pertamina butuh pendanaan.

Terkait harga gas yang tinggi, karena alasan yang didengung-dengungkan adanya inefisiensi pembangunan infrastruktur yang tumpang tindih antara Pertagas dan PGN, semestinya hal tersebut bukan semata-mata menjadi alasan pembentukan holding karena hal tersebut seharusnya tidak terjadi apabila Kementrian BUMN punya sikap tegas dalam mengatur BUMN dan anak usahanya.

"Kiranya kementerian BUMN dapat berperan lebih besar untuk bertindak sebagai ´Super Holding´ yang membawahi ratusan BUMN dan berperan sebagai dirigen dalam mensinergikan seluruh BUMN di bawahnya, tidak sekedar urusan administrasi dan birokrasi semata," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: