JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moelok mengakui banyak keluhan terhadap pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Termasuk masalah kekurangan atau defisit anggaran yang diresahkan masyarakat. Permasalahan itu dikatakan Nila sempat dilakukan dalam pembahasan Rapat Terbatas bersama presiden dan sejumlah kementerian terkait, Jumat lalu.

Diakui nilai dalam masa 1 (satu) tahun penyelenggaraan BPJS Kesehatan  sejak berlangsung 2014 lalu, BPJS Kesehatan memang masih ditemukan banyak permasalahan yang harus dilakukan evaluasi. Diungkapkannya, sampai saat ini BPJS Kesehatan telah mengcover sekitar 90,2 juta warga.

“Ini adalah masa transisi, dan ternyata begitu banyaknya warga yang sudah menderita penyakit yang akhirnya datang ke rumah sakit mau tidak mau untuk dilakukan suatu pengobatan,” kata Nila, seperti dikutip setkab.go.id.

Menkes memaparkan, jika sebelum ini penyakit saluran pernafasan atas atau Ispa yang tertinggi tapi sekarang stroke yang tertinggi. “Stroke, gagal ginjal saya kira ini semua sering masuk ke dalam media, ini gagal ginjal untuk cuci darah data sampai bulan Juli saja kami punya 1 juta kali melakukan cuci darah dan pengeluarannya cukup besar,” paparnya.

Sehingga, diakui Menkes 30 persen dana BPJS Kesehatan terserap untuk penyakit-penyakit  yang sungguh berat itu. “Jadi, ini harus kita benahi, kita kaji lagi, tadi baik dari besarnya iuran maupun juga tentunya selain yang dibayarkan oleh pemerintah ada pekerja bukan menerima upah,” ujarnya.

Untuk Menkes berharap, masyarakat yang sehat agar mendaftarkan diri kepada BPJS sekarang juga, tidak menunggu sakit, sehingga kalau ada apa-apa sudah ada payung asuransinya. Ia menghimbau masyarakat, jangan hanya mendaftar BPJS Kesehatan kalau sudah sakit, karena menjadikan biaya yang mereka bayarkan (misalnya kelas I Rp 59.500) tetapi BPJS Kesehatan harus membayar pengobatan sampai Rp 100 juta – Rp 200 juta misalnya karena pemegang kartu BPJS Kesehatan itu menderita penyakit jantung.

Namun demikian, Nila mengatakan, pemerintah tetap komitmen agar hingga 2019 mendatang bisa seluruh warga memiliki kartu jaminan kesehatan.
Sejumlah permasalahan itu menurutnya sedang diuraikan, bagaimana caranya supaya masa transisi ditahun 2015 bisa dilewati dengan baik. Sehingga tahun 2016 angka jumlah penderita sakit menurun.

Sementara itu Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris yang mendampingi Menteri Kesehatan Nila Moelok dalam konperensi pers, mengimbau masyarakat yang akan mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan agar tidak melalui calo.

“Kita banyak menemukan (calon peserta) kemudian ditipu. Mengurus kartu diminta Rp 100 ribu, padahal hanya Rp 25 ribu, terus hilang orangnya,” kata Fahmi.

Fahmi mengimbau masyarakat yang akan mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan agar mendaftar sendiri atau mendaftar melalui online. “Kita imbau jangan berhubungan dengan calo. Kita ada sistem online, ada loket, silakan mengantri saja,” imbaunya.

Dirut BPJS Kesehatan itu mengakui terkait calo itu juga sempat dibahas dalam rapat terbatas dengan Presiden Jokowi. Namun yang disinggung calo yang ada di rumah saki-rumah sakit.

Sebelumnya dalam rapat terbatas Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan menemukan banyak masalah di lapangan terkait pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Saya sendiri melihat di lapangan banyak masalah-masalah yang dikeluhkan masyarakat, terutama pembayaran di rumah sakit misalnya Rp 14 juta hanya dibayar Rp 4 juta. Sisanya harus dibayar sendiri, dan hal-hal yang lainnya,” kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas.

Presiden Jokowi juga mempersoalkan potensi masalah likuiditas pada BPJS Kesehatan itu. “Saya dengar sudah kira-kira 6 (enam) bulan yang lalu. Selain masalah likuiditas, ia juga mengungkapkan ada permasalahan solvabilitas. Sehingga presiden menginkan masukan dari sejumlah permasalahan tersebut dan mencari jalan keluarnya.

BACA JUGA: