JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keberadaan mafia peradilan selama ini sulit dibuktikan nyata adanya. Namun kasus terakhir penangkapan empat petinggi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka mata kita bahwa mafia peradilan untuk mengurus perkara memang ada. Bahkan pelaku dari mafia tersebut bukan hanya hakim namun kerap kali orang yang bekerja di badan peradilan bahkan para penipu pun kerap memanfaatkannya dengan mencatut nama para pejabat peradilan.

Penelurusan gresnews.com di laman www.mahkamahagung.go.id menemukan adanya staf kepaniteraan Mahkamah Agung RI yang kedapatan mencatut nama hakim agung. Dalam laporan hukuman disiplin periode Mei sampai dengan Juni 2015 staf yang berinisial M.Isn KS, A.Md mengaku bisa melobi hakim agung guna memenangkan perkara. Tentu saja itu hanya bualannya saja karena hakim agung memutus dengan independen. Konon ia meminta uang hingga ratusan juta untuk memenangkan perkara tersebut.  

Badan Pengawas MA pun menjatuhkan sanksi pada staf tersebut. Ia pun terkena pemecatan, "Hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS," bunyi sanksi yang dijatuhkan Badan Pengawas MA seperti dikutip gresnews,com, Kamis (23/7).

Dalam melakukan aksinya, Isn bak bermain judi. Jika perkara itu ternyata memang sesuai pesanan, maka ia meminta uang perkara ke "korban". Isn berdalih kemenangan itu atas hasil lobinya. Jika perkara kalah, ia tinggal berdalih sebaliknya. Ini modus yang klasik, ampuh buat masyarakat yang gaptek.

Namun juru bicara Mahkamah Agung Suhadi keberatan bila aksi staf MA tersebut sebagai praktik mafia. Ia menjelaskan modus staf tersebut sekadar terlibat memberikan informasi perkara dan menjanjikan sesuatu pada pihak lain. Dan MA pun menindak para staf yang melakukan hal tersebut.

"Kalau mafia itu kan organisasi kejahatan dengan disiplin tinggi, namun sulit dibuktikan keberadaannya, ini hanya staf yang sifatnya administratif," katanya pada gresnews.com, Kamis (23/7). 

BUKAN PERTAMA KALI - Menurut data kepaniteraan MA, aksi catut mencatut nama hakim agung bukanlah hal pertama yang terjadi. Panitera MA Soeroso Ono berkali-kali menyatakan jika ada orang yang mengaku-aku staf MA yang bisa mengurus perkara dengan sejumlah uang dipastikan adalah penipu.

"Orang yang mengaku pegawai Mahkamah Agung dan menawarkan jasa untuk mengurus perkara kasasi atau peninjauan kembali, dipastikan penipu," kata Soeroso Ono sebagaimana dilansir website MA.

Penipuan ini dilakukan dengan berbagai modus. Dari yang klasik hingga yang cukup rapi. Salah satunya seperti pelaku mengirim surat ke alamat pihak berperkara menggunakan amplop cokelat, mirip amplop dinas, tapi tidak menggunakan kop surat. Pengiriman surat menggunakan jasa PT Pos Indonesia dengan menggunakan perangko. Padahal, surat dinas tidak menggunakan perangko tempel.

"Bentuk surat sekilas menyerupai surat dinas, menggunakan kop surat, ditandatangani oleh Panitera Muda MA dan dibubuhi stempel. Namun tentu saja, stempel dan tanda tangan tersebut dipalsukan," terang Soeroso.

Isi surat cukup panjang yaitu diawali dengan pernyataan komitmen keterbukaan informasi MA sebagaimana SK KMA 144/KMA/SK/VIII/2007. Selanjutnya dalam isi surat ada permintaan untuk menghubungi nama panitera pengganti melalui nomor telepon seluler yang disebutkan dalam surat palsu tersebut.

Apabila, target yang diberikan surat tersebut merespon dengan menghubungi nama yang disebutkan, sang panitera pengganti jadi-jadian akan bertindak seolah-olah panitera pengganti yang menangani perkara tersebut. "Ia berjanji akan membantu ´mempengaruhi´ keputusan majelis sehingga sesuai dengan keinginannya," kata Soeroso.

Setelah itu, penipuan pun berjalan mulus. Uang masuk ke panitera palsu itu. Modus terbaru, si penipu akan mengirim dokumen jadwal sidang yang dia buat sendiri. Formatnya menyerupai halaman depan Direktori Putusan. Dokumen ini ditandatangani oleh ketua majelis kasasi/PK dan panitera pengganti.

"Dokumen ini, secara psikologis diharapkan akan mendorong target korban untuk mempercayakan pengurusan perkara kepada sang penipu. Lalu si penipu mulai melancarkan aksinya untuk meminta korban mentransfer sejumlah uang kepada rekening tertentu," tutur Soeroso.

SAMPAI BIKIN REKENING CATUT NAMA HAKIM ATAU PANITERA - Soeroso memastikan  tawaran bantuan untuk mengurus perkara adalah modus penipuan yang menyasar para pihak yang sedang berperkara di MA. Untuk memuluskan aksinya, sang penipu mengaku panitera pengganti  yang menangani perkaranya. Bahkan tidak tanggung-tanggung, modus terakhir ini sang penipu pun membuat rekening bank dengan identitas palsu atas nama panitera pengganti yang bersangkutan.

Soeroso mengatakan setelah menerima laporan, Victor Togi Rumahorbo, salah seorang panitera pengganti yang namanya disalahgunakan. Sang penipu, kata panitera, menghubungi pihak dalam perkara 643 PK/PDT/2013 dengan  mengaku panitera pengganti yang menangani perkara tersebut.

Ia  berjanji  akan membantu untuk memenangkan perkara di MA.  Selanjutnya, sang penipu menghubungi kembali korban dan menyampaikan bahwa perkaranya telah diputus sesuai “keinginan”. Untuk meyakinkan korban, si penipu memberikan selembar kertas  seolah dokumen resmi MA. Dalam “dokumen jadi-jadian” tersebut ada informasi mengenai identitas perkara dan amar putusan. Dibawah dokumen tersebut ada tanda-tangan  hakim ketua dan panitera pengganti dengan setempel di bagian tanda tangan ketua majelis.

Karena telah berhasil membantu,  si penipu pun meminta imbalan sejumlah uang.  Si penipu sudah mempersiapkan sebuah rekening  di Bank BNI dengan identitas palsu atas nama Victor Togi Rumahorbo dengan nomor rekening  031099860. Ia meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening tersebut,  korban pun terperdaya.

"Salah seorang korban telah menyetor uang lima puluh juta ke rekening tersebut pada tanggal 7 April 2014", ujar panitera MA sambil menunjukkan fotokopi bukti transfer.

Menurut Panitera, selain Victor Togi Rumahorbo,  Hakim Agung Habiburrahman  juga menjadi korban pencatutan namanya. "Dia pun sudah membuat sebuah rekening BNI Nomor 0320106344 atas nama Habiburrahman, dan kami ditunjukkan bukti bahwa telah ada yang menjadi korban dengan mengirimkan ke nomor rekening tersebut uang lima puluh juta rupiah," kata Soeroso.

TIPS MENGHINDARI PENIPUAN - Menyikapi kasus penipuan tersebut, panitera Mahkamah Agung memberikan tips agar masyarakat terhindar dari penipuan.

1.    Jangan Percaya Rayuan Mengurus Perkara
Menurut Panitera,  MA dalam memeriksa perkara berdasarkan hukum dan keadilan. Tidak ada fihak manapun yang bisa mengintervensi MA dalam  mengadili perkara. Jika ada oknum yang mengaku bisa membantu memenangkan perkara di MA, bisa dipastikan itu adalah penipu. Jangan percaya pada janji dan rayuannya.

"Siapapun Dia, jika berjanji akan memenangkan perkara pasti ia penipu", tegas Panitera.  Panitera menegaskan bahwa tanpa "diurus" jika menurut hukum seseorang di pihak yang benar, maka perkaranya akan dimenangkan.

2.    Mendasarkan Informasi di Sistem Informasi Kepaniteraan MA
Mahkamah Agung memiliki sistem informasi berbasis website untuk menyajikan informasi kepada publik. Untuk informasi penanganan perkara publik bisa mengakses di website http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara. Sedangkan untuk informasi putusan, publik bisa mengakses di website http://putusan.mahkamahagung.go.id .  Mahkamah Agung tidak memberikan informasi cetak kepada pihak yang diambil dari kedua sistem informasi tersebut.

Dalam kasus yang dilaporkan oleh Victor Togi, berdasarkan "dokumen jadi-jadian" perkara 634 PK/PDT/2013 telah diputus  pada tanggal 26 Maret 2014 dengan amar kabul. Ketika dibuka di website, perkara tersebut ternyata masih dalam pemeriksaan majelis. "jika ada kasus serupa, diharap masyarakat melakukan pengecekan di website kepaniteraan", ungkap panitera.

3.    Dokumen Resmi Pengadilan Disampaikan oleh Petugas Pengadilan
Panitera MA mengingatkan bahwa semua dokumen resmi pengadilan seperti relas pemberitahuan, salinan putusan, petikan putusan disampaikan oleh petugas pengadilan.  Mahkamah  Agung tidak melakukan komunikasi langsung dengan pihak berperkara terkait pengiriman dokumen tersebut.

Jika ada yang mengaku petugas pengadilan yang hendak menyampaikan dokumen, untuk kehati-hatian agar petugas tersebut diminta menunjukkan identitas kepegawaian bahwa dirinya adalah petugas pengadilan.

4.    Laporkan ke MA jika ada Oknum dan Dokumen yang Mencurigakan
Jika ada oknum yang menawarkan jasa memenangkan perkara di Mahkamah Agung, atau membawa dokumen yang berisi informasi perkara dengan meminta sejumlah uang agar melaporkan ke Mahkamah Agung.  (dtc)

BACA JUGA: