Pemain Tender Minyak yang Diduga Bermasalah Masih Eksis di Pertamina
JAKARTA - Gonjang-ganjing Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul disahkannya revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan polemik terpilihnya pimpinan KPK kemungkinan akan menunda penyelesaian sejumlah kasus. Masa bakti pimpinan saat ini akan berakhir pada Desember 2019. Kemudian akan ada masa transisi ke pimpinan yang baru.
Namun, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro berharap pengusutan kasus-kasus korupsi oleh KPK tetap harus dituntaskan. "Semua kasus di KPK, termasuk kasus migas, harus mendapat perlakuan yang sama di depan hukum (untuk diselesaikan)," kata Komaidi kepada Gresnews.com, Selasa (17/9).
Apalagi KPK baru saja menetapkan Managing Director Pertamina Energy Services (PES) 2009-2013-–yang selanjutnya menjabat Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd 2014-2015—Bambang Irianto sebagai tersangka. Bambang disangkakan menerima uang sebesar US$2,9 juta (setara Rp40,6 miliar) dari pihak Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) Indonesia yang diduga berkaitan dengan kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk PES/PT Pertamina (Persero). Lalu pemegang saham SIAM Group Holding Ltd Lukman Neska sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri oleh KPK selama enam bulan terhitung sejak 2 September 2019. KPK menyatakan Bambang mendirikan perusahaan cangkang bernama SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island. Tujuannya untuk menampung dana yang diduga hasil suap tersebut selama 2010-2013.
BACA: Suap Pertamina, Jangan Cuma Berhenti di Bambang Irianto
Pengembangan dan pendalaman terhadap perkara Bambang itu dinilai sejumlah kalangan akan menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan mafia migas di Indonesia yang lebih besar, khususnya yang berkaitan dengan Petral dan PES. Satu fakta, hasil audit forensik terhadap Petral yang dilakukan oleh Kordamentha pada 2015 (semasa Menteri ESDM Sudirman Said) menunjukkan adanya transaksi tidak jelas sebesar US$18 miliar (Rp250 triliun) dalam kegiatan importasi minyak dan produk kilang di Pertamina melalui Petral/PES.
Komaidi enggan menjelaskan lebih terperinci tentang Petral, lantaran mengaku belum mengetahui data terakhir. Namun, kata dia, yang jelas Petral dibubarkan atas rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri pada 2015.
Menurut Komaidi, setelah Petral bubar, pelaksanaan impor minyak dialihkan ke Integrated Supply Chain (ISC). Apakah mafia migas hilang atau masih ada setelah dikelola ISC, belum bisa dipastikan. "Karena sampai saat ini belum ada laporan audit ISC," katanya.
MASIH EKSIS
Penelusuran Gresnews.com menemukan nama perusahaan Emirates National Oil Company (Singapore) PTE LTD (ENOC) masih bercokol dalam himpunan 142 perusahaan yang masuk Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) ISC Pertamina per 25 April 2019. Penjelasan KPK pada pekan lalu, diduga peran Bambang adalah berkaitan dengan penentuan peserta tender. ENOC adalah perusahaan yang diduga ‘dipinjam benderanya’ oleh pihak Kernel Oil untuk mengikuti tender pengadaan minyak mentah. ENOC yang secara formal mengikuti tender tapi order dan pengapalan oleh Kernel Oil.
Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Pemeriksaan Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero) dan Petral/PES Tahun 2012, 2013, dan 2014 (Semester 1) di Jakarta, Batam, Cilacap, Surabaya, Singapura, Hongkong, Aljazair, dan Dubai, tanggal 13 Januari 2015, menunjukkan pengadaan minyak mentah Saharan pada 2012-2013 melalui PES dilakukan melalui National Oil Company (NOC). Namun, NOC tersebut bukanlah pemilik yang masuk dalam kategori produsen minyak mentah Saharan. Salah satunya: ENOC.
“Fakta tersebut menunjukkan Petral/PES membeli minyak mentah Saharan dari supplier yang tidak memiliki share di Blok 405a, yakni CNOOC, ENOC, PetroChina, dan PTT,” tulis BPK.
Ternyata, sejumlah perusahaan/supplier yang dulu dicatat bermasalah oleh Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Nasional dalam Rekomendasi Akhir 13 Mei 2015, masih masuk Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PT Pertamina (Persero) per 25 April 2019.
“NOC tersebut beberapa kali digunakan sebagai ‘kedok’ untuk memenuhi ketentuan pengadaan minyak oleh PES,” tulis rekomendasi akhir Tim.
Petco Trading Labuan Company Limited masih eksis saat ini. Padahal, pada 2013, ada temuan perusahaan ini digunakan sebagai ‘kedok’ NOC dalam pengadaan Gasoil 0,35% Sulphur yang pengapalannya dilakukan SK Energy Co. LTD atas nama SK Energy International PTE LTD; dipakai pula sebagai NOC pengadaan Jet/Kerosene yang pengapalannya dilakukan AVTTI atas nama Vitol Asia Pte Ltd; lalu digunakan sebagai NOC dalam pengadaan Gasoil 0,35% Sulphur yang pengapalannya dilakukan oleh HinLeong Trading (PTE) LTD; digunakan juga sebagai NOC pengadaan Gasoil 0,35% Sulphur yang dikirimkan oleh HinLeong Trading (PTE) LTD atas order Sinopec (Hongkong) Petroleum Company Limited.
Phillips 66 International Trading Pte Ltd juga masih eksis. Pada 2014, PES melakukan pengadaan Gasoline 88 RON menggunakan kapal Akrotiri oleh Vopak atas pesanan Phillips 66 International Trading PTE LTD.
Glencore Singapore PTE LTD juga masih ada. Pada 2016, sempat heboh dugaan impor minyak mentah Sarir/Mesla Blend yang diduga bodong. Temuan itu juga masuk dalam audit BPK yang telah diterima oleh KPK.
BACA: Ribut-Ribut Impor Minyak ‘Bodong’ Glencore ke Pertamina
(G-1)
- Masih Ada Celah Penyimpangan dalam Model Transparansi Pengadaan Minyak Mentah Pertamina Ala BTP
- Pertamina Didesak Bubarkan PIMD
- Awasi PIMD Agar Tak Menjadi Petral Jilid II
- Pertamina Tegaskan PIMD Bukan Petral Baru
- Habis Petral Terbitlah Pertamina International Marketing and Distribution, Rawan Mafia Migas?
- Perusahaan Broker Petral Masih Ikut Tender di ISC
- Modus Penyelundupan Minyak Pertamina di Laut