JAKARTA - Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu tentang Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan yang dilansir oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 28 Februari 2019 mencantumkan bagian khusus berjudul Isu Domestik dan Internasional atas Produk Kelapa Sawit. Terdapat hambatan dagang, tulis BPK, antara lain pemberlakuan kebijakan antidumping untuk biodiesel Indonesia oleh Amerika Serikat dan pelarangan biodiesel oleh Parlemen Uni Eropa karena dinilai masih menciptakan deforestasi, korupsi, pembukaan lahan perkebunan dengan membakar, hingga masalah pekerja anak dan HAM.

Dikutip pula laporan Parlemen Uni Eropa berjudul On Palm Oil and Deforestation of Rainforests yang memuat alasan keluarnya resolusi sawit, yaitu pengurangan hutan (deforestasi), pelanggaran HAM, dan perubahan iklim. Resolusi 4 April 2017 itu juga menyebut Malaysia dan Indonesia sebagai produsen sawit utama yang menguasai 85-90% pasar global dan deforestasi di Indonesia terjadi 0,5% tiap lima tahun. Resolusi itu meminta negara peserta untuk mengembangkan teknologi dan langkah nyata, termasuk menyusun materi kampanye, untuk mengurangi dampak konsumsi sawit di Uni Eropa serta mengurangi investasi di negara dunia ketiga yang mengalami deforestasi (Rekomendasi No. 41).

Gresnews.com menelisik bagaimana isu/kampanye lingkungan tersebut digerakkan serta bagaimana struktur dan distribusi pendanaan untuk organisasi masyarakat sipil (LSM) di Indonesia. Tidak semua bisa disorot, hanya beberapa yang dianggap penting dalam lapangan isu deforestasi dan sawit, dan khusus yang berhubungan dengan Indonesia. Sumber primer adalah situs resmi dari lembaga-lembaga yang disebut, selain dokumen lain-lain.

CLIMATE AND LAND USE ALLIANCE (CLUA)
Inisiatif ini dibentuk pada 2010. Berkedudukan di San Fransisco, Amerika Serikat. Digawangi oleh lembaga donor dan filantropis, yakni ClimateWorks Foundation (USA), David and Lucile Packard Foundation (USA), Ford Foundation (USA), Gordon and Betty Moore Foundation (USA), dan Margaret A. Cargill Foundation (USA). Bentuk aksi inisiatif ini adalah lobi politik, peningkatan kapasitas organisasi sipil, dialog teknis, dan pendanaan. Dalam situs resminya, CLUA menyatakan sepanjang 2010-2018 telah memberikan hibah sebanyak 1.451 dan kontrak senilai US$470 juta.

Fokus gerakannya memang di Indonesia—selain Brazil, Meksiko, dan Amerika Tengah. Agenda strategis CLUA di Indonesia ada empat: 1) Kebijakan pengembangan emisi rendah; 2) Hak masyarakat atas lahan; 3) Keberlanjutan produksi komoditas; 4) Promosi keadilan dan pembangunan berkelanjutan.

Profil donor CLUA menarik dilihat. Margaret Cargill adalah pewaris kedelapan konglomerat pertanian Cargill yang saat ini juga mengelola lahan sawit di wilayah Indonesia.

ClimateWorks Foundation, mengutip influencewatch.org, digawangi oleh Susan Tierney—mantan Asisten Sekretaris Bidang Kebijakan di Departemen Energi AS semasa Presiden Bill Clinton—dan John Podesta—politisi Partai Demokrat AS. George Soros lewat Foundation to Promote Open Society, Energy Foundation—disokong jaringan politisi sayap kiri—dan Sea Change Foundation—yang didirikan oleh Nathaniel Simons (anak dari James Simons, pendiri Renaissance Technologies) adalah juga penyumbang ClimateWorks Foundation. Di India, ClimateWorks masuk daftar hitam pada 2014 karena tercium Biro Intelijen India memberikan dana untuk Greenpeace. Di AS sendiri, ClimateWorks sempat dituding sebagai sarana untuk ‘membuang’ dana kepada politisi liberal dengan dalih penyaluran untuk lembaga nonprofit.

The Packard Foundation, pada 2016, menyumbang US$500 ribu kepada ClimateWorks Foundation untuk program di Indonesia bernama: Produksi dan Proteksi. Tujuannya untuk menghubungkan pelaku politik Indonesia dengan dunia internasional dan pebisnis swasta.

Dalam dokumen 2016 Evaluation of the Climate and Land Use Alliance tertanggal 6 April 2017, berkaitan dengan Indonesia, disebutkan CLUA dan para mitra di Indonesia telah melakukan menjalankan kegiatan dengan baik untuk menjaga keterhubungan antara isu lahan dan perubahan iklim di headline surat kabar dan portal berita, serta menjadikan isu tersebut sebagai pembicaraan penting pemerintah dan eksekutif perusahaan yang dikritisi oleh kelompok lingkungan dan konsumen. Penerima dana CLUA di Indonesia juga berhasil meyakinkan perusahaan-perusahaan sawit dan kertas di Indonesia untuk menyetujui komitmen zero-deforestasi. Selama 2012-2015, perusahaan-perusahaan kayu, kertas, dan sawit di Indonesia dimoratorium. Hal yang sama juga terjadi melalui moratorium sawit oleh Presiden Joko Widodo pada April 2016. Pada 2015, juga tercapai pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG).

Dalam rekomendasinya tercatat sejumlah hal seperti CLUA akan berinvestasi dalam peningkatan kapasitas LSM lokal dan nasional, apalagi Ford Foundation—salah satu penyokong CLUA—berpengalaman dalam bidang itu. Dalam hal pendanaan, CLUA akan mencoba menggandeng pihak lain seperti Green Climate Fund dan Asian Infrastructure Investment Bank.

Berdasarkan data yang diolah, 2016-sekarang, ClimateWorks Foundation mengucurkan setidaknya Rp65,6 miliar untuk LSM di Indonesia, Ford Foundation Rp153,2 miliar, Packard Foundation Rp119,8 miliar, Cargill Foundation Rp5,8 miliar.

UPDATE 4 September 2019: ICW Akui Terima Dana Ford untuk Peningkatan Kapasitas Lembaga Bukan Kampanye Sawit

UPDATE 4 September 2019: WWF Indonesia Jelaskan Dana dari Cargill Foundation untuk Program di Papua dan Papua Barat

NORAD-NORWAY’S INTERNATIONAL CLIMATE AND FOREST INITIATIVE (NICFI)
NORAD adalah akronim dari Norwegian Agency for Development Cooperation. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Luar Negeri Norwegia. Berkaitan dengan aktivitas NICFI, NORAD melaporkan langsung kepada Kementerian Iklim dan Lingkungan Norwegia.

NICFI menjalin kesepakatan dengan CLUA dalam program untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh deforestasi dan degradasi hutan (REDD+). Untuk periode 2018-2022, fokusnya adalah Brazil dan Indonesia. NICFI dan CLUA terikat kesepakatan bertajuk: Targeted Support To The Climate And Land Use Alliance 2018-22 Strategy: Primary Focus On Brazil & Indonesia. Diteken pada 11 September 2018 oleh NICFI Director Per Fredrik Ilsaas Pharo dan CEO ClimateWorks Foundation Charlotte Pera. Dana yang disediakan sebesar NOK300 juta/US$33.735.021/Rp468 miliar.

Berdasarkan data yang kami olah, NICFI 2016-2020 mengucurkan hingga Rp1,2 triliun, untuk program yang mencakup LSM Indonesia dan negara-negara lain.

UPDATE Selasa, 10 September 2019: Earthworm Foundation: Kampanye Bukanlah Pola Bisnis Kami

(G-1)

BACA JUGA: