JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sebuah studi yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat internasional Oxfam mengungkapkan, jumlah miliuner meningkat dua kali lipat sejak terjadinya krisis keuangan dunia sebagai dampak dari tidak terkendalinya ketidakadilan ekonomi. Pada saat yang sama, setidaknya satu juta ibu di dunia meninggal dunia saat melahirkan anak mereka akibat kurangnya layanan kesehatan.

Meningkatnya ketidakadilan ini menurut Oxfam dapat memundurkan upaya memerangi kemiskinan hingga satu dekade ke belakang. Dalam laporan bertajuk "Akhiri Ketidakdilan Ekstrem" itu Oxfam menjabarkan bagaimana orang paling kaya di dunia memiliki uang lebih banyak dari yang mereka bisa belanjakan. Sementara pada sisi lainnya, ratusan juta orang tinggal dalam kemiskinan yang parah tanpa pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar yang memadai.

Di negara-negara di dunia, kesejahteraan tidak menetes ke bawah kepada orang-orang jelata tetapi hanya berputar diantara orang-orang yang berada di posisi atas yang kekayaannya tumbuh sangat luar biasa cepat. Sejumlah 85 orang terkaya di dunia memiliki nilai kekayaan yang setara dengan dengan harta kekayaan setengah dari seluruh orang termiskin di dunia. Kekayaan mereka meningkat hingga mencapai US$668 juta per tahun antara tahun 2013-2014 alias kekayaan mereka bertambah sebanyak setengah juta dolar AS per menit.

Dampak buruk ketimpangan sosial dan ekonomi ini memang sudah banyak dibicarakan, namun belum ada aksi nyata yang dilakukan. Laporan Oxfam ini merupakan pembukaan dari serangkaian kampanye yang dinama "Even It Up" untuk menekan pemimpin dunia untuk meninggalkan aksi retoris dan mulai melakukan aksi nyata agar masyarakat miskin mendapatkan keadilan.

Aksi nyata diperlukan untuk melarang terjadinya penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional dan orang-orang terkaya di dunia. Perusahaan multinasional dan orang-orang terkaya itu, harus membayar secara adil kepada kas pemerintah, sehingga negara mampu mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi serta membangun masyarakat yang lebih adil.

Winnie Byanyima, Oxfam International Executive Director, mengatakan, jauh dari menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, ketimpangan yang ekstrem malah menjadi penghalang bagi kesejahteraan kebanyakan orang di planet ini. "Saat ini kekayaan hanya beredar terbatas di kalangan atas dan akan terus begitu sampai pemerintah bertindak. Kita tidak bisa membiarkan doktrin ekonomi pikiran sempit dan kepentingan diri para orang kaya dan berpengaruh membutakan kita," kata Byanyima, dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Minggu (9/11).

Di seluruh dunia, kata Byanyima, jutaan orang sekarat karena tidak memiliki cukup layanan kesehatan. Juga jutaan anak di dunia putus sekolah, sementara sejumlah kecil elit memiliki uang berlebih dibanding yang mereka bisa belanjakan.

"Ketimpangan menghalangi pertumbuhan, menimbulan korupsi politik, menghalangi peluang dan memicu instabilitas dan pada saat yang sama memperdalam jurang diskriminasi khususnya tehadap perempuan," ujar Byanyima.

Keuntungan potensial dari pendistribusian ulang kekayaan dari orang paling kaya bahkan sedikit saja, memunculkan sebuah kisah menarik. Retribusi sebesar 1,5 persen saja dari kekayaan para miliuner dunia dapat meningkatkan dana yang cukup setiap tahun untuk memastikan anak-anak dapat bersekolah dan memberikan layanan kesehatan yang baik di negara termiskin.

Efek dari mengurangi ketimpangan ini bisa sama dramatisnya dengan jika kita membiarkan ketimpangan terus terjai. Di India contohnya, menekan terjadinya ketimpangan membuat sekitar 90 juta lebuh penduduk lolos dari jurang kemiskinan ekstrem di 2019. Di Kenya, 3 juta orang lebih bisa diselamatkan dari garis kemiskinan pada tahun yang sama jika ketimpangan dikurangi pada level yang sama.

"Mengatasi ketimpangan bukanlah tentang rasa iri terhadap kepemilikan mobil mewah dan kapal pesar, ini semata soal fakta bahwa orang terkaya secara nyata bisa hidup lebih lama dan lebih sehat daripada orang termiskin. Kita hidup di dunia dimana ada cukup ruang bagi setiap orang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Ketimpangan yang ekstrem akan menyebabkan ketidakstabilan, konflik bahkan masalah kesehatan mental yang bisa mempengaruhi kita semua. Saatnya meratakan (ketimpangan) itu sebelum menjadi semakin buru," kata Byanyima.

Investasi pada pelayanan publik akan sangat krusial untuk menutup jurang antara yang kaya dan miskin. Setiap tahun 100 juta orang menuju ke jurang kemiskinan karena mereka terpaksa harus membayar layanan kesehatan. Anatara tahun 2009-2014 setidaknya jatu juta perempuan meninggal dunia saat melahirkan karena minimnya layanan kesehatan. Belum lagi masalah biaya pendidikan yang sering kali dikecualikan.

Di Ghana, misalny, masyarakat termiskin harus mengeluarkan 40 persen dari penghasilannya hanya untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah berbiaya murah. Hal ini menegaskan perlunya menyediakan pendidikan murah untuk semua.

Padahal jika tiga orang saja orang terkaya dunia masing-masing membelanjakan uangnya sebesar US$1 juta sehari, maka perlu 200 tahun untuk menghabiskan seluruh kekayaan mereka. Ini bukan kisah dari negara kaya.

Faktanya saat ini ada 16 orang miliuner di Sub Sahara Afrika, diantara 358 juta yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Sementara ketimpangan sosial-ekonomi di Afrika Selatan saat ini malah lebih besar terjadi dibanding di masa Apartheid alias politik pemisahan kelas antara warga kulit putih dan kulit hitam.

BACA JUGA: