JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) gencar merespons desakan publik soal isu reshuffle Kabinet yang kini kencang menghantam formasi kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK, menyusul masifnya  kritik publik atas kinerja pemerintahan saat ini.

Namun pihak PDIP meminta masyarakat dapat menilai secara bijak dan adil kinerja kabinet. "Publik harus fair dan adil dalam menilai kinerja Kabinet Jokowi-JK," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri di Jakarta, Sabtu (9/5).

Rokhmin mengatakan, perlu penilaian yang objektif dan adil dari masyarakat agar Presiden Jokowi mampu memperbaiki kinerja pemerintahan ke depan. Misalnya, Rokhmin menuturkan, perlu waktu untuk memperbaiki mulai dari transformasi kebijakan ekonomi dan sektor kementerian strategis lainnya.

Rokhmin mengklaim, desakan publik terhadap buruknya kinerja Kementerian Perekonomian perlu dikaji secara cermat. Ia menilai, lemahnya performa ekonomi dalam negeri merupakan hal wajar pasalnya dipengaruhi perekonomian global yang tengah menurun (slowing down) dan rendahnya permintaan dunia terhadap ekspor bahan mentah Indonesia.

"Kondisi ekonomi diakui buruk karena pengaruh ekonomi global dan rendahnya ekspor bahan mentah," kata Rokhmin.

Untuk itu, Rokhmin berharap ada penilaian yang komprehensif di segala sektor pemerintahan. Menurutnya, penilaian tersebut harus berangkat dari realitas dan konteks di lapangan.

Selain itu, Rokhmin menyebut ada beberapa indikator yang sekiranya dapat dipakai masyarakat dalam mengukur kinerja masing-masing menteri. Indikator tersebut yaitu, jika menteri tidak mampu menyelesaikan permasalahn di bidangnya dan belum memberikan kontibusi secara signifikan maka siap diganti.

Sementara, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai, penilaian atau evaluasi kabinet harus berbasis produktivitas dan kinerja. Hanta menekankan, kinerja menjadi indikator utama sekaligus menentukan proses perombakan kabinet.

"Perombakan kabinet perlu didasari kinerja sang pembantu presiden (menteri)," ujar Hanta.

Hanta mencontohkan, indikator tersebut dilihat dari loyalitas, program dan terbosan yang sudah dilakukan masing-masing menteri selama menjalankan tugasnya. Misalnya, program-program bagi kesejahteraan publik hingga serapan anggaran yang diterima negara.

Terkait hal itu, Hanta meyakini, presiden sebagai kepala negara tentunya telah mengantongi nilai produktivitas kinerja setiap menterinya. Presiden sewaktu-waktu berhak mencopot jabatan menteri karena memiliki hak prerogatif. Untuk itu, Ia menilai perlu ada ketepatan dalam menentukan perombakan formasi kabinet.

"Keputusan akhir reshuffle ada di tangan presiden. Setiap menteri kapan saja berpeluang untuk dicopot. Itu hak presiden," kata Hanta.

BACA JUGA: