JAKARTA, GRESNEWS.COM - Modus pencurian ikan di laut Indonesia semakin canggih. Hal itu terungkap dalam paparan akhir tahun kinerja Tim Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Illegal Fishing di Jakarta, Senin (28/12).

Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya Widodo yang juga menjabat Kepala Pelaksana Harian Satgas Illegal Fishing menyebut, total kerugian akibat praktik illegal fishing hingga saat ini terlampau sangat besar melewati anggaran APBN tahun ini.

"Total kerugian tahun 2015, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Badan Pengawas Keuangan, mencapai sebesar Rp300 triliun," kata Widodo, Jakarta, Senin (28/12).

Widodo menyebut, hal itu dipengaruhi tingginya tingkat kerawanan sejumlah wilayah Indonesia terhadap aksi pencurian ikan yang dilakukan kapal asing. Ia menyebut, beberapa diantaranya yaitu perairan Arafuru, Halmahera Utara (Pasifik) dan Natuna.

Berkembangnya berbagai modus pencurian ikan, menuntut pemerintah bekerja ekstra keras mempersiapkan strategi mencegah masuknya kapal-kapal ikan asing ke wilayah perairan Indonesia.

Widodo mengatakan, dari pengalaman yang dihadapi tim Satgas di lapangan tahun 2015, ditemukan suatu modus yang disebut electronic warfare. Ini adalah semacam modus pengelabuan (kamuflase) yang dilakukan kapal asing untuk bisa mencuri ikan dan menerobos perairan NKRI lewat cara meretas sistem Automatic Identification System (AIS).

Lewat cara itu, kapal asing bisa masuk perairan Indonesia tanpa teridentifikasi. Widodo mengatakan, berdasarkan perolehan data dari petugas di lapangan, kejadian itu dilakukan kapal asal China yang memiliki sistem perangkat teknologi canggih.

"Setelah kita kerahkan kapal pengawas ke sana dan dicek ternyata tidak ada kapalnya. Ini memang suatu aksi kamuflase dari kapal asing," kata dia.

Cara meretas sistem Automatic Identification System (AIS) milik KKP ini dilakukan dengan merekayasa suatu kordinat tipuan di satu titik lalu diberi nama kapal-kapal asing. AIS merupakan perangkat satelit yang digunakan pemerintah sebagai sistem pelacakan otomatis terhadap lalu lintas kapal.

Widodo mengakui cukup kesulitan mendeteksi koordinat sebenarnya dari kapal asing dan kondisi itu cukup mempengaruhi konsentrasi aparat Satgas di lapangan. Cara-cara kamuflase semacam ini bertujuan mengelabui perhatian aparat satgas agar konsentrasinya teralih ke titik koordinat buatan yang direkayasa kapal asing.

"Ketika petugas kita terkonsentrasi ke titik itu, kemudian mereka masuk ke daerah yang kosong," jelasnya.

Widodo menuturkan, AIS dipakai untuk mendeteksi secara akurat identitas kapal, lokasi, kecepatan, arah tujuan kapal. Pengalihan data pada AIS menunjukan kapal pencuri ikan sudah menggunakan tekhnologi yang semakin canggih dalam operasinya.

Widodo melanjutkan, Satgas Illegal Fishing belum memiliki tekhnologi untuk mengatasi hal tersebut. Teknologi tersebut kerap dipakai pada kapal-kapal perang. Tahun depan, pihaknya akan melakukan pengadaan alat untuk melacak kapal yang menggunakan teknologi pengalih AIS.

"Kita memang harus punya alat yang counter technology seperti itu. Kalau tidak susah nanti, di TNI AL sebenarnya sudah ada, tapi itu peruntukannya untuk kapal-kapal perang," ujarnya.

GELAR PERLAWANAN BALIK - Satgas Illegal Fishing yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015 ini, masih terus berjuang menjalankan tugas memberantas kejahatan yang berpotensi mengganggu kedaulatan nasional itu. Seperti diketahui ilegal fishing dapat mengancam hilangnya kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia.

Karena itu, pengalaman dan kejadian yang dihadapi tim Satgas tahun ini akan dijadikan bahan pelajaran menghadapi tahun 2016. Widodo mengatakan, strategi melawan perang teknologi ini bakal diterapkan Satgas lewat kerjasama dengan TNI AL dan aparat keamanan lainnya.

Widodo menyebut akan segera dipersiapkan mekanisme counter measure dalam hal mendeteksi akurasi keberadaan kapal. Strategi counter measure dimaksud merupakan kegiatan memperoleh akurasi data/parameter signal elektronik beserta analisanya.

"Harus dipersiapkan peningkatan kapasitas teknoklogi untuk mendukung pencegahan dari berbagai tindakan kamuflase kapal ikan asing," ujarnya.

Disamping itu, pada tahun 2016, Widodo menyampaikan, ada sebuah peningkatan armada yaitu pesawat tanpa awak (drone) untuk keperluan patroli di wilayah-wilayah yang sangat tinggi potensi pencurian ikannya. wilayah-wilayah tersebut akan dijadikan fokus penjagaan tim satgas anti illegal fishing melalui penguatan armada operasional patroli maritim.

Pesawat tanpa awak atau drone nantinya akan difungsikan melihat potensi pelanggaran di laut, kemudian kapal-kapal patroli dikerahkan ke titik sasaran yang terindikasi melakukan aksi pencurian ikan. "Itu adalah sejumlah target 2016 dan diharapkan angka pelanggaran illegal fishing bisa semakin ditekan," ucap Widodo.

Sementara itu, menyangkut targetnya kinerja operasional tahun 2016, pemerintah akan semakin serius melaksanakan penindakan kapal-kapal asing. Widodo menyampaikan, pada 2016, tim Satgas menargetkan akan mempererat sinergi dan integrasi antar lembaga seperti kejaksaan/Pengadilan. Sinergi kerjasama antar institusi merupakan elemen utama mengingat Satgas illegal fishing berasal dari berbagai pihak penegak hukum dan keamanan.

Sesuai Perpres Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing, ada beberapa unsur-unsur pelaksana yang. Diantaranya adlaah pihak KKP, TNI AL, Badan Keamanan Laut, Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Widodo menambahkan, seandainya nanti sinergi antar instansi sudah berjalan baik, tidak menutup kemungkinan ketika dilakukan penangkapan kapal asing bisa langsung ditenggelamkan di tempat sesuai temuan bukti pelanggaran yang cukup. "Kriteria kapal yang akan langsung ditenggelamkan adalah kapal berbendera asing dan seluruh Anak Buah Kapal (ABK) asing," kata dia.

PENAMBAHAN ALUTSISTA - Menanggapi tantangan yang dihadapi Satgas dalam melawan modus canggih pencurian ikan di laut Indonesia ini, Direktur The National Maritim Institute Siswanto Rusdi mengatakan memang diperlukan sinergi yang baik antar elemen satgas.

Hanya saja, kata dia, salah satu yang terpenting adalah penambahan alat utama sistem senjata (alutsista) seperti kapal patroli. Kemudian koordinasi yang baik antara elemen untuk menegaskan porsi peran masing-masing instansi di lapangan.

"Misalnya, harus ada kejelasan porsi Bawah Kendali Operasi (BKO) dari pihak TNI AL berapa dan pihak keamanan lainnya seperti apa," katanya kepada gresnews.com, Senin (28/12).

Disamping itu, hal utama yang menurutnya tidak kalah penting adalah, menjalin kerjasama dengan pihak yang kompeten dalam mengidentifikasi ancaman dalam hal ini Badan Intelijen Negara (BIN). "Mencari tahu bagaimana modus mafia perikanan sehingga tidak sporadis dan kasuistik menghadapi permasalahan," kata Rusdi.

Dengan memahami persoalan, kata Rusdi, Tim Satgas tidak hanya menjalankan aspek penindakan dari sisi hukum saja tetapi aspek preventif menyangkut akar masalah.
Rusdi menambahkan, jalinan kerjasama perlu dibangun karena Tim Satgas tidak selamanya bakal beroperasi namun dibatasi masa waktu kerja tertentu.

Untuk itu, peran intelijen, menurutnya sangat penting dalam hal mengungkap korporasi mafia perikanan hingga mencari tahu tujuan pemasaran produksi ilegal (pasar gelap) dari hasil pencurian ikan. Hal itu dirasa positif menindak pelanggaran di sektor kelautan.

BACA JUGA: