JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Panja Penyertaan Modal Negara (PMN) Komisi VI DPR RI Sarmuji berpandangan, sebagian pengajuan PMN untuk BUMN tidak layak disetujui. Pasalnya, banyak perusahaan yang tidak serius membuat proyeksi kerja dan proyeksi keuangan sehingga susah untuk menilai kelayakannya.

Belum lagi kinerja perusahaan tidak meyakinkan untuk diberikan PMN karena bertahun-tahun merugi dan belum kelihatan progres apa yang bisa dilakukan. "Kita khawatir jika diberikan PMN akan lenyap karena masalah internalnya," ujar Sarmuji dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (31/1).

Sarmuji meminta kepada BUMN yang mengajukan PMN memberikan informasi yang detail tentang kondisi perusahaan, business plan, proyeksi keuangan dan informasi lain yang terkait. Dengan demikian kita bisa menilai secara obyektif sebuah BUMN layak untuk mendapat PMN.

"Kita juga meminta penjelasan secara rinci benefit apa yang didapat oleh negara dan masyarakat," katanya.

Lebih lanjut ditegaskan politisi Partai Golkar ini, pemberian PMN juga harus disertai pengawasan yang ketat mengingat proses penilaian yang sangat singkat. Oleh karena itu, Komisi VI DPR akan membuat panja pengawasan PMN agar dana yang sudah disetujui digunakan secara benar, efektif dan efisien.

"Kita berharap pemberian PMN bukan saja bisa meleverage kapasitas BUMN, tetapi juga bisa meleverage pembangunan ekonomi," tukasnya.

Sebelumnya, analis ekonomi politik dari Tim Pakar Koalisi Anti Utang Kusfiardi menilai penambahan alokasi PMN dalam (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp72,9 triliun akan membebani APBN. Sebab, dia khawatir, pengucuran PMN itu akan dijadikan alasan bagi pemerintah untuk menambah pembiayaan yang bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara.

Target tambahan itu melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi rupiah dan juga valuta asing dengan tambahan net sekitar Rp31 triliun.

Kebijakan pemerintah yang ambisius dalam meningkatkan PMN pada saat yang sama justru meningkatkan beban utang. "Beban utang pemerintah sejauh ini bukan saja membebani tapi menggerogoti keuangan negara," kata Kusfiardi di Jakarta, Jumat (30/1).

Kemudian pada saat yang sama tidak ada jaminan bahwa alokasi PMN sebesar Rp72,9 triliun dalam RAPBNP 2015 bisa mencapai tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah. Apalagi, dia menambahkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menemukan bahwa dalam praktiknya oleh BUMN, dana tersebut digunakan untuk membayar utang khususnya utang luar negeri.

BACA JUGA: