JAKARTA, GRESNEWS.COM - Banyak cara yang dilakukan koruptor untuk menyembunyikan tindakan bejatnya itu dari lembaga penegak hukum. Tidak terkecuali beberapa oknum kepala daerah yang terindikasi mempunyai transaksi mencurigakan yang terendus Pusat Penelitian Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, masing-masing oknum kepala daerah itu mempunyai cara untuk menutupi transaksi keuangan tak wajar. Salah satunya yaitu dengan memasukkan uang tersebut kedalam kas salah satu perusahaan yang dimiliki oknum itu.

"Ada seorang kepala daerah punya perusahaan di bidang pertanian. Mereka memasukkannya kedalam perusahaan itu," ujar Yusuf di kantornya, Selasa (30/12).

Sepandai-pandainya tupat melompat akhirnya terjatuh juga. Akal bulus oknum kepala daerah itu dapat dicium PPATK. Menurut Yusuf, dalam sektor pertanian, biasanya ada masa-masa tertentu dimana transaksi keuangan perusahaan meningkat seperti pada masa panen dan masa jual.

Namun, perusahaan ini transaksinya meningkat bukan pada waktunya. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan tersendiri bagi PPATK. "Setelah ditelusuri, terungkaplah uang itu dari hasil proyek-proyek yang tak seharusnya," tandasnya.

Modus lain yang dilakukan, jelas Yusuf, yaitu menggunakan anggota keluarga untuk menutupi transaksinya. Ia mencontohkan, seorang oknum kepala daerah yang terindikasi korupsi dengan menerima gratifikasi atau fee hasil proyek-proyek mengirimkan uang tersebut kepada istrinya.

Untuk menutupinya, mereka memberikan uang secara tunai kepada oknum kepala daerah. Namun, sang oknum itu mengirim uang ke rekening istrinya dengan cara mencicil. Ia, mentransfer melalui jeda waktu yang beragam. Mulai dari hitungan jam, hingga hitungan hari. "Setelah kita analisis dan periksa, rekening istrinya tidak sesuai dengan pekerjaannya yang hanya Ibu rumah tangga," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah oknum kepala daerah saat ini sedang diselidiki dua lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan Agung dan KPK. Mereka diduga memiliki nilai kekayaan tak wajar yang disimpan di dalam rekeningnya maupun anggota keluarga masing-masing.

Di antara 10 kepala daerah tersebut, diantaranya yakni Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam serta  mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Informasi adanya beberapa oknum kepala daerah yang diduga memiliki rekening gendut tersebut disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Widyo Pramono.

Ketika itu, PPATK menyerahkan laporan transaksi keuangan mencurigakan milik 10 kepala daerah. "Dari 10 nama yang disetor, delapan yang kami tangani," ujar Widyo Pramono di Kejagung, Jakarta.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum AK Basuni Masyarif membenarkan adanya temuan PPATK terhadap 10 kepala daerah yang diduga memiliki transaksi mencurigakan. Total transaksi di 10 pemilik  rekening gendut tersebut, jumlahnya mencapai lebih dari Rp1 triliun. Berdasar laporan PPATK, Kejagung kemudian melakukan penyelidikan.

Bahkan, sudah ada yang mendekati penyidikan atau penetapan tersangka. Salah satu nama yang dilaporkan memiliki rekening gendut adalah Gubernur Sultra Nur Alam. "Di antaranya itu (Nur Alam)," tegas Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejagung, Suyadi, di kantornya, Jakarta.

Informasi yang diperoleh, transaksi mencurigakan yang melibatkan rekening Gubernur Sultra mencapai US$4,5 juta dolar atau senilai Rp56,3 miliar (kurs Rp12.518/dolar AS). Uang itu ditransfer dari rekening perusahaan tambang di Hongkong ke rekening Gubernur Sultra melalui empat kali pengiriman pada 2011.

"Transaksi yang dilaporkan PPATK memang segitu. Dana itu dikirim dari perusahaan yang jual beli tambang yang kemudian masuk ke rekening Nur Alam," ujar seorang penegak hukum di Kejagung.

Adapun harta kekayaan Nur Alam selaku politisi PAN yang dua kali menjabat Gubernur Sultra, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetor ke KPK mencapai Rp31,165 miliar.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo juga termasuk kedalam nama yang memiliki rekening gendut sebagai mana yang dilaporkan PPATK. Hal itu dibenarkan Ketua KPK Abraham Samad ketika dikonfirmasi wartawan. "Ya, dia (Foke) ada," kata Samad saat itu.

Ia mengatakan, saat ini KPK tengah mengkaji nama-nama yang dilaporkan PPATK tersebut. Jika hasil kajian membuktikan adanya perbuatan-perbuatan yang mengarah ke suatu tindak pidana, maka KPK akan langsung memproses ke level selanjutnya. "Kan bisa dideteksi ya, berapa profil gaji mereka, berapa kekayaannya sebagai penyelenggara negara," imbuhnya.

BACA JUGA: