JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah hingga kini dinilai belum serius menangani permasalahan masyarakat adat. Pemerintah dinilai seringkali mengabaikan hak ulayat masyarakat dan belum memenuhi amanat UUD 1945.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengatakan, hampir 70 tahun sejak berlakunya UUD 1945, pemerintah belum menentukan sikap untuk pembelaan hak-hak masyarakat adat. Abdon menegaskan, tolok ukur ketidakhadiran negara dilihat dari belum adanya UU Pelaksanaan khusus bagi masyarakat adat.

"Hak masyarakat adat harus diakui negara. 70 tahun hak itu masih terabaikan. Pembiaran ini menjadi alasan konflik dan perampasan hak ulayat terus berlanjut," kata Abdon dihubungi Gresnews.com, JumĀ“at (17/4).

Abdon menggarisbawahi, kebijakan one map policy kini harus menjadi prioritas pemerintah. Pasalnya, sejauh ini kebijakan one map policy belum dimasukkan dalam administrasi ruang wilayah adat. Abdon menilai, jika kebijakan one map policy tersebut tidak direspons serius pemerintah, maka perampasan dan konflikĀ  ulayat akan terus mengorbankan masyarakat adat.

"Pemerintah harus segera mengintegrasikan peta-peta wilayah adat sesuai yang diberikan AMAN kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Ini sangat penting diberlakukan agar tanah-tanah adat masyarakat dapat terintegrasi dan dijamin negara," ujar Abdon.

Solusinya, Abdon berharap, DPR atau lembaga legislatif segera mendorong RUU Masyarakat Adat. Pihak AMAN berharap, RUU perlu dipercepat proses pembahasannya agar bisa segera disahkan oleh pemerintah tahun 2015 ini.

Abdon mengakui, RUU tersebut sedang diproses DPR statusnya belum rampung 100 persen. Rancangan yang sudah diproses mencapai 80 persen. Salah satu aspek yang masih dikaji yaitu terkait moratorium izin-izin baru. Dimana, secara spesifik menyangkut one map policy izin-izin yang masih tumpang tindih.

Selain itu, masih dikaji juga usulan Aman yang meminta pembentukan Komisi Nasional (Komnas) urusan masyarakat adat yang sifatnya independen dan permanen. AMAN menilai, Komnas tersebut dibentuk karena selama ini koordinasi lintas sektor khususnya menyangkut masyarakat adat masih lemah.

"RUU tersebut tinggal 20 persen lagi dimana yang belum tuntas adalah menyangkut moratorium perizinan baru dan proses pembentukan kelembagaan Komnas masyarakat adat," kata Abdon.

Sebelumnya, Komisi II DPR telah memulai pembahasan tentang RUU Pertanahan. Komisi II optimistis mampu menyelesaikan RUU tersebut pada 2015 ini karena draf tersebut sudah masuk dalam prolegnas 2015.

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, saat ini sejumlah masalah pertanahan di Indonesia diantaranya tumpang tindih kepemilikan lahan yang berpotensi menimbulkan konflik vertikal dan hotizontal. Salah satunya adalah pengakuan atas tanah adat atau ulayat.

"Masyarakat hukum adat wajib diakui oleh negara sehingga perlu ada penguatan, revitalisasi, dan regulasi yang jelas," katanya.

BACA JUGA: