JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ambisi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam mewujudkan kedaulatan pangan dinilai lebih detail dari sisi teknis. Dokumen "Rencana Kerja Pemerintahan 2015" memparkan program kedaulatan pangan dengan target prodiksi padi 73,4 juta ton, kedelai 1,3 juta ton, jagung 20,3 juta ton, gula 2,97 juta ton, daging sapi 466,1 ribu ton, ikan 13,6 juta ton, dan garam 3,3 juta ton.

Namun menurut anggota Komisi VI DPR, Lili Asdjudiredja, target ini terlalu ambisius. "Target itu sejujurnya terlalu ambisius kalau hanya ingin diwujudkan dalam satu tahun anggaran," kata Lili kepada Gresnews.com, di Gedung DPR, Kamis (19/2).

Ia mencontohhkan, Pemerintahan Jokowi menargetkan produksi padi bisa digenjot hingga 73,4 juta ton pada 2015. Naik empat persen dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 70,6 juta ton. Target ini, menurutnya sangat besar mengingat perkembangan produksi padi berjalan amat lambat.

Selama lima tahun belakangan ini, produksi hanya naik enam persen. Sementara produktivitas lahan per hektare stagnan. Terakhir, produktivitas tercatat hanya 51,2 kuital perhektar. "Bagaimana caranya bisa menaikkan empat persen hanya dalam satu tahun, tegasnya.

Ketika jumlah lahan luas panen padi masih tetap 13,7 juta hektare, lanjut Lili, maka peluang menaikkan produksi padi hanya bisa dilakukan dengan menaikkan produktivitas lahan menjadi 53,6 kuintal per hektar. Angka produktivitas sebenar ini dianggapnya sulit tercapai dengan sistem lahan sempit yang mendominasi lahan-lahan di Indonesia.

Jokowi juga berjanji memberikan sumbangan alat pertanian, subsidi benih, melakukan perbaikan irigasi, pembangunan dua waduk baru, percepatan penyelesaian tiga waduk serta revitalisasi satu waduk. Namun ikhtiar ini, lagi-lagi dianggap tidak bisa menggenjot produktivitas. Hingga mencapai 53,6 kuintal per hektar.

"Kecuali kalau diterapkan secara radikal sistem pertanian korporasi dengan satuan lahan yang luas," kata Lili.

Mungkin menyadari masalah tersebut, kata Lili, maka dalam RPJMN 2015-2019 target lahan padi hanya dipatok pada angka 52,74 kuintal per hektare. Uniknya, ini dibikin flat selama lima tahun. Tidak ada penjelasan bagaimana produktivitas. 51,2 kuintal per hektar pada tahun 2014, langsung naik pada angka 52,74 kuintal per hektar pada 2015 ini.

Setelah itu, tidak ada kenaikan hingga tahun 2019. "Apa pun alasannya, peningkatan produksi padi. Tidak mungkin mengandalkan dari sisi intensifikasi lahan pertanian," jelas Lili.

Menurutnya, opsi yang mungkin untuk mengejar target 73,4 juta ton padi hanyalah mencetak sawah baru. Pada sisi ini akan ketemu titik program Jokowi terkait ekstensifikasi lahan pertanian. Yaitu optimalisasi lahan hingga mencapai sekitar empat juta hektare dan pencetakan sawah baru seluas satu juta hektar. "Target ini sangat besar," tegasnya.

Kata Lili, optimalisasi lahan hingga mencapai empat juta hektare, berarti mengubah seluruh lahan non irigasi yang luasnya hanya 3,1 juta hektare dan sebagian lahan tak digunakan menjadi lahan irigasi yang siap pakai. Sementara mencetak sawah baru seluas satu juta hektare, sama dengan luas seluruh lahan pertanian di Jawa Timur.

Ia mengakui, pemerintahan Jokowi membagi target optimalisasi dan pencetakan sawah baru selama lima tahun. "Persoalanya dimanakah didapat lahan seluas itu. Yang pasti tidak mungkin mencetak sawah baru di Jawa dan Bali," tandasnya.

Opsi yang ada hanya di Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sayangnya, diketiga pulau ini masih membutuhkan waktu yang panjang terkait penyiapan infrastruktur jalan, irigasi, pengolahan lahan hingga kesiapan petaninya.

Semua itu, terangnya, membutuhkan perencanaan yang matang dan investasi pemerintah yang cukup besar. Sayangnya pada masalah yang krusial untuk pencetakan sawah baru, belum ada penjelasan detailnya dalam Rencana Kerja Pemerintah 2015.

"Agak mengherankan, karena pada aspek inilah Jokowi menjanjikan dimasa kampanye presiden," tutur Lili.

Pendapat senada juga disampaikan organisasi Rukun Tani Indonesia. Menurut mereka, target Pemerintahan Jokowi-JK, Indonesia swasembada pangan dalam empat tahun ke depan terlalu ambisius tanpa dibarengi redistribusi tanah untuk mencetak sawah baru.

"Sampai saat ini Menteri Pertanian belum melakukan gebrakan maksimal menangani impor beras," kata Ketua Rukun Tani Indonesia, Rudi Casrudi.

Sementara Presiden Jokowi optimis menargetkan bisa mewujudkan swasembada pangan dan kedaulatan pangan akan tercapai dalam kurun waktu 4 hingga 5 tahun mendatang. Beragam cara ditempuh untuk merealisasikan target tersebut. Bahkan Jokowi mengaku tak segan-segan memecat Menteri Pertanian Amran Sulaiman jika gagal mencapai target swasembada pangan.

"Pemerintahan juga memperkuat dari sisi dukungan anggaran," tegas Jokowi saat membuka Jakarta Food Security, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: