JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keinginan Komisi VI DPR RI untuk menetapkan status anak perusahaan BUMN sebagai perusahaan pelat merah agar bisa diaudit Badan Pemeriksa Keuangan dan diawasi DPR tampaknya mendapatkan penentangan dari pihak BUMN. Ketua Biro Hukum Kementerian BUMN Hamra Samal mengatakan, anak usaha BUMN bukanlah perusahaan BUMN karena tidak ada penyertaan modal negara yang langsung kepada anak usaha.

Dengan demikian, kata Hamra, tak mungkin dalam revisi UU BUMN nantinya, anak usaha BUMn diubah statusnya dari perusahaan swasta ke BUMN. "Wajar kalau DPR ingin memperjelas anak usaha. Padahal dalam konotasinya tidak ada kaitannya dengan uang negara," kata Hamra kepada Gresnews.com, Minggu (26/4).

Hamra mengaku bisa memahami alasan DPR menyatakan anak usaha BUMN adalah perusahaan negara. Hal itu bertolak dari pemikiran DPR bahwa perihal penyertaan modal yang diberikan negara kepada induk usaha sama seperti penyertaan modal induk usaha ke anak usaha. "Karena penyertaan modalnya merupakan uang dari negara kepada anak usaha," kata Hamra.

Hanya saja, kata Hamra, dari sisi BUMN selaku korporasi penyertaan modal ke anak usaha tak bisa diterjemahkan sebagai penyertaan modal negara. "Anak usaha BUMN bukanlah perusahaan BUMN karena tidak ada penyertaan modal negara yang langsung kepada anak usaha," tegasnya.

Karena itulah, kata dia, masih ada beda pandangan antara Kementerian BUMN dengan DPR selaku pengawas. DPR, kata Hamra, ingin merevisi UU BUMN dengan pola berpikir pengawasan yaitu menghindari terjadinya kebocoran. Sementara BUMN selaku pelaku usaha berpikir dalam konteks agar BUMN semakin efisien mencari keuntungan untuk negara.

Hanya saja, kata dia, beda pandangan ini tidak mengganggu proses revisi yang masih bergulir bergulir baik ditingkatan DPR maupun pemerintah sendiri. Hamra menjelaskan dalam aturan untuk melakukan revisi UU BUMN, biasanya DPR melakukan kajian kemudian terbentuklah draft revisi UU BUMN.

Setelah itu, DPR mengirimkan draft tersebut kepada pemerintah agar pemerintah bisa mengkaji. Setelah menerima draft tersebut, pemerintah pun mencocokan kajian DPR dengan kajian yang dimiliki pemerintah. Setelah cocok maka pembahasan lebih lanjut berada di Komisi VI DPR RI. "Ya nanti draft itu akan dibahas versi DPR dan pemerintah. Ya semacam beradu konsep," kata Hamra.

Menanggapi pernyataan Hamra ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan, DPR tetap pada pendiriannya untuk memperjelas status anak usaha BUMN. Dia bersikukuh bahwa status anak usaha BUMN adalah perusahaan negara karena dapat berdiri karena adanya penyertaan modal dari induk usaha BUMN yang uangnya notabene adalah uang negara.

Dia menuturkan, jika mengacu kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62 Tahun 2012, keuangan anak usaha BUMN juga termasuk kategori keuangan negara dan bisa diaudit oleh BPK. Selama ini, kata Azam, batasan itu seperti sengaja dibikin kabur.

Sehingga akibat adanya pemaknaan status anak usaha BUMN adalah badan usaha swasta, induk usaha banyak melakukan penyimpangan aliran dana kepada anak usaha agar BPK tidak dapat mengaudit. "Saya melihat modus operandi yang harus disikapi. Banyak penyimpangan dari induk usaha ke anak usaha," kata Azam kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: