JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penghentian perkara (SP3) dugaan korupsi penyalahgunaan kredit pengadaan drying center atau alat pengering gabah dari Bank Bukopin ke PT Agung Pratama Lestari terus menimbulkan tanda tanya. Pasalnya pihak Kejaksan Agung saling lempar saat dikonfirmasi soal putusan kontroversial tersebut. Belakangan Jaksa Agung menyatakan kasus SP3 itu bisa dibuka kembali jika ada fakta lain.

Status SP3 Bank Bukopin awalnya disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus R Widyopramono. Menurutnya SP3 kasus Bukopin dilakukan sebelum dirinya. Jampidsus sebelumnya yang disebut Widyopramono jelas merujuk pada Andhi Nirwanto yang saat ini mejabat Wakil Jaksa Agung.

Namun hal itu langsung ditepis oleh Andhi. Ketua Perhimpunan Jaksa Indonesia ini menyatakan saat dirinya menjabat Jampidsus tidak ada satupun kasus yang di SP3. "Tidak ada SP3 waktu saya, coba cek lagi," kata Andi di Kejagung.

SP3 Bank Bukopin kian memunculkan kecurigaan, ada dugaan perkara tersebut banyak ditunggangi kepentingan. Apalagi SP3 perkara ini disebut menyeret nama Direktur Utama Bank BRI Sofyan Basir. Namun belakangan  ia ditunjuk menggantikan Nur Pamudji sebagai Direktur Utama PLN.

Dikonfirmasi soal SP3 perkara Bank Bukopin ini Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku belum mengetahui detil alasan SP3 kasus Bank Bukopin. Namun menurut mantan Jampidum ini, dalam perkara ini kepemilikan saham negara di Bank Bukopin kurang dari 50 persen. Sehingga negara tidak berkepentingan.

Namun untuk memperjelas perkara ini, dirinya akan menanyakannya kepada Jampidsus. Jika kemudian ditemukan fakta lain akan kembali dibuka. "Kalau ada fakta lain, SP3 bisa dibuka kembali," jelas Prasetyo di Kejagung, Senin (29/12).

Dalam kasus ini, negara diduga dirugikan sekitar Rp76 miliar. Dengan demikian, nasib 10 pejabat Bank Bukopin dan rekanan Direktur PT Agung Pratama Lestari (APL) Gunawan Ng, yang hampir enam tahun menyandang status tersangka berakhir sudah.

Pengusutan kasus ini memunculkan kecurigaan. Selain lamban dalam penanganannya, belakangan kasus tersebut tiba-tiba di SP3. Awalnya Kejagung berdalih tak kunjung menuntaskan kasus itu karena masih menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun belakangan mereka berdalih  Bank Bukopin tidak sepenuhnya milik negara, karena saham pemerintah kurang dari 50 persen.

Tapi, Jaksa Agung (saat itu) Basrief Arief juga tidak serta-merta menentukan sikap. Dengan  alasan akan melihat perkara yang sama kasus Elnusa di Bandung. Belakangan kasus tersebut dapat dibuktikan bersalah di MA. Dari hasil audit independen juga ditemukan kerugian negara sebesar Rp50,9 miliar. Namun lagi-lagi kasus tersebut tak berlanjut justru, kasusnya di SP3.

Kasus ini bermula ketika Direksi PT Bank Bukopin yang saat itu dipimpin Sofyan Basir memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama Lestari untuk pembangunan drying center pada 2004 yang dikucurkan dalam tiga tahap. Pembangunan drying center dilakukan pada Bulog Drive Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, sebanyak 45 unit.

Penggelontoran kredit Bank Bukopin sebesar Rp62 miliar ke PT Agung Pratama Lestari tersebut diduga tidak digunakan sebagaimana mestinya, seperti pada pengadaan spesifikasi merek dan jenis mesin, sehingga penggelontoran kredit dan proyek tersebut menjadi kasus dan ditingkatkan ke penyidikan oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2008 silam.‬ Kasus itu  diduga merugikan negara hingga Rp76 miliar.

Dalam perjalanannya Kejagung telah menetapkan 11 tersangka. Hanya saja, nama Sofyan Basir, Dirut Bank Bukopin ketika itu dan Dirut Bukopin saat ini Glen Genardi tak juga ditetapkan sebagai tersangka. Padahal menurut sumber di Kejaksaan Agung, keduanya dikabarkan sudah masuk daftar calon tersangka baru. Namun hingga saat ini keduanya belum ditetapkan sebagai tersangka, dengan alasan penyidik masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).‬

Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto yang ketika itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, pada  25 Oktober 2013 sempat dikonfirmasi soal kasus itu. Namun dia tidak memberikan titik terang terkait keterlibatan Sofyan dan Glen. Padahal, kredit yang digelontorkan Bank Bukopin sejumlah Rp62 miliar kepada PT Agung Pertama Lestari untuk membiayai proyek tersebut, diduga terealisasi atas persetujuan dan tanda tangan Sofyan Basir dan dieksekusi oleh Glen.‬‪

Alasan Andhi ketika itu, BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menolak melakukan audit dengan dalih kepemilikan saham pemerintah di Bank Bukopin di bawah 50%.‬ ‪Padahal, ada yurisprudensi dimana perkara PT Elnusa dapat dibuktikan di pengadilan, meskipun saham pemerintah di bawah 50% di perusahaan tersebut. Karena alasan tersebut, Kejagung kemudian meminta audit independen dan hasilnya ditemukan kerugian negara sebesar Rp50,9 miliar.‬‪

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 11 tersangka. Sejumlah 10 tersangka di antaranya berasal dari unsur Bukopin, yakni Harry Harmono, Zulfikar Kesuma Prakasa, Elly Woeryandani, Bukopin Suherli, Linson Harlianto, Eddy Cahyono, Dhani Tresno, Aris Wahyudi, Anto Kusmin, dan Sulistiyohadi. Sementara satu tersangka lainnya dari unsur swasta, yakni kuasa Direktur PT Agung Pratama Lestari, Gunawan Ng.

BACA JUGA: