JAKARTA, GRESNEWS.COM - Selain mempersengketakan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi, kubu Prabowo-Hata juga mulai mengajukan gugatan  hasil pemilu ke Mahkamah Agung (MA) dan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Namun, gugatan ini dipastikan akan ditolak kedua lembaga tersebut.

Alasannya MK adalah satu-satunya lembaga yang diamanahkan konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilu. Hal itu tertuang dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

"Putusan MK bersifat final dan mengikat (binding) artinya sudah tertutup kemungkinan untuk menempuh upaya hukum setelah putusan MK, termasuk jalur untuk kasasi ke MA," kata Penasihat Pemantauan dan Ahli Pemilu Kemitraan Wahidah Suaib Wittoeng kepada Gresnews.com, di Jakarta, Rabu (20/8).

Selanjutnya, Pasal 2 Undang Undang  Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dinyatakan tidak termasuk dalam Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut UU ini: angka (7) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. "Jadi jelas bahwa Keputusan KPU tentang Penetapan Calon Presiden Terpilih bukan merupakan obyek PTUN," tegas Wahidah.

Aturan hukum lainnya, kata dia, terdapat dalam UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 9 Tahun 2004. Pasal 2 mengatur ketentuan yang menyebutkan Keputusan KPU di Pusat dan Daerah tentang Hasil Pemilu tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, dinyatakan tidak mengalami perubahan (tetap berlaku).

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) baru akan memutuskan sengketa PHPU pilpres Tahun 2014 hari ini, Kamis (21/8). Namun, tim hukum pasangan Prabowo-Hatta sudah  mengajukan uji materi atau pembatalan beberapa peraturan KPU yang bertentangan dengan undang-undang ke MA pada Jumat (8/8).
 
Kuasa hukum Prabowo-Hatta Erwin Kallo mengatakan, dalam uji materi tersebut, pihak Prabowo-Hatta meminta MA membatalkan beberapa PKPU yang dianggap bertentangan dengan undang-undang dan dipakai sebagai modus penggelembungan suara. Diantaranya tentang daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).

"Kami mengajukan uji materi  peraturan KPU tentang masalah daftar pemilih khusus dan daftar pemilih khusus tambahan karena ini dipakai sebagai bentuk penggelembungan suara," ujar Erwin di Gedung MA, Jakarta, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: