JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wilayah Jawa Barat adalah lumbung air, pegunungan dan hutan hujan alaminya yang berada di belahan selatan dan tengah Jawa Barat telah melahirkan ribuan mata-mata air yang mengalir ke hampir 3500 sungai, 56 situ alami, 3 bendungan besar dan kolam-kolam resapan yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat. Direktur Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan, dari perhitungan kasar Walhi Jawa Barat, dari 3500 desa yang berada di wilayah pegunungan dan daerah aliran sungai di Jawa Barat diperkirakan jumlah mata-mata air yang tersedia 55.000 mata air.

"Ironisnya mata-mata air yang demikian banyaknya satu-satu persatu rusak dan hilang oleh beragam aktivitas manusia dan pembangunan baik infrastruktur maupun komersil. Bukan hanya rusak dan hilang, mata-mata air yang ada sudah beralih kepemilikan dan penguasaan, dari kepemilikan bersama menjadi kepemilikan privat atau individu yang diperjualbelikan," kata Dadan dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Senin (23/3).

Di Kawasan Gunung Halimun Salak, Gede Pangrango, Puncak Bogor, Bandung Utara, Ciremai mata-mata air hilang oleh aktivitas pembangunan hutan beton seperti villa, hotel, apartemen dan sarana-sarana komersil. Sumber mata air pun telah dikuasai dan diperjualkan oleh pengembang atau pengusaha properti. Di Kabupaten Bogor, Cianjur, Sukabumi, Garut mata-mata air hilang oleh oleh aktivitas pertambangan mineral.

"Di kawasan puncak ada sekitar 1500 sarana komersil, di Kawasan Bandung utara ada sekitar 400 sarana komersil," kata Dadan Ramdan menegaskan.

Selain dikuasasi oleh para pelaku bisnis properti komersil, mata-mata air juga dikuasai dan diusahakan oleh pengusaha-pengusaha air baik luar dan dalam negeri oleh badan hukum perusahaan maupun perorangan untuk diusahakan baik di jual langsung sebagai minum kemasan atau bahan baku perusahaan makanan dan minuman. Contoh kasus, di Sukabumi dan Subang, mata-mata air sudah dikuasai oleh perusahaan transnasional seperti Danone, air sungai Citarum sudah dikuasai oleh Aetra.

Di Wilayah Gunung Manglayang, mata-mata air sudah diperjualbelikan perusahaan seperti Perum Perhutani, PT Al Masoem dan perorangan lainnya. Di Sumedang, mata air dikuasai dan diusahakan oleh PT Cocacola. Bukan saja diusahakan sebagai air minum kemasan, mata-mata air diusahakan oleh perusahaan-perusahaan makanan dan minuman seperti Nestle, Indofood, Unilever dan industri lainnya. "Selain itu, air juga dipakai secara besar-besaran untuk pengusahaan industri energi panas bumi, PLTU dan lain-lain," kata Dadan Ramdan.

"Ditengah-tengah penguasaan dan pengusahaan air baik untuk usaha air minum kemasan dan pasokan kebutuhan industri makanan dan minuman, tekstil dan pembangkit listrik, hampir 45% rumah tangga di Jawa Barat belum mendapatkan air bersih dan minum yang baik sehat dan layak," lanjut Dadan Ramdan.

Dadan mengatakan, situasi ini menunjukan bahwa negara telah gagal menjamin perlindungan dan penyelamatan mata air dan sumber air lainnya pada saat yang sama negara telah gagal menjamin keadilan penggunaan air. "Negara telah membiarkan mata air hilang dan dikuasai sekelompok orang/pengusaha. Negara juga membiarkan mata air dan sumber air dicemari dan diracuni," ujarnya.

Sampai saat ini, pemerintah pusat dan daerah belum melakukan pendataan lengkap dan detail mengenai jumlah mata-mata air yang ada, berapa alokasi air untuk kebutuhan pertanian, irigasi pertanian, industri, pembangkit listrik, industri makanan dan minuman dll. Semuanya, tidak terhitung dengan pasti, akuntabilitasnya patut dipertanyakan.

Dadan mengatakan, dalam momentum hari air sedunia dan Putusan MK tentang pembatalan Undang-Undang Sumber Daya Air, seharusnya negara kembali hadir untuk membangun dan menata sistem kelola air baik mata air, air permukaan dan air bawah permukaan tanah saat ini yang amburadul. Pemerintah harus memastikan terlebih dahulu air bagi kepentingan publik dan rumah tangga. "Harus segera ada pendataan yang lengkap soal tata alokasi air yang saat ini belum jelas," ujarnya.

Pemerintah juga harus segera lakukan evaluasi mendalam mengenai keberadaan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor air atau menggunakan air baik swasta dan negeri seperti BUMN dan BUMD yang ada di daerah. "Mata Air bukan komoditas atau barang dagangan, mata air adalah titipan alam untuk dilestarikan, mata air harus dilindungi sebagai barang publik yang harus dikelola secara komunal untuk kepentingan publik. Semoga ke depan, mata air tidak menjadi air mata dan petaka bagi kehidupan," tegas Dadan.
 

BACA JUGA: