JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sistem Indonesia National Single Window (INSW) yang digulirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata berbuah pahit. Sistem yang diharapkan mempercepat waktu bongkar muat (dwelling time) barang di pelabuhan ini, ternyata malah bikin ribet gara-gara mental koruptif para pengurusnya.  
Laku lancung para pejabat korup di pelabuhan ini diungkap aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya. "Kita lihat ada indikasi tindak pidana mulai dari gratifikasi, penyuapan, yang disuap maupun kemungkinan pemerasan kepada pengusaha," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (29/7) kemarin.

Kapolda mengatakan, kasus ini diungkap setelah adanya instruksi dari Presiden Joko Widodo setelah kunjungannya ke Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 17 Juni 2015 lalu. Saat itu Jokowi marah karena menemukan banyaknya peti kemas yang menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok itu.

Dwelling time peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu sekitar 5 hari. Sementara di Singapura hanya satu hari dan di Malaysia hanya butuh waktu 2 hari. Jokowi pun meminta Kapolri dan jajarannya untuk mencari tahu permasalahan dalam proses tersebut.

"Untuk itu beliau waktu itu memerintahkan, dua kali bahkan, untuk memerintahkan mencari apa akar masalahnya dan bagaimana memperbaikinya," ungkapnya.

Menindaklanjuti hal ini, Tito kemudian memerintahkan Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Hengki Haryadi untuk mengecek ke lokasi guna mencari tahu permasalahannya, termasuk kemungkinan adanya tindak pidana dalam proses tersebut.

"Nah dari paparan Kapolres ini didukung Dirkrimum (Kombes Khrisna Murti) dan Dirkrimsus (Kombes Mujiyono), 3 tim ini saya bentuk," katanya.

Tim yang dimaksud Tito adalah Satuan Tugas Khusus yang khusus menyidik kasus dwelling time itu. Tim ini kemudian bekerja cepat melakukan penggeledahan di ruangan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan.

Penggerebekan yang dipimpin oleh Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Khrisna Murti dan Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Mujiyono serta Kasatgas AKBP Hengki Haryadi. Hadir juga Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro AKBP Herry Heryawan, Kasubdit Resmob AKBP Didik Sugiarto dan Kasubdit Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro AKBP Arie Ardian.

Penggeledahan dilakukan untuk pengusutan kasus dugaan suap, gratifikasi dan pemerasan di Dirjen Daglu Kemendag dalam proses dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Akhirnya ditemukan dugaan terjadinya pidana beruga suap dan gratifikasi bahwa pemerasan.

"Saat ini tim satgas, sedang bekerja. Dari penggeledahan sejumlah orang telah diamankan dan dilakukan pemeriksaan intensif," kata Kabid Humas Polda Metro Kombes M Iqbal kepada gresnews.com, Rabu (29/7).

KORUPSI DAN SUAP KACAUKAN SISTEM SATU ATAP - Kerja Satgas Khusus kasus dwelling time ini pelan-pelan bisa menguak penyebab lamanya watu tunggu bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Kesalahan menurut Irjen Tito Karnavian berada pada sistem satu atap alias INSW dalam pengurusan bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok, yang tidak berjalan efektif yang berujung pada korupsi, suap dan gratifikasi.

Inilah yang menurut Tito menjadi sumber kekacauan dalam proses dwelling time. "Ada permasalahan sistem di sana. Jadi ada kegiatan pre-clearence yang meliputi perizinan, orang impor itu harus ada izinnya. Kedua, kegiatan clearence itu ada di bea cukai dan ketiga post clearence, kegiatan untuk mengeluarkan barang yang sudah di-clear itu keluar," jelas Tito.

Dari 3 tahapan tersebut, ada sejumlah permasalahan. Di antaranya pada tahap pre-clearence di mana ada 18 kementerian yang menerbitkan peraturan untuk impor barang. "Di pre-clearence ini ada masalah perizinan yang lambat atau ada katakanlah yang tidak sesuai prosedur. Contoh sistem satu atap dari 18 instansi ini yang seharusnya ada perwakilannya di sana, kenyataannya itu tidak begitu efektif," terangnya.

Sehingga, dwelling time yang seharusnya bisa 1 hari kelar terhambat karena importir harus mengurus seabrek perizinan untuk mengeluarkan barang dari Pelabuhan Tanjung Priok tersebut. Tak berjalannya sistem tersebut, sehingga memaksakan para pengusaha importir harus mendatangi kantor-kantor kementerian untuk mengurus masalah perizinan impor tersebut.

"Tapi karena perwakilan dari 18 kemeterian itu tidak ada di Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga importir ini harus kesana-kemari urus izin, panjang jadinya," imbuhnya.

Dari ketiga tahapan tersebut, setelah diselidiki Satgas Polda Metro Jaya, ternyata permasalahan banyak muncul pada tahapan pre-clearence. Banyaknya perizinan dan lambannya kepengurusan perizinan di kementerian tersebut pun memunculkan celah-celah untuk praktik suap.

"Kita dapat info ada oknum-oknum yang memanfaatkan ini yang dalam arti untuk meminta uang. Ada yang minta uang agar izinnya bisa cepat selesai diurus. Kasihan yang nggak punya jalur dan itu melibatkan beberapa calo," tambahnya.

Bagi pengusaha yang sudah memiliki ´jalur khusus´ di kementerian, masalah perizinan bisa diurus secepat kilat. "Ada pengusaha yang sudah tahu bisa bayar, barangnya masuk dulu, kemudian dia bayar sehingga barang itu keluar. Harusnya enggak boleh itu, ada izin dulu, baru barang masuk pelabuhan," katanya.

Bukti-bukti adanya praktik suap ini sendiri sudah ditemukan pihak penyidik. Dalam penggeledahan yang dilakukan di Kemendag polisi berhasil menyita sejumlah uang senilai US$52 ribu. Sebagian dari uang itu, sebesar US$ 40 ribu disebut-sebut sebagai milik Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Khrisna Murti mengatakan, hal ini terungkap dari keterangan R, salah seorang staf Partogi. Uang tersebut ditemukan di meja kerja R dalam penggeledahan, Selasa (28/7) malam tadi.

"Dari hasil penggeledahan kita temukan uang US$40 ribu yang dikatakan R, uang itu bukan punya dia, tapi atasan dia atas nama P, Partogi itu," kata Khrisna kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (29/7/). Hari ini, Polda Metro Jaya telah melayangkan pemanggilan terhadap Partogi untuk diperiksa sebagai saksi.

Sementara sisanya sejumlah USD$10 ribu lainnya, disita tim Satgas dari seorang perempuan berinisial N yang menjadi broker yang ditangkap pada Senin (28/7) lalu. Kepada penyidik, N mengatakan bahwa uang tersebut titipan dari bosnya yang merupakan importir untuk mengurus perizinan impor. "N ini bercerita, dia punya bos lagi inisialnya ME. Nah dari N ini disita uang (US$10 ribu) seperti yang disebutkan Pak Kapolda tadi," imbuhnya.

Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menyebut, pihaknya menyita US$10 ribu dari tersangka N saat dilakukan penangkapan. "Sebenarnya target kita bukan dia, tetapi ada lagi yang lainnya yang menjadi target kita," kata Irjen Tito.

TUJUAN BAIK BERAKHIR BURUK - Dikutip dari official website INSW, sistem ini sebenarnya memiliki dua tujuan yang baik. Pertama, untuk meningkatkan kecepatan pelayanan dan efektifitas pengawasan, serta kinerja seluruh kegiatan yang terkait dengan lalulintas barang ekspor-impor.

Kedua, untuk meminimalisasi waktu dan biaya yang diperlukan dalam seluruh kegiatan penanganan atas lalu lintas barang ekspor-impor, terutama yang terkait dengan proses customs clearance and release of cargoes.

Sasaran diberlakukannya SNW ini adalah untuk untuk peningkatan kecepatan proses layanan yang terkait dengan ekspor-impor di semua instansi pemerintah. Selain itu juga untuk meminimilisasi waktu dan biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha dalam melakukan pengurusan dan penyelesaian kewajiban ekspor-impor. Berikutnya adalah peningkatan validitas dan akurasi data/informasi yang terkait dengan ekspor-impor.

Sistem ini menjadi instrumen pengawasan yang efektif untuk mengawasi seluruh kegiatan layanan ekspor-impor. Dan penerapan prinsip-prinsip Good-Governance pada semua layanan publik yang terkait dengan ekspor-impor, di seluruh instansi Pemerintah.

Dengan diberlakukannya sistem ini, sebenarnya diharapkan banyak pihak akan mendapatkan manfaat sangat besar. Bagi pengusaha, sistem ini di antaranya akan memberikan kepastian terhadap biaya dan waktu yang diperlukan dalam pelayanan yang terkait dengan ekspor-impor dan tersedianya layanan publik yang mudah, murah dan pasti.

Sayangnya niat baik ini akhirnya harus berakhir buruk lantaran aparat yang diamanati melaksanakannya ternyata memiliki mental korup sehingga sistem yang seharusnya mempermudah malah mempersulit pengusaha melakukan bongkar muat barang.

Pihak kepolisian sendiri dalam kasus ini telah menetapkan tiga orang tersangka. Dua diantaranya adalah pejabat di Kementerian Perdagangan. satu tersangka lain diduga pemain. Ketiga tersangka adalah Pekerja Harian Lepas (PHL) Kemendag berinisial MU, pekerja di perusahan importir N serta pejabat Kasubdit di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri di Kementerian Perdagangan berinisial I.

Dari para tersangka polisi menyita barang bukti berupa uang senilai US$10 ribu dari tersangka berinisial MU yang berstatus PHL. "Uang itu kami duga uang suap untuk mempermulus proses pengeluaran peti kemas di pelabuhan," jelas Tito.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti, mengatakan, dari tiga orang yang sudah ditetapkan tersangka, satu di antaranya kini masih berada di luar Negeri. "Kasubdit berinisial I itu sedang berdinas ke Amerika Serikat dan Kanada. Status I sudah tersangka. Nanti pada 1 Agustus dia akan pulang," ucap Krishna.

Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih mengaku tidak tahu pasti soal kasus yang ditangani Polda Metro Jaya itu. Dalam surat perintah yang ditunjukkan ke pejabat Kemendag, menurutnya, tidak dijelaskan kasus yang membuat polisi menggeladah kantor Dirjen Perdagangan Luar Negeri.

"Yang ada itu surat pemeriksaan saja. Pemeriksaan atas dugaan apa begitu. Tidak disebutkan soal apa, kami membacanya begitu," kata dia  di kantor Kemeterian Perdagangan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (29/7)

Karena sudah ada surat perintah resmi, pejabat di Kemendag memberikan kesempatan kepada tim Kepolisian memeriksa dan menggeledah ruang kerja Dirjen Perdagangan Luar Negeri. "Karena ada surat perintah, kami persilakan. Apa tuduhannya kami belum tahu," ujar dia.

Karyanto juga belum bisa memaparkan apa saja dokumen dan barang bukti yang disita oleh penyidik Polda Metro Jaya. Ia juga belum dapat memberikan pernyataan seputar keterlibatan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan. Saat ini, status Partogi masih saksi. "Pemanggilan Pak Dirjen sebagai saksi," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: