JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lebih dari setahun Putusan MK 35/2012 telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ironisnya, hingga kini putusan tersebut belum terimplementasi. Padahal Putusan itu merupakan bentuk koreksi atas proses negaraisasi hutan adat yang telah berlangsung puluhan tahun yang menyebabkan pelanggaran hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah/hutan adatnya. Pemerintah perlu menyegerakan penetapan hutan adat sebagai implementasi Putusan MK 35/2012.

"Penetapan hutan adat penting untuk menjamin kepastian hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah hutannya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat hukum adat, seperti yang dicita-citakan dalam konstitusi," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia Andiko, dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Minggu (28/9).

Selama satu tahun terakhir, Perkumpulan HuMa Indonesia beserta mitra-mitranya telah melakukan uji legal dan sosial penetapan hutan adat di 13 lokasi. Seperti diketahui, penetapan hutan adat tergantung pada subyek pemegang haknya, yakni masyarakat hukum adat. Penetapannya dilakukan berdasar Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah.

Lokasi-lokasi riset identifikasi wilayah/hutan adat dilaksanakan di Mukim Lango, Kabupaten Aceh Barat dan Mukim Beungga, Pidie di Nanggroe Aceh Darussalam, Marga Serampas di Kabupaten Merangin di Jambi, Marga Suku IX di Kabupaten Lebong di Bengkulu, Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar dan Nagari Simpang, Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat. serta Suku Taa Wana di Morowali di Sulawesi Tengah.

Selain itu masyarakat hukum adat yang didorong penetapan subyek dan wilayah adat termasuk hutannya adalah: Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak Banten, Tapang Sambas Kabupaten Sekadau dan Ketemenggungan Siyai di Kalimantan Barat, Masyarakat Kampong Muluy, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, Amatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba dan Masyarakat Adat Seko di Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan, dan To Marena di Kabupaten Sigi

Uji legal mengidentifikasi bahwa banyak masyarakat hukum adat telah diakui keberadaan hukumnya oleh Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah. Sebagai contoh misalnya; Perda Kabupaten Morowali No 13 tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Tau Taa Wana, SK Bupati Luwu Utara No 300 tahun 2004 tentang Keberadaan Masyarakat Adat Seko. Di beberapa tempat diantaranya bahkan telah mengakui secara jelas mengenai keberadaan hutan adat, macam di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Kerinci, di Jambi.

"Temuan-temuan tersebut dan Putusan MK 35 tahun 2012 menjadi sebuah oase sekaligus sebagai pintu utama untuk memulihkan kembali hak masyarakat adat dan wilayah hutannya. Dalam rangka itu, implementasi penetapan hutan adat berdasarkan Putusan MK 35 tahun 2012 membutuhkan dialog antar institusi terkait, seperti Kementerian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, serta masyarakat adat sendiri,” lanjut Andiko.

Dialog multi-pihak ini penting diselenggarakan mengingat untuk mengimplementasikan Putusan MK 35 bersifat lintas-sektor dan lintas level pemerintahan. Sinergi peran antara Pemerintah, Pemda dan Masyarakat Hukum Adat perlu ditingkatkan untuk menata dan menginventarisasi kembali hutan adat yang terpisah dari hutan negara.

Dengan menjalankan sinergi tersebut, Putusan MK 35 tahun 2012 memiliki makna berarti di lapangan dan tidak hanya sebatas norma teks yang tertulis. "Tidak ada alasan untuk menunda penetapan hutan adat," tutup Andiko

MK, lewat perkara Nomor 35/PUU-X/2012 menguji Pasal 1 angka 6, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 5 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), Pasal 67 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3) UU No. 41 tahun 1999. Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian dari permohonan yang diajukan oleh para pemohon.

Pada intinya MK melalui putusan itu mengeluarkan hutan  adat dari hutan negara. Sayangnya, MK tidak menjadikan hutan adat sebagai kategori khusus yang berbeda dengan hutan hak, melainkan memasukkan keberadaan hutan adat sebagai salah satu jenis dalam hutan hak.

"Sehingga hutan hak selain terdiri dari hutan yang berada di atas tanah perseorangan/ badan hukum, juga merupakan hutan yang berada pada wilayah masyarakat hukum adat," kata Widiyanto, peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia.  

BACA JUGA: