JAKARTA - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), perusahaan pembuat baja terbesar di Indonesia, lewat program restrukturisasi mengurangi sekitar 29% tenaga kerja inti sebagai bentuk efisiensi dan modernisasi. Yakni dari sekitar 6.624 karyawan dirampingkan menjadi 4.453 orang.

Tentu saja rencana tersebut mendapat tentangan dari para karyawannya. "Kami terus mendesak berbagai pihak untuk menunda ataupun membatalkan program restrukrisasi karena akan berdampak ke PHK massal bagi buruh," ungkap Koordinator Gerakan Bersama Buruh (Geber) BUMN Ahmad Ismail kepada Gresnews.com, Kamis (24/7).

Ia menjelaskan, hingga saat ini, sudah terjadi proses pembahasan antara perwakilan para pihak baik di tingkat daerah maupun pusat. Langkah selanjutnya adalah meminta keterlibatan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menuntaskan kasus PHK massal itu.

Diketahui sebelumnya, PT KS tengah melakukan restrukturisasi terhadap kurang lebih 1.300 karyawan organik di PT KS induk. Sejak Juni lalu, karyawan-karyawan tersebut dipindahtugaskan dari PT KS induk ke anak-anak perusahaan. Berbeda dengan karyawan organik, kurang lebih 2.867 buruh outsourcing terancam tidak akan lagi bekerja di perusahaan tersebut. Sebab, mulai Juni hingga Agustus, PT KS tidak akan melanjutkan kontrak kerja dengan perusahaan rekanan atau vendor selaku penyedia tenaga kerja.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dalam berbagai kesempatan menegaskan perseroan harus melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi itu mencakup restrukturisasi organisasi, restrukturisasi utang dan restrukturisasi bisnis. Kebijakan itu tak lagi bisa ditawar lantaran perseroan sudah tujuh tahun berturut-turut mengalami kerugian. Tahun 2018, KS melaporkan kerugian bersih sebesar US$ 77,2 juta dari pendapatan yang berhasil diraup US$ 1,7 miliar. (G-2)

 

BACA JUGA: