JAKARTA - Pembahasan revisi UU Mineral dan Batu Bara oleh Komisi VII DPR yang sedemikian cepat, terkesan dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan pengusaha batu bara yang masa kontraknya akan segera berakhir. 

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman melontarkan kritik terhadap Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Minerba DPR, yang sekaligus sebagai Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, yang merasa bangga bahwa DPR telah sangat cepat menyelesaikan pembahasan 938 Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam tempo 10 hari kerja, setelah DPR dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sepakat untuk membentuk Panja Minerba DPR pada 13 Februari 2020.

"Bukan soal cepat yang dinilai oleh rakyat tetapi konten yang akan mereka hasilkan dari pembahasan cepat RUU Minerba ini apakah besar manfaatnya untuk rakyat atau untuk kepentingan oligarki," kata Yusri kepada Gresnews.com, Rabu (4/3).

Menurut dia, cepatnya pembahasan RUU Minerba terkesan begitu kental hanya untuk mengamodasi kepentingan tujuh pengusaha pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi pertama yang sudah 30 tahun menguasai separuh dari total produksi nasional batu bara, yaitu sekitar 200 juta metrik ton per tahun. DPR dinilai bukan bekerja untuk kepentingan rakyat.

Revisi UU Minerba itu krusial bagi perusahaan pemegang PKP2B yang akan segera habis masa berlakunya. Pada 23 Oktober 2019, Gresnews.com menyurati Kementerian ESDM untuk mengonfirmasi posisi terakhir perusahaan pemegang PKP2B Generasi I yang akan segera habis izinnya itu. Pada 7 November 2019, Kementerian ESDM membalas dengan jawaban ada tujuh pemegang PKP2B Generasi I: PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal Indonesia. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan kontrak mereka akan habis dalam waktu dekat, di antaranya PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada 31 Desember 2021 dan PT Arutmin Indonesia pada 1 November 2020. Lalu, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal Energy pada 26 April 2025.

Yusri menegaskan, menurut Pasal 75 ayat (3) UU 4/2009 tentang Minerba, semua tambang PKP2B generasi pertama yang sudah berakhir kontraknya wajib diberikan hak pengelolaannya kepada BUMN/BUMD untuk menjaga ketahanan energi nasional.

Di sisi lain, timbul pertanyaan, mengapa Komisi VII DPR tidak mampu menyelesaikan RUU Migas yang sudah diajukan sejak 2013, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 November 2012 membubarkan BP Migas. Artinya, hampir tujuh tahun RUU Migas tak jelas penyelesaiannya di DPR.

Meskipun dalam 13 butir isu penting yang disampaikan oleh pemerintah cq. Kementerian ESDM ke DPR pada awal Februari 2020 ada upaya penguatan peran BUMN pada butir 12; dan kepastian perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan PKP2B pada butir 13, tetapi dapat dipastikan tujuan utamanya adalah untuk menyelamatkan perpanjangan kontrak tujuh pemegang PKP2B.

"Penguatan peran BUMN hanya sebagai pengecoh publik seolah-olah pemerintah dan DPR sangat pro-rakyat, padahal kenyataan berbeda, karena semuanya hanya pepesan kosong," ungkapnya.

Ia mengatakan hal itu terlihat jelas dari draf RUU Minerba dan Omnibus Law soal penguatan peran BUMN tidak ditemukan bagaimana konkretnya, hanya sebatas judul alias pepesan kosong.

Menurut Yusri, pemegang KK dan PKP2B telah membangkang terhadap UU Minerba sejak diberlakukan pada awal Januari 2009. Pada Pasal 169 UU Minerba dikatakan bahwa KK dan PKP2B yang ada berlaku sampai kontrak berakhir, hanya diwajibkan menyesuaikan dengan isi UU Minerba selama satu tahun sejak diberlakukan UU Minerba, kecuali soal penerimaan negara. "Poin inilah yang dilanggar oleh semua pemilik KK dan PKP2B, dan negara tak berdaya," ujarnya.

(G-2)

BACA JUGA: