Jakarta - Upaya 15 orang pensiunan PT Angkasa Pura I(Persero) mengajukan kepemilikan rumah dinas yang sudah ditempati puluhan tahun diganjar pemidanaan. Disinyalir, ke-15 orang itu diusir untuk kepentingan pembangunan Apartemen Green Garden Cempaka Putih.

Tujuh orang diantaranya telah didakwa menempati rumah dinas Komplek Perhubungan Cempaka Putih tanpa izin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

"Kami didakwa menempati atau menghuni rumah dinas Angkasa Pura I di Komplek Perhubungan Udara Blok D Cempaka Putih tanpa hak dan tanpa izin dari pemiliknya PT Angkasa Pura I," kata salah seorang terdakwa, Noerodi Sidik kepada gresnews.com, saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Selasa (22/11).

Padahal, menurut Sidik, 15 orang tersebut sudah menempati rumah dinas puluhan tahun sejak 1991 berdasarkan Surat Penetapan Direksi PT Angkasa Pura I. Sebelum pensiun, sekitar 2002 hingga 2003 beberapa penghuni rumah dinas mengajukan permohonan untuk membeli rumah itu.

Menteri BUMN
Permohonan pun disambut baik Direktur PT Angkasa Pura I, Bambang Darwoto. Pada 2006, Bambang mengeluarkan surat AP.I.4208/TK.004.3/2006/DU-B kepada Menteri Negara BUMN untuk memproses izin pembelian rumah dinas tersebut.

"Permohonan kami yang diteruskan kepada Menteri didasarkan pada Kepmen Nomor 89 Tahun 1991 tentang Pemindahan Aktiva Tetap  BUMN. Jadi mekanismenya memang ada," kata Sidik.

Namun, Menteri Negara BUMN tidak memberikan tanggapan hingga saat ini. Pada 2009, tiba-tiba ke-15 orang ini diusir oleh Direksi PT Angkasa Pura I untuk meninggalkan rumah dinas. Dasar pengusirannya disebutkan, adanya ketentuan SK Nomor 599 Tahun 1990 tertanggal 25 Juni 1990, bahwa 6 bulan setelah pensiun, rumah dinas harus dikosongkan.

Sidik dan kawan-kawan memang mengetahui keberadaan SK itu, bahkan disebutkan juga dalam SK pensiun masing-masing penghuni. "Tapi, menurut kami itu tidak berlaku. Kami tidak pernah diusir. Kami juga diperkenankan untuk merenovasi dan membangun rumah. Bahkan kami sudah habis banyak uang untuk membangun rumah itu," ujar Sidik.

Direksi pun mengeluarkan peringatan hingga ketiga kalinya. Kompensasi memang ditawarkan sebesar Rp50 juta. Tapi, nilai itu tak sebanding dengan harga tanah dan rumah di wilayah tersebut yang rata-rata setara dengan Rp2,5 miliar. Akhirnya Sidik Cs memilih bertahan.

Pada Maret 2010, para pensiunan dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat. Selain itu, berbagai teror melalui preman juga dirasakan mereka. Satu orang akhirnya menyerah dan rela pindah dari lokasi itu.

"Kami yang bertahan akhirnya menggugat ke PTUN Jakarta dan masih berlangsung sampai sekarang," kata Sidik.

Adapun 14 orang yang dimaksud adalah Noerodi Sidik, Puji Harjoko, Aziz Situmorang, Kunto Prastowo, Surachman, Wulang Kupiyotomo, Darmaji, Hartoyo Indria Asmara, Marchan (Janda), IGP Mustike, Dana Dalimonte, Jos Endang Rum Royeniwati (janda), Edmon dan Putranto.

Menurut Sidik, Komplek Rumah Dinas Angkasa Pura I di Kemayoran, penghuninya disetujui mengajukan pembelian rumah. Untuk itu ia keberatan atas pengusiran ini.

Sidik menduga, pengusiran ini dilatarbelakangi perjanjian Angkasa Pura I dengan PT Duta Paramindo Sejahtera soal jual beli tanah seluas 129.216 m2 di dekat wilayah rumah dinas itu.  15 rumah milik pensiunan, bahkan 7 rumah pegawai aktif masuk dalam perjanjian.

"Dalam akta tertulis untuk pembangunan rusunami. Tapi faktanya, sekarang bisa dilihat jadi Apartemen Green Garden," ujar Sidik.

JPU mendakwa ke tujuh pensiunan ini dengan Pasal 12 Ayat (1) dan Pasal 36 Ayat (4) UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Kuasa hukum para terdakwa, advokat publik LBH Jakarta, Edi Halomoan Gurning menyatakan keberatan dengan dakwaan tersebut.

"Sementara ini kami upayakan eksepsi. Sebab, UU Nomor 4 Tahun 1992 sudah dihapuskan dan diganti dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman. Pasal yang didakwakan sudah tidak ada," kelas Edy.

BACA JUGA: