JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dinilai setengah hati melaksanakan rencana program Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir. Selama ini pemerintah tidak berkoordinasi dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat Bangka Belitung yang rencanakan akan menjadi lokasi pembangunan  pembangkit listrik tenaga nuklir itu tidak paham dengan rencana pembangunan nuklir itu. "Persoalannya masyarakat selama ini hanya dijadikan sebagai objek saja, tidak dilibatkan dalam diskusi-diskusi soal nuklir. Jadi ada sesuatu yang salah dalam pola komunikasi. Ada sosialisasi tapi tidak tepat sasaran. Jadi hingga saat ini masyarakat tidak paham mengenai itu," kata Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung Ibrahim Bintang kepada Gresnews.com pada Kamis (17/1).

Ibrahim menambahkan selama ini mayoritas masyarakat Bangka Belitung menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir itu, karena mereka tidak paham mengenai penggunaan nuklir bagi listrik. Menurut Ibrahim, selama ini masyarakat lokal menolak proyek tersebut karena pemahaman mereka mengenai nuklir salah. Masyarakat hanya mengetahui dampak nuklir yang digunakan sebagai proyek senjata dan kasus gempa Fukushima Jepang pada tahun 2011 lalu.

Lebih lanjut, Ibrahim mengatakan, rencana pemerintah untuk membangun proyek itu pada tahun 2016 dinilai sebagai hal yang mustahil. Sebab hingga saat ini pemerintah belum melakukan uji kelayakan di tempat yang akan dikenai proyek. Meski demikian, Ibrahim yakin bila pemerintah memberikan pemahaman yang cukup mengenai penggunaan nuklir sebagai ilmu yang ramah lingkungan. Kesalahapahaman ini, menurut Ibrahim akhirnya menjadi isu politik yang digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menentang program nuklir yang ramah lingkungan.

Ibrahim Bintang mengatakan bila merujuk dari informasi yang disampaikan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Bangka Belitung sudah siap untuk dijadikan tempat proyek pembangkit listrik nuklir itu. Namun karena kurangnya koordinasi proyek ini masih mendapat kendala dari masyarakat lokal.

Pejabat Pelaksana Harian Kepala Bagian Kerjasama Bapeten Petit Wiringgalih mengatakan permasalahan pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga nuklir ini karena Kementerian Riset dan Teknologi belum juga mengajukan proposal uji kelayakan. "Jangankan uji kelayakan, untuk tes kesiapan tanah dan wilayah saja belum," kata Petit kepada Gresnews.com usai diskusi publik mengenai Resiko dan Kesempatan Energi Nuklir di Kawasan Asia Tenggara di Jakarta pada Kamis (16/1).

Petit menambahkan persiapan pembangunan proyek listrik nuklir juga sangat memerlukan jaminan kepastian hukum. Menurutnya belajar dari pengalaman Jepang dan insiden Chernobyl di Ukraina, pengelolaan tenaga nuklir di Indonesia justru lebih aman. Terbukti dengan pengelolaan nuklir yang berpusat di Serpong, Tangerang Selatan tidak ada masyarakat lokal yang terkena dampak negatif. Hal itu dikarenakan pengelolaan, pengendalian dan pengawasan nuklir sudah sesuai dengan prosedur standar internasional yang berlaku. Selain itu, penjagaan ketat juga dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Lebih lanjut Petit mengatakan, kasus reaktor nuklir yang terjadi di Fukushima Jepang dikarenakan manipulasi laporan yang dilakukan oleh lembaga pelaksana nuklir kepada lembaga pengawas nuklir di Jepang.

Rencananya pada tahun 2016 pemerintah Indonesia akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Bangka Belitung, yang berada di Bangka Selatan dan Barat serta Kudus Jawa Tengah. Namun hingga kini Kemenristek selaku lead proyek belum juga memutuskan siapa pelaksana dari proyek itu.

Persetujuan Batan dan Bapeten akan sah bila Kemenristek sudah memutuskan siapa kontraktor pelaksana. "Kalau di aturan izin baru keluar kalau yang mengajukan itu pihak BUMN atau swasta," kata Petit.

Akan tetapi hingga saat ini pemerintah belum juga memutuskan siapa pelaksana dari proyek listrik nasional itu. Ketua Centrist Asia-Pacific Democrats International (CAPDI) Jusuf kalla mengatakan penggunaan energi nuklir sebagai energi alternatif yang murah dan bersih sangat diperlukan saat ini.

Sedangkan Pengamat Ekonomi Politik Internasional Paramadina Graduate Schools Dinna Wisnu mengatakan teknologi nuklir adalah bagian dari keberlangsungan masa depan yang sangat potensial untuk pengembangan kemanusiaan dan kesejahteraan. "Selama ini nuklir baru sebatas digunakan untuk mengobati kanker dan kesehatan lainnya, tapi lebih dari itu, nuklir bisa digunakan untuk listrik dan hal lain selain senjata," kata Dinna kepada Gresnews.com pada Kamis (17/1).

Selama ini banyak negara, terutama di kawasan Asi Pasifik khawatir bila Indonesia mengembangkan energi nuklirnya. Negara-negara itu khawatir bila negara sebesar Indonesia memproduksi nuklir sebagai senjata. Padahal selama ini nuklir di Indonesia baru dikembangkan untuk pengobatan. Untuk itu, Dinna katakan pemerintah perlu melakukan diskusi dan sosialisasi yang cukup dengan masyarakat sipil melalui komunitas-komunitas lokal agar menjadi pemahaman yang cukup mengenai nuklir. ((Mungky Sahid)

BACA JUGA: